Banjir Kepung Jabodetabek Lagi, Apa Strategi Para Gubernur Baru?

Hujan deras yang terjadi sejak beberapa hari terakhir menyebabkan banyak wilayah di Jabodetabek terendam banjir. Kondisi ini bahkan disebut-sebut lebih parah dari banjir besar pada awal 2020 silam. Lantas apa langkah para kepala daerah baru menghadapi bencana ini?

oleh Nafiysul QodarMuhammad Radityo PriyasmoroFenicia Effendi Diperbarui 05 Mar 2025, 00:00 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2025, 00:00 WIB
Bekasi Lumpuh, Banjir Rendam Perkumiman hingga Perkantoran
Foto selebaran yang diambil dan dirilis pada Selasa 4 Maret 2025 oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ini menunjukkan gedung-gedung yang terendam banjir di Bekasi, Jawa Barat. (Foto oleh Handout/Badan Nasional Penanggulangan Bencana/AFP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Suasana panik terjadi di dalam Mal Mega Bekasi. Kala itu air bah menerobos lantai dasar pusat perbelanjaan di Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa (4/3/2025) pagi.

Air deras yang masuk gedung membuat orang-orang berlari menyelamatkan diri ke lantai atas melalui tangga eskalator yang tidak bergerak. Sementara sebagian lainnya berusaha mengemasi barang-barangnya yang masih bisa diselamatkan.

Kepanikan juga terlihat saat seorang warga yang nekat memindahkan mobilnya dari genangan banjir justru terseret arus sungai di Kampung Nawit, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Derasnya arus membuat pengemudi tidak mampu mengendalikan kendaraannya. Beruntung pengemudi bisa menyelamatkan diri, meski sempat terseret arus sungai.

Hujan deras yang terjadi sejak beberapa hari terakhir memang menyebabkan banjir parah di sejumlah wilayah di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) pada Selasa pagi. Di Jakarta, total ada 77 RT dan lima ruas jalan yang masih tergenang hingga Selasa sore. Ketinggian banjir di Jakarta mencapai 120 centimeter atau setinggi dada orang dewasa.

Tak hanya Bekasi dan Jakarta, sejumlah wilayah di Tangerang, Banten dan Depok, Jawa Barat juga turut terdampak banjir akibat tingginya curah hujan dalam dua hari terakhir. Bahkan di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, banjir bandang terjadi sejak Minggu 2 Maret 2025 lalu. Hujan deras juga memicu bencana tanah longsor di sejumlah wilayah.

Bencana hidrometeorologi yang terjadi di awal Maret 2025 ini menyebabkan sejumlah infrastruktur publik seperti jembatan hingga jalan rusak. Bencana juga memakan korban jiwa.

Pemerintah melalui Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bersama jajaran langsung menggelar rapat koordinasi penanganan banjir di Jabodetabek. Menko PMK, Pratikno meminta kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah (pemda) merespons cepat penanganan bencana ini.

Pratikno mengingatkan bahwa Jabodetabek merupakan jantung nasional, sehingga setiap isu yang muncul di wilayah ini berpotensi menjadi isu politik. Oleh karena itu, penting untuk menangani masalah seperti banjir dengan cepat agar tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik.

"Jadi Bapak-Ibu sekalian, ini kejadian banjir di jantung nasional, Jabodetabek. Mudah sekali isu ini akan bergelinding menjadi isu yang sosial, isu politik, dan seterusnya. Karena itu, mohon untuk ditangani secara cepat-cepatnya, koordinasi adalah kunci," kata dia dalam rapat koordinasi, Jakarta, Selasa.

Pratikno juga menyampaikan bahwa kementerian dan lembaga terkait, seperti Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Pekerjaan Umum, hingga Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) harus berkoordinasi dengan baik agar banjir dapat segera tertangani dan tidak mengganggu perayaan Idul Fitri.

"Kaitannya dengan pemulihan infrastruktur tadi Pak Kepala BNPB sudah menegaskan kita juga mendekati Idul Fitri. Jangan sampai juga kemudian satu dalam jangka pendek ini kegiatan masyarakat tidak segera pulih. Yang kedua nanti menjadi satu masalah serius di waktu mudik," ujarnya.

Lebih lanjut, Pratikno menyatakan, pemerintah juga tengah melakukan operasi modifikasi cuaca sebagai strategi jangka pendek mencegah banjir akibat tingginya curah hujan. Apalagi cuaca ekstrem yang berpotensi meningkatkan intensitas hujan ini diprediksi akan terjadi hingga 10-11 Maret 2025.

 

Promosi 1
Infografis Banjir Jabodetabek.
Infografis Banjir Jabodetabek. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya

Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna menuturkan, peristiwa ini mengingatkan pada banjir parah yang terjadi pada awal 2020 silam. Saat itu, banyak aktivitas di sejumlah wilayah Jakarta dan sekitarnya lumpuh akibat banjir yang dipicu cuaca ekstrem. 

"Pertama harus diakui dalam dua hari terakhir ini, hari Minggu, hari Senin, dua hari itu intensitas curah hujannya sangat tinggi sekali. Memang curah hujan tinggi, durasinya juga cukup panjang. Kemudian yang menjadi persoalan kita ternyata lingkup banjirnya itu sangat parah seperti mengulang kejadian banjir 2020," ujar Yayat saat dihubungi Liputan6.com, Selasa.

Menurut dia, banjir ini menggambarkan bagaimana kondisi lingkungan di Jabodetabek juga semakin parah akibat ruang untuk air yang semakin terkikis. Daerah resapan air semakin berkurang, sementara bangunan dan permukiman terus bertambah.

Yayat lantas menyinggung banjir yang terjadi di wilayah Bekasi akibat persoalan di tiga sungai yang melintasi wilayah tersebut, yakni Kali Bekasi, Kali Cileungsi, dan Kali Cikeas. Ketika hujan deras mengguyur wilayah Jabodetabek, maka air yang mengalir melintasi tiga sungai tersebut kerap meluap akibat daya tampung yang tak memadai. 

"Kapasitasnya sudah tidak mendukung lagi. Dan hampir semua kiri kanannya itu perumahan-perumahan. Tidak ada tanggul, yang ada tembok. Berapa besar kemampuan tembok untuk mengantisipasi volume air yang melimpah," tutur dia.

"Jadi sekarang ini yang menjadi persoalan adalah konflik tata ruang air dan tata ruang untuk manusia. Ketika ruang untuk air itu semakin hilang, semakin terkikis, dan ketika curah hujannya besar, air tidak mampu diresap lagi, air tidak punya wadah lagi, dan badan-badan air itu semakin tidak terpelihara," katanya menambahkan.

Selain itu, Yayat juga menyoroti masih banyaknya bangunan yang berdiri di kawasan bantaran sungai. Banyak masyarakat yang memilih membangun rumah di kawasan bantaran sungai karena harga tanahnya yang murah. Belum lagi aktivitas-aktivitas ilegal seperti menguruk daerah aliran sungai (DAS) yang menyebabkan penyempitan kali.

"Jadi bisa dikatakan rumah makin banyak, drainase makin sedikit, makin buruk. Dan itu kasus yang kita lihat di berbagai tempat itu. Di sinilah menunjukkan bagaimana terjadinya carut-marut pembangunan perumahan dengan penanganan drainasenya," ujar dia.

Saat ini, langkah jangka pendek yang harus dilakukan para kepala daerah adalah memastikan keselamatan masyarakat terdampak banjir. Apalagi bencana hidrometeorologi ini terjadi di tengah suasana bulan puasa Ramadhan.

"Pertama upaya yang harus dilakukan adalah pemulihan terlebih dahulu. Penanganan di tengah bulan puasa ini agar warga yang mengalami bencana itu bisa tetap sehat," kata Yayat.

Selanjutnya, pemda dapat memetakan kembali wilayah-wilayah yang paling sering terkena banjir untuk mengetahui penyebabnya. "Nanti di depannya ada pendekatan, satu pendekatan penanganan infrastruktur, kedua pendekatan penanganan pengendalian tata ruangnya. Jangan dirambah lagi tuh kawasan lindung, jangan dirambah lagi tuh daerah aliran sungai, jangan lagi dirambah daerah-daerah yang selama ini menjadi resapannya air."

Terakhir adalah kerja sama antar-daerah. Sebab, penanganan banjir di Jabodetabek tidak bisa hanya ditangani oleh satu daerah. 

"Karena masalahnya itu kerap terbentur kepada anggaran dan program. Jadi kadang-kadang programnya ada tapi anggarannya tidak ada. Jakarta punya anggaran, tapi Bekasi, Bogor dan sekitarnya itu kadang-kadang punya anggaran cukup tidak? Nah itu yang harus dipetakan," tutur Yayat memungkasi.

Pemerintah Harus Serius Urus Lingkungan

Banjir Rendam Permukiman Warga di Perumahan Vila Nusa Indah 3 Bogor
Warga berjalan di tengah banjir di Perumahan Vila Nusa Indah 3, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (4/3/2025). (merdeka.com/Arie Basuki)... Selengkapnya

Hal yang sama juga disampaikan Pengamat Tata Kota, Nirwono Yoga. Dia meminta pemda se-Jabodetabek melakukan penataan tata ruang kotanya, terutama pembenahan permukiman yang berada di bantaran sungai dan sekitar.

"Pengerukan kali dan keberadaan tanggul tidak cukup untuk mengatasi banjir. Permukiman yang berada tepat di bantaran kali sebaiknya direlokasi ke Rusunawa terdekat, badan sungai dikeruk, diperlebar, dan dihijaukan," ujar Nirwono kepada Liputan6.com, Selasa.

Tak hanya itu, keberadaan sungai juga harus didukung dengan optimalisasi situ, danau, embung, dan waduk (SDEW) yang sudah ada. Bahkan jika perlu, pembangunan SDEW ditambah untuk membantu menampung luapan air sungai, sehingga tidak membanjiri permukiman.

"Kawasan permukiman juga harus menyediakan mulai dari sumur resapan di setiap halaman rumah, taman lingkungan, untuk menyerap air, serta saluran air yang besar untuk menampung air hujan dan dialirkan ke SDEW terdekat untuk ditampung dan diserapkan ke dalam tanah. Semakin luas ruang terbuka hijau (RTH) dan SDEW, semakin besar kemampuan tanah untuk menyerap air dan mengurangi genangan air," beber dia.

Nirwono juga meminta pemda merehabilitasi seluruh saluran air yang sudah tidak mampu menampung debit hujan. Saluran-saluran air di Kota harus diperbesar dimensinya sesuai kelas jalan. Selain itu, saluran air juga harus terhubung dengan SDEW terdekat untuk menampung luapan air hujan.

"Modifikasi cuaca penting untuk mengurangi curah hujan tidak terlalu tinggi, tetapi tak menyelesaikan masalah banjir. Maka yang harus dilakukan adalah langkah-langkah yang saya sebutkan di atas," ucapnya memungkasi.

Pengamat Lingkungan dan Perubahan Iklim dari Universitas Indonesia (UI) Mahawan Karuniasa juga sependapat, bahwa bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Jabodetabek ini turut dilatarbelakangi persoalan tata ruang kota, termasuk pengelolaan lingkungan. 

"Dalam pola ruang harus jelas wilayah yang harus dijaga sebagai zona lindung yang diutamakan untuk menjaga tutupan hutan atau vegetasi, antara lain berfungsi untuk menjaga tata air, agar tidak ada erosi, longsor, dan banjir," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Selasa.

Dia menegaskan, fungsi lindung pada wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) harus diutamakan untuk mengurangi risiko longsor di hulu dan banjir di hilir. Tentu areal kanan kiri sungai juga harus tetap dijaga ekosistemnya.

"Zona lindung dalam implementasinya harus tegas dan konsisten dijaga untuk tidak digunakan kepentingan lainnya, seperti untuk budidaya, seperti pertanian, bahkan menjadi lahan terbangun seperti permukiman, villa, dan resort," kata Mahawan.

Lebih lanjut, dia juga menyoroti pertumbuhan jumlah penduduk dan kepadatan kota yang terus meningkat. Belum lagi banyaknya permukiman yang berdiri di daerah resapan air, ditambah dengan tersumbatnya sistem drainase oleh sampah menjadi perhatian besar. 

"Jadi yang jelas pembangunan di wilayah hulu harus dikendalikan, tidak sulit untuk memperhitungkan bagaimana tutupan hutan dan vegetasi di suatu wilayah agar tidak terjadi banjir," katanya. 

Apalagi perubahan iklim juga turut memperburuk situasi. Dengan Bumi yang telah melampaui suhu 1,5 derajat Celsius, hujan ekstrem diprediksi akan semakin meningkat, memperburuk ancaman bencana alam.

“Pemerintah harus lebih serius urus lingkungan, terutama saat ini bumi telah melampaui 1,5°C, karena hujan ekstrem akan meningkat akibat perubahan iklim,” ujar Mahawan.

Karena itu, mantan Ketua Umum Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network) ini pun meminta para kepala daerah yang baru saja dilantik untuk duduk bersama mencari solusi penanganan banjir yang telah menjadi persoalan klasik di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

"Saya kira perlu duduk bersama melihat situasi hulu-hilir, itu nomer satu, untuk membereskan soal tata ruang. Karena tata ruang itu kan per wilayah, ada provinsi Jawa Barat sendiri, Jakarta sendiri, dan kabupaten/kota juga masih punya. Namun dalam hal daerah aliran sungai itu kan lintas wilayah," ucap Mahawan menandaskan.

Strategi Gubernur Jakarta

Gubernur Jakarta Pramono Anung saat meninjau Pintu Air Manggarai di Jakarta Selatan.
Gubernur Jakarta Pramono Anung saat meninjau Pintu Air Manggarai di Jakarta Selatan, Selasa (4/3/2025). (Foto: Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro).... Selengkapnya

Gubernur Jakarta Pramono Anung juga menggelar rapat mendadak menyusul intensitas hujan yang terjadi di wilayah Jabodetabek dalam beberapa hari terakhir hingga menyebabkan banjir. Dia kemudian turun langsung ke lapangan meninjau kondisi pintu air Manggarai di Jakarta Selatan. 

“Hari ini kami secara khusus mengadakan rapat yang agak mendadak secara khusus karena memang seperti kita ketahui bersama dan tadi teman-teman media juga lihat sendiri secara langsung bahwa tinggi permukaan air di Manggarai ini sudah 850. Kalau tinggi permukaan air di Manggarai sudah 850 artinya Jakarta sekarang sudah Siaga 2,” kata Pramono di Manggarai, Selasa (4/3/2025).

Politikus PDIP ini mengaku sudah melakukan rapat khusus dengan sejumlah wali kota yang wilayahnya terdampak, seperti Jakarta Timur, Jakarta Pusat, dan Jakarta Selatan. Selain itu, ada juga Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Kepala Dinas Sosial termasuk tim dari BPBD Jakarta.

“Saya meminta pintu air untuk mulai dibuka supaya beban tidak lebih banyak ke timur, terutama di Ciliwung karena di Ciliwung saat ini masyarakat menghadapi beban yang sangat tinggi pak wali kota setempat juga menyampaikan seperti itu dan memang saya sudah meminta beberapa pintu air dibuka,” minta Pramono.

Selain untuk membuka pintu air, dia juga meminta seluruh pompa air yang mendorong air ke laut untuk diaktifkan. Diketahui saat ini baru 200 dari 500 pompa yang aktif bekerja.

“Pompa itu total 500 saya minta semua diaktifkan supaya air yang ada bisa dibuang ke laut,” minta dia.

Terakhir, Pramono juga meminta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta ikut melakukan operasi modifikasi cuaca. Sebab, menurut dia, banjir yang melanda sejumlah wilayah di Jakarta saat ini bukan diakibatkan curah hujan Jakarta yang tinggi, melainkan air kiriman dari Bogor.

“Saya juga meminta modifikasi cuaca dilakukan didorong untuk ke laut, dan tadi sudah dilaporkan oleh BPBD bahwa akan dilakukan segera untuk modifikasi cuaca, karena memang banjir yang terjadi di Jakarta sekarang ini boleh dikatakan mayoritas hampir 90 persen lebih adalah kiriman karena curah hujan di Jakarta sendiri cukup rendah,” sebut Pramono.

Meski begitu, Pramono menegaskan tidak akan menyalahkan siapa pun. Dia justru mengajak semua pihak duduk bersama mencari solusi terbaik untuk urusan banjir.

“Kami tidak mau menyalahkan siapa pun ini menjadi tanggung jawab pemerintah Jakarta untuk mengatasi itu. Saya akan membuka diri untuk duduk bersama gubernur bupati walikota yang selama ini berdampak dalam waktu dekat karena penyelesaian ini tidak bisa parsial hanya Jakarta bahkan saya mendapatkan laporan yang mendapat dampak besar itu di Bekasi dan saya sudah komunikasi,” kata Pramono.

Aktifkan Kampung Siaga Bencana

Lebih lanjut, Pramono menyatakan bahwa Pemprov Jakarta telah bergerak cepat dalam menangani warganya yang terdampak banjir. Kendati begitu, dia juga menilai bahwa keberadaan kampung siaga bencana juga menjadi opsi penting yang dilakukan.

“Kami sudah memutuskan untuk kampung siaga bencana diaktifkan. Kampung siaga bencana ini kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan swasta untuk membantu mereka yang terdampak (banjir), apalagi di bulan puasa nanti sahur-buka puasa jangan sampai terganggu,” kata dia.

Pramono mengaku mendapat laporan soal keluhan warganya terkait kebutuhan untuk puasa seperti sahur di tengah kondisi bencana, terutama di tempat pengungsian. Dia memastikan sudah meminta Dinas Sosial Jakarta untuk menangani dengan segera lewat pengoperasian dapur umum.

“Agar tertangani secara baik, jadi dapur umum juga saya sudah minta diaktifkan di lapangan,” ucap mantan Sekretaris Kabinet ini.

Pramono juga memastikan, banjir Jakarta yang dihadapi di awal masa kepemimpinannya akan dijadikan pelajaran agar penanganan banjir tidak hanya bersifat jangka pendek, namun juga ke depan ada solusi konkret dengan sejumlah tindakan nyata.

“Saya juga meminta untuk pemerintah Jakarta tidak lagi hanya sekedar menangani yang bersifat jangka pendek, tetapi jangka menengah dan jangka panjang seperti pengerukan, sodetan dilanjutkan kembali, sumur resapan tidak lagi dibuat di jalan tetapi di saluran saluran air jadi hal-hal yang baik kita lakukan, kita lanjutkan,” kata Pramono menandasi.

Jadi Fokus Utama di 100 Hari Kerja

Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno juga turun ke lapangan meninjau wilayah terdampak banjir di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Dia mengatakan, bencana banjir sudah menjadi fokusnya sejak awal menjabat dengan melakukan pengurukan kali.

"Warning kita sebetulnya dari awal. Kalau Mbak mungkin mengikuti 100 hari kerja kita, kita lakukan pengurukan sungai. Pengerukan, apa namanya, waduk-waduk. Karena kita tahu informasi ini," kata Rano di lokasi, Selasa (4/3/2025).

Rano mengamini, tinggi rendahnya curah hujan adalah kuasa Tuhan. Karenanya sebagai manusia yang bisa dilakukan adalah langkah antisipasinya.

"Cuma memang masalah curah hujan, itu semua keputusan Tuhan. Kita hanya bisa mendistribusikan seperti apa. Kayak kemarin kita hanya banjir di tengah Ciliwung. Sekarang sudah mulai melebar di Depok dan Jakarta Timur. Ini realita yang kita hadapi. Itulah makanya kita mengantisipasinya," jelas Rano.

Rano memastikan, Jakarta punya anggaran yang cukup untuk membereskan banjir. Dia menyatakan, hal itu juga sudah dikoordinasi dengan pemerintah pusat.

"Jadi Jakarta mendapat anggaran cukup besar lagi untuk pengendalian banjir. Karena ya, pemerintah pusat juga mendengar bahwa, bukan kita enggak mampu, kita mampu. Tapi tentu tidak akan kelar dalam satu tahun dengan anggaran terbatas. Nah sekarang dengan bantuan, dengan program PSN, proyek Strategis Nasional, kita akan lebih fokus untuk membenahi Ciliwung," ucap Rano Karno memungkasi. 

Gubernur Jabar Akan Evaluasi Kawasan Puncak Bogor

Jembatan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, putus imbas hujan deras dan luapan sungai pada Minggu (2/3/2025) malam (Liputan6.com/Achmad Sudarno)
Jembatan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, putus imbas hujan deras dan luapan sungai pada Minggu (2/3/2025) malam (Liputan6.com/Achmad Sudarno)... Selengkapnya

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan, pihaknya akan mengevaluasi tempat wisata di kawasan Puncak, Bogor, termasuk milik BUMD Jawa Barat, PT Jasa dan Kepariwisataan (Jaswita) Jabar. Hal ini menyusul terjadinya banjir bandang dan longsor di kawasan Puncak, Bogor.

"Terus terang saja, di situ ada Jaswita, membangun sarana rekreasi di puncak berdasarkan keterangan dari Bupati Bogor tadi, ada salah satu pionnya, kubahnya atau apa namanya, kemudian terjatuh masuk ke sungai dan menyumbat serta menjadi luapan air," kata Dedi di Gedung DPRD Jabar, Bandung, Senin (3/3/2025).

Hal tersebut, kata Dedi, harus segera dibenahi. Karenanya, dia bersama Menteri Lingkungan Hidup akan melakukan inspeksi untuk diambil keputusan-keputusan penting pada Kamis, 6 Maret 2025 mendatang. Menurut dia, jika area tersebut mengurangi daya resapan air hingga menimbulkan bencana, maka harus dievaluasi.

"Termasuk swasta juga harus berani evaluasi, mana yang lebih didahulukan, keselamatan warga, atau hanya sekedar kesenangan beberapa orang. Harusnya keselamatan warga lebih utama dari apapun," ujar Dedi, seperti dikutip dari Antara.

Berdasarkan keterangan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar), diungkapkan bahwa banjir bandang yang melanda kawasan Puncak Bogor terjadi pada Minggu (2/3/2025), sekitar pukul 20.30 WIB.

BPBD Jabar mencatat, banjir melanda 13 desa di tujuh kecamatan Kabupaten Bogor. Selain itu, terjadi tanah longsor pada 13 desa di delapan kecamatan.

Secara total di Kabupaten Bogor, banjir merendam 257 rumah dan memberikan dampak pada 260 Kepala Keluarga dan 988 jiwa. Terdapat dua kepala keluarga dan delapan jiwa mengungsi dan dilaporkan satu korban hilang.

Sementara di Kota Bogor, banjir melanda delapan desa dan tiga kecamatan. Dilaporkan delapan rumah terendam dalam bencana alam tersebut.

Adapun terkait Jaswita, proyek anak perusahaan PT Jaswita Jabar di Puncak Bogor itu juga sempat berpolemik. Pembangunan bianglala hingga berbagai wahana bermain di kawasan tersebut telah menggunduli lahan yang dulunya merupakan kebun teh.

Proyek itu juga diduga berbenturan dengan sejumlah aturan. Salah satu aturan yang terkait adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur).

Fokus Pemkot Bekasi

Kota Bekasi menjadi salah satu wilayah paling parah terdampak banjir pada Selasa (4/3/2025) pagi, bahkan jika dibandingkan dengan 2016 dan 2020. Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengatakan, wilayahnya lumpuh akibat banjir.

"Dibandingkan peristiwa 2016 dan juga 2020, sehingga memang ketinggian air itu lebih dari 8 meter sehingga memang kondisi yang ada adalah kemudian melimpah dari tanggul-tanggul yang memang sudah dibangun oleh BBWSCC (Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane)," kata Tri Adhianto pada Rapat Koordinasi Pengendalian Banjir Jabodetabek bersama Menko PMK melalui zoom, Selasa (4/3/2025)

Dia menyebut, di sepanjang aliran kali, masih terdapat patahan-patahan dan tanggul yang belum terbangun, sehingga dampak banjir semakin luar biasa. "Dari 12 kecamatan yang terdampak, di Kota Bekasi itu 8 kecamatan, dan hari ini Kota Bekasi lumpuh," kata Wali Kota.

Pemerintah Kota Bekasi sejatinya sudah meminta evakuasi warga sejak Senin (3/3/2025) malam. Namun hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan data resmi mengenai jumlah korban jiwa, jumlah kendaraan yang terendam, maupun jumlah warga yang masih bertahan di rumah mereka, terutama di lantai dua.

Lebih lanjut, Tri menegaskan, bahwa upaya rehabilitasi sungai menjadi prioritas utama Pemkot Bekasi dalam menangani banjir yang semakin rentan terjadi akibat curah hujan yang tinggi dalam beberapa hari terakhir.

Koordinasi dengan BBWSCC terus dilakukan guna mencari solusi jangka panjang dalam mengatasi ancaman banjir yang semakin parah di wilayah Bekasi.

"Memang upaya yang harus terus kita lakukan adalah memang merehabilitasi untuk sungai-sungai yang kita miliki dan untuk itu saya kira kami terus berkoordinasi dengan BWCC untuk terus berkoordinasi dan melakukan langkah-langkah terkait dengan memang begitu rentannya Kali Bekasi terkait dengan curah hujan yang ada di Kabupaten Bogor," pungkas Tri Adhianto.

Dampak Banjir Bekasi

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bekasi menyebutkan, hujan deras yang turun sejak Senin (3/3/2025) malam menjadi pemicu banjir yang mengepung kota tersebut.

"Dipicu hujan dengan intensitas tinggi yang berlangsung dalam durasi lama di wilayah hulu Kali Bekasi dan wilayah Kota Bekasi sejak sore hingga malam hari mengakibatkan peningkatan debit air dan menyebabkan banjir di beberapa wilayah Kota Bekasi pada hari Senin, 03 Maret 2025, Pukul 23.07 WIB," demikian keterangan dari BPBD Kota Bekasi seperti yang dikutip, Selasa (4/3/2025).

Menurut data sementara Pemkot Bekasi, jumlah korban terdampak banjir mencapai 16.000 jiwa, dengan 5.000 jiwa di antaranya telah mengungsi.

BPBD Kota Bekasi menyebut, sedikitnya 20 titik banjir terjadi di delapan kecamatan, antara lain Bekasi Timur, Bekasi Utara, Bekasi Selatan, Medan Satria, Jatiasih, Pondok Gede dan Rawalumbu.

Meluapnya Kali Bekasi dan tanggul jebol membuat banjir semakin meluas. Beberapa titik banjir terparah di antaranya kawasan Kemang Pratama, Mega Bekasi Hypermall (Mal Giant), dan Pondok Gede Permai Jatiasih.

Banjir juga merusak sejumlah infrastruktur di lokasi terdampak, seperti jembatan Kemang Pratama yang ambrol hingga membentuk lubang besar. Beberapa properti di Mal Giant juga hanyut terbawa derasnya banjir.

Banjir di Tangerang

Jalur Penghubung Jakarta dan Kota Tangerang Terendam Banjir
Hujan deras mengguyur wilayah Jabodetabek sejak Senin (3/3) malam hingga Selasa (4/3/2025) pagi hari membuat sejumlah wilayah di Kota Tangerang, Banten terendam genangan air. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Hujan deras yang melanda wilayah Jabodetabek sejak Senin 3 Maret 2025 membuat 14 titik wilayah di Kota Tangerang, Banten terendam banjir dengan ketinggian 50 sampai 70 cm, Selasa (4/3/202) pagi. Banjir diperparah dengan luapan air dari Kali Angke. 

"Benar, karena guyuran hujan yang deras sekali sejak Senin (3/3/2025) malam hingga dini hari, pas sahur, ada 14 titik yang terdampak banjir," ujar Wakil Wali Kota Tangerang, Maryono Hasan, saat dikonfirmasi Liputan6.com.

Titik banjir ada di sebelah timur dan barat Kota Tangerang. Terdiri dari 8 titik di wilayah timur, meliputi wilayah Larangan dan Ciledug, termasuk pemukiman Ciledug Indah I serta jalan raya KH. Hasyim Ashari yang berada di depan perumahan tersebut, tak bisa dilewati pada tadi subuh hingga pagi hari.

"Itu karena luapan Kali Angke, makanya berimbas banjir pada pemukiman dan juga akses jalan. Tapi di sana sudah tersedia pompa air otomatis, jadi kalau meluap, otomatis nyedot dan dikembalikan ke aliran kali,"ujar Maryono.

Lalu, untuk wilayah barat, terdapat 6 titik banjir. Yang meliputi wilayah Cimone, Karawaci, Periuk dan sekitaran Tangerang.

Dengan total ketinggian banjir di ke-14 titik tersebut 50 sampai 70 cm.

"Sebenarnya kali meluap sudah dari jam 2 dini hari, tapi dapat laporan dari warga, baru masuk ke pemukiman itu sekitar jam 04.50," ujarnya.

Hingga kini, Pemkot Tangerang masih terus bersiaga, mulai dari menurunkan personel BPBD beserta perahu karet untuk berpatroli, hingga OPD terkait untuk mengirimkan bantuan logistik kepada masyarakat yang terdampak. Sebab, kemungkinan pemukiman yang terdampak mencapai ratusan rumah.

"Untuk data pastinya saya belum terima, masih terus didata oleh petugas terkait. Mungkin ratusan rumah, sampai saat ini petugas masih stanby di lokasi terdampak," ujar Maryono.

Hujan deras juga membuat Sungai Cimanceuri dan Sungai Cisadane di Kabupaten Tangerang meluap hingga menyebabkan banjir di pemukiman warga. Bahkan banjir di beberapa wilayah Kabupaten Tangerang telah terjadi sejak Senin (3/3/2025).

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tangerang membeberkan, akibat banjir tersebut, kini warga yang terdampak menjadi 3.000 jiwa dari sebelumnya 2.000 jiwa.

Kepala BPBD Kabupaten Tangerang, Ujat Sudrajat mengungkapkan bahwa banjir yang melanda, berdampak kepada ribuan jiwa. Rumah-rumah warga terendam dengan ketinggian air bervariasi mulai dari 50 cm hingga 1 meter.

"Sejak kemarin saja sudah ada 2.000 jiwa warga Kabupaten Tangerang terdampak bencana banjir, saat ini bisa sampai 3.000 jiwa," kata dia, Selasa (4/3/2025).

Adapun, banjir ini melanda enam wilayah kecamatan, diantaranya di Pagedangan, Teluknaga, Legok, Tigaraksa, Panongan, dan Jambe dengan belasan desa.

"Wilayah yang terparah itu ada di kecamatan Teluk Naga yaitu di desa Tanjung Burung, di mana di sana sudah dilanda banjir sejak kemarin pagi dengan korban terdampak ratusan kepala keluarga (KK)," jelas Ujat.

Dari jumlah korban yang terdampak musibah banjir, belum sepenuhnya terdata secara keseluruhan. Sebab, petugas wilayah dari BPBD masih melakukan asesmen atau pendataan di lapangan.

"Hingga kini, tim BPBD Kabupaten Tangerang juga terus melakukan pemantauan dan monitoring di beberapa titik terjadinya bencana banjir. Hal tersebut dilakukan, sebagai upaya penanganan dan evakuasi terhadap korban yang membutuhkan bantuan," tutur Ujat.

Sementara itu, untuk pendistribusian bantuan logistik atau keperluan pangan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan dinas terkait serta Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi pada kebencanaan.

"Soal bantuan logistik atau keperluan pangan, kami sudah berkoordinasi dengan dinas terkait," ujarnya.

Sementara itu, Pemkot Tangerang Selatan (Tangsel) mencatat, ada 11 titik di wilayahnya yang terdampak banjir sejak Senin, 3 Maret 2025 malam hingga Selasa, 4 Maret 2025 pagi.

"Ada 11 titik banjir, dengan ketinggian bervariasi, sehingga petugas lengkap dengan perahu karetnya masih stanby di lokasi banjir," ujar Wali Kota Tangsel, Benyamin Davnie saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (4/3/2025).

Belasan titik banjir tersebut dilaporkan sudah tergenang sejak pukul 04.25 WIB. Dari data yang dihimpun, titik banjir tersebut antara lain berada di Flamboyan RT 06/12 Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, dengan ketinggian air 20-50 cm, melanda 80 Kepala Keluarga (KK).

Lalu di Kavling Bulak Pondok Kacang Timur Kecamatan Pondok Aren melanda 70 KK. Pondok Maharta dengan ketinggian 30 sampai 120 cm, yang terdampak 650 KK. Perum Pinus Sasmita RW 24 Pamulang Barat Kecamatan Pamulang, ketinggian air 25-50 cm dan melanda 120 KK.

Perum Taman Mangu Kelurahan Jurangmangu Barat, Kecamatan Pondok Aren banjir melanda 600 KK. Perum Pamulang Asri 2 RW 9 Kelurahan Serua Indah, di Kecamatan Ciputat dengan ketinggian air 20 Cm - 70 cm yang berdampak pada 180 KK.

Graha Mas RT 07,08 RW 12 Jelupang Kecamatan Serpong Utara, terdampak 100 KK. Perum Bintaro Indah Kelurahan Jombang Kecamatan Ciputat, terdampak 180 KK, dan sebagainya.

"Tim reaksi cepat BPBD, Damkar dan Satpol PP dikerahkan untuk bantu penanganan di lapangan. Ada yang ditambah pompa airnya dan disiapkan makanan siap saji," kata Benyamin.  

 

Waspada Potensi Cuaca Ekstrem hingga 11 Maret 2025

Waspada, Cuaca Ekstrim Ancam Jabodetabek
Pengendara terjebak banjir yang menggenangi jalan Bayangkara Pusdiklat, Kota Tangerang Selatan, Banten, Selasa (2/11/2021). BMKG mengeluarkan peringatan potensi cuaca ekstrem di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini terkait cuaca ekstrem yang berpotensi menyebabkan banjir di beberapa wilayah Indonesia. Peringatan ini disampaikan langsung oleh Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Banjir Jabodetabek pada Selasa (4/3/2025).

Peringatan ini mencakup wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), termasuk Banten, dan Lampung, yang diperkirakan akan mengalami dampak paling signifikan dari cuaca ekstrem tersebut. BMKG mengimbau masyarakat dan pemerintah daerah untuk meningkatkan kewaspadaan dan mengambil langkah-langkah antisipasi.

Kepala BMKG menekankan pentingnya pemantauan informasi cuaca secara berkala. "Peringatan dini ini kami ulang-ulang. Terakhir tadi malam kami melakukan komunikasi langsung melalui telepon dengan Ibu Kalaksa BPBD Jawa Barat, SAR Bandung, serta beberapa BPBD di wilayah Banten dan Lampung. Wilayah-wilayah ini diperkirakan akan terdampak cuaca ekstrem," ujar Dwikorita Karnawati.

Meskipun sempat mengalami penurunan, kata dia, kondisi cuaca diprediksi akan kembali memburuk dan berpotensi ekstrem pada 10 hingga 11 Maret 2025 mendatang. BMKG meminta masyarakat untuk selalu memperbarui informasi cuaca setiap tiga jam, bahkan hingga setiap 30 menit sekali pada hari H.

"Mohon tindak lanjutnya, terutama untuk masyarakat yang berada di bantaran sungai sebelum mereka terjebak (banjir)," ucap Dwikorita.

Selain imbauan untuk memantau informasi cuaca, BMKG juga menyoroti pentingnya antisipasi terhadap infrastruktur yang rentan terhadap cuaca ekstrem. Hal ini penting untuk meminimalisir dampak buruk yang mungkin terjadi. Sebab jika curah hujan tinggi dan mengakibatkan banjir, maka jembatan bisa terdampak dan membawa bencana ganda.

"Jika ada jembatan yang sangat rawan, sebaiknya ditutup sementara," kata Dwikorita.

Dwikorita pun mewanti kepada warga yang ada di bantaran sungai, sebelum mengalami kesulitan saat curah hujan tinggi maka diupayakan ditempatkan ke wilayah yang lebih aman. Hal ini untuk mencegah mereka terjebak banjir. 

"Agar mereka tak terjebak barangkali bisa ada upaya untuk ditolong," pesannya.

Selain sungai dan masyarakat tinggal di bantaran sungai, Dwikorita juga mewaspadai mereka yang bermukim di dekat lereng-lereng yang rawan longsor. Jika sudah terdeteksi, dia minta agar warga segera diungsikan.

"Lereng-lereng mana yang akan longsor, itu kan sebetulnya sudah mulai kelihatan ya, ada retak-retak. Nah, mohon dengan hormat apabila ada peringatan dini, hal-hal yang seperti itu tuh mohon ditutup atau dialihkan atau diupayakan agar jangan sampai ada masyarakat yang mendekat ke sana," kata Dwikorita. 

Operasi Modifikasi Cuaca

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan melakukan modifikasi cuaca untuk mengurangi intensitas hujan dalam beberapa hari ke depan. Apalagi hujan lebat akibat cuaca ekstrem diperkirakan akan terjadi hingga 11 Maret 2025.  

"(Kita akan melakukan) operasi modifikasi cuaca ini BNPB akan melaksanakan sampai tanggal di depan," kata Kepala BNPB Suharyanto dalam rapat koordinasi, Kamis (4/3/2025).

BNPB berharap dengan adanya modifikasi cuaca bisa mengatasi dampak banjir yang melanda sejumlah wilayah untuk beberapa hari ke depan. “Mudah-mudahan dengan adanya koordinasi yang ini paling tidak hujan akan bisa kita kurangi untuk hari-hari ke depan,” katanya.

Suharyanto memastikan, terkait logistik dan bantuan makanan, BNPB akan menjamin setiap daerah mendapatkan suplai yang cukup. Jika ada kekurangan, pemerintah daerah diminta segera melaporkan ke BNPB agar dapat segera ditangani.  

Suharyanto juga memastikan BNPB akan turun langsung mendampingi Pemerintah Kota Bekasi dalam menangani dampak bencana ini. 

"Jangan khawatir (untuk daerah yang berdampak). Pemerintah pusat akan turun langsung dan memberikan pendampingan penuh dalam langkah-langkah penanganan banjir ini,” pungkasnya.

Suharyanto menegaskan, bahwa prioritas utama saat ini adalah evakuasi dan penyelamatan masyarakat yang terdampak bencana. Jika ada kekurangan perahu karet, daerah yang membutuhkan, seperti Depok, akan segera mendapatkan tambahan.

"Pertama evakuasi penyelamatan masyarakat ini betul-betul harus dilaksanakan hari ini harus semakin baik tadi kalau kekurangan perahu karet Depok segera nanti kita dorong,” ucap Suharyanto.

Infografis Strategi Gubernur Baru Tangani Banjir Jabodetabek

Infografis Strategi Gubernur Baru Tangani Banjir Jabodetabek.
Infografis Strategi Gubernur Baru Tangani Banjir Jabodetabek. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya