Cerita Miris Abul Bajandar, 'Si Dede Manusia Akar' Asal Bangladesh

oleh Arny Christika Putri, diperbarui 01 Feb 2016, 09:21 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2016 09:21 WIB
20160130-Miris, di Bangladesh Juga Ada Dede 'Si Manusia Akar'-Bangladesh
Abul Bajandar (26) mengalami kutil berlebihan yang membuatnya tampak seperti manusia akar, di Dhaka Medical College dan Rumah Sakit, Bangladesh, Minggu (31/1). Bajandar mengaku penyakitnya pertama kali muncul pada 10 tahun lalu. (AFP Photo/Munir uz ZAMAN)
Foto 1 dari 5
20160130-Miris, di Bangladesh Juga Ada Dede 'Si Manusia Akar'-Bangladesh
Abul Bajandar (26) mengalami kutil berlebihan yang membuatnya tampak seperti manusia akar, di Dhaka Medical College dan Rumah Sakit, Bangladesh, Minggu (31/1). Bajandar mengaku penyakitnya pertama kali muncul pada 10 tahun lalu. (AFP Photo/Munir uz ZAMAN)
Foto 2 dari 5
20160130-Miris, di Bangladesh Juga Ada Dede 'Si Manusia Akar'-Bangladesh
Abul Bajandar (26) menunjukkan tangannya yang ditumbuhi kutil berlebih saat dirawat di Dhaka Medical College dan Rumah Sakit, Bangladesh, Minggu (31/1). Kini kedua tangannya sudah tak bisa berfungsi sebagaimana biasanya. (AFP Photo/Munir uz ZAMAN)
Foto 3 dari 5
20160130-Miris, di Bangladesh Juga Ada Dede 'Si Manusia Akar'-Bangladesh
Abul Bajandar (26) mengalami kutil berlebihan yang membuatnya tampak seperti manusia akar, di Dhaka Medical College dan Rumah Sakit, Bangladesh, Minggu (31/1). Kini jaringan-jaringan akar itu tumbuh di kedua tangan dan kakinya. (AFP Photo/Munir uz ZAMAN)
Foto 4 dari 5
20160130-Miris, di Bangladesh Juga Ada Dede 'Si Manusia Akar'-Bangladesh
Abul Bajandar (26) menunjukkan tangannya yang ditumbuhi kutil berlebih saat dirawat di Dhaka Medical College dan Rumah Sakit, Bangladesh, Minggu (31/1). Kini kedua tangannya sudah tak bisa berfungsi sebagaimana biasanya. (AFP Photo/Munir uz ZAMAN)
Foto 5 dari 5
20160130-Miris, di Bangladesh Juga Ada Dede 'Si Manusia Akar'-Bangladesh
Abul Bajandar (26) memperlihatkan kutil berlebih yang tumbuh di tangannya, di Dhaka Medical College dan Rumah Sakit, Bangladesh, Minggu (31/1). Dokter yang menanganinya tidak tahu harus mengambil langkah apa untuk mengobatinya. (AFP Photo/Munir uz ZAMAN)