Perpustakaan Nasional Ikon Peradaban Bangsa

Catatan 40 Tahun Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 17 Mei 1980 - 17 Mei 2020.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Mei 2020, 17:00 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2020, 17:00 WIB
Perpustakaan Nasional RI
Siswa Sekolah Dasar (SD) membaca buku di ruang baca Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Jakarta, Selasa (18/2/2020). Selain megah dan memiliki koleksi lengkap, Perpusnas juga menyediakan ruangan perpustakaan untuk anak-anak, layanan untuk penyandang disabilitas dan lansia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Tidak terasa Perpustakaan Nasional kini telah berusia 40 tahun. Satu momentum usia yang cukup matang dan waktu yang cukup lama terentang antara 17 Mei 1980 sampai 17 Mei 2020. Berbagai dinamika dalam pengembangan perpustakaan telah dilalui dan banyak kemajuan telah dicapai.

Peradaban Bermula dari Tradisi Tulis Bangsa

Tidak semua negara dikaruniai peninggalan tertulis dari masa lalu. Sebagai negara dengan 714 ragam suku bangsa dan 652 bahasa daerah, Indonesia termasuk salah satu negara terkaya di dunia yang memiliki warisan naskah, baik dari segi jumlah maupun keragaman bahasa dan aksara. Naskah-naskah ini tersimpan bukan hanya di perpustakaan, museum, keraton, dan kolektor di Indonesia, melainkan juga tersebar di beberapa perpustakaan, museum, lembaga dan kolektor di luar negeri.

Disebutkan dalam Undang-Undang No 43 tahun 2007, tentang Perpustakaan pasal (1) ayat (4), bahwa Naskah Kuno adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam maupun di luar negeri, berumur sekurang-kurangnya 50 tahun dan memiliki arti penting bagi kebudayaan nasional, sejarah dan ilmu pengetahuan.

Berdasarkan penelusuran melalui katalog yang bersumber dari Endangered Archive Programs British Library for Indonesia Territory (2008-2016), keseluruhan naskah Nusantara yang tersebar di seluruh dunia berjumlah 58.947 eksemplar. Dari jumlah tersebut, 58 persen atau 33.519 eksemplar di antaranya berada di dalam negeri, selebihnya disimpan di berbagai lembaga di 27 negara dunia.

Naskah-naskah kuno Nusantara yang ditulis dalam aksara non-latin dan bahasa daerah, menjadi kesulitan tersendiri bagi masyarakat untuk memahaminya. Penelitian filologi menjadi salah satu langkah yang telah dilakukan Perpustakaan Nasional. Dengan pengalihbahasaan dan pengalihaksaraan dimungkinkan naskah-naskah tersbeut dibaca dan dipahami masyarakat secara umum.

Hingga tahun 2019, Perpustakaan Nasional tercatat memiliki 12.031 koleksi naskah Nusantara. Sejumlah 3.466 naskah di antaranya telah dikaji dan diteliti. Ada 1.849 judul naskah telah dialihmediakan dalam bentuk digital.

Beragam naskah kuno Nusantara yang kini merupakan koleksi Perpustakaan Nasional berasal dari Museum Nasional atau Museum Gadjah, yang pada masa kolonial dikenal dengan nama Bataviaasch Genootshap van Kunsten en Wetenshappen atau "Ikatan Kesenian dan Ilmu Kerajaan di Batavia", sebuah lembaga kebudayaan yang didirikan di Batavia, pada 1778. Bila merunut dari khazanah koleksinya, maka lembaga kebudayaan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Untuk kepentingan pelestarian naskah Nusantara, layanan preservasi Perpustakaan Nasional rajin menjemput bola terhadap naskah-naskah nusantara yang tersimpan di luar Perpustakaan Nasional, seperti di keraton, di rumah ahli waris, rumah ibadah dan lain-lain. Selain diperbaiki secara fisik sebagaimana proses perbaikan standar Perpustakaan Nasional, naskah-naskah ini juga dialihmediakan ke dalam bentuk digital. Jika tidak dimungkinkan diakusisi, Perpustakaan Nasional hanya menyimpan salinan atau digitalnya saja, sementara naskah asli tetap dipegang oleh pemiliknya. Hal ini penting untuk menyelamatkan naskah dari kerusakan atau diperjualbelikan ke luar negeri.

Hingga akhir 2019, tercatat ada 1.849 manuskrip, 963 buku langka, 260 terbitan berkala, 1.552 peta serta 5.716 gambar dan foto bersejarah koleksi Perpustakaan Nasional sudah dialihmediakan ke dalam bentuk digital. Selain itu, ada pula 1.012 koleksi audio yang sejak awal diserahkan oleh penerbit dalam format digital. Koleksi-koleksi Indonesiana ini secara daring dapat diakses di laman khastara.perpusnas.go.id.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Perpustakaan Nasional Sebagai Ikon Peradaban Bangsa

Peran Perpustakaan Nasional sebagai ikon peradaban bangsa berdiri di atas dua pijakan kokoh. Pijakan pertama, Perpustakaan Nasional memiliki tugas dan fungsi untuk menghimpun dan melestarikan khazanah intelektual bangsa berupa berbagai karya cetak dan karya rekam, sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 13 Tahun 2018, tentang Serah Simpan karya Cetak dan Karya Rekam. Pijakan kedua, Perpustakaan Nasional memliki tugas dan fungsi dalam rangka pemanfaatan berbagai karya cetak dan karya rekam sebagai khazanah intelektual bangsa, melalui layanan, pameran, membaca dan diskusi, pengemasan informasi dan penyediaan akses secara luas bagi masyarakat, sesuai amanat Undang-undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan.

Milan Kundera, penulis terkenal Perancis, mengatakan “Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradabannya, hancurkan buku-bukunya, maka pastilah bangsa itu akan musnah.” Gagasan ini menguatkan fungsi Perpustakaan Nasional dalam menjaga dan mengembangkan peradaban sebuah bangsa. Karena melalui berbagai bahan pustaka yang dihimpun dan dibaca masyarakat berbagai bentuk peradaban bangsa itu didokumentasikan, bahkan terus dikaji untuk dikembangkan bagi kepentingan bangsa di masa depan. 

Perpustakaan memberikan gambaran umum evolusi pemikiran manusia, penemuannya, dan apa yang telah dihasilkan untuk masyarakat. Dengan demikian, perpustakaan adalah pusat peradaban, lantaran kegiatan perpustakaan berkaitan dengan sejarah yang tidak lagi sekadar merawat serta mempertahankan koleksi. Tetapi, juga menjaga dan mempertahakan koleksi. Tantangan saat ini adalah bagaimana publik dapat mengakses dan memanfaatkan koleksi-koleksi bernilai sejarah itu untuk masa kini dan masa depan. Hal ini sejalan dengan pemikiran filsuf Luciano Floridi, “Tidak ada dokumentasi tidak ada sejarah, karena sejarah sesungguhnya identik dengan era informasi, karena prasejarah adalah masa  perkembangan manusia ketika belum tersedia  rekaman”. 

Perpustakaan melayani umat manusia. Untuk itu, perpustakaan menghargai semua bentuk pengetahuan, menggunakan teknologi secara cerdas untuk meningkatkan layanan, melindungi keterbukaan akses ke pengetahuan dan menghargai masa lalu untuk menciptakan masa depan. Unsur budaya yang mewarnai perpustakaan sebagai unit layanan pengetahuan dapat disandingkan dengan peran teknologi. Perpustakaan dan teknologi saling mendukung untuk mengelola dokumen masa lalu guna menciptakan masa depan. Untuk itu, Perpustakaan Nasional terus meningkatkan kualitas melestarikan dan menyediakan akses kepada publik melalui mekanisme digitalisasi.

Perpustakaan sebagai penyimpan khasanah budaya bangsa mampu meningkatkan nilai apresiasi budaya masyarakat. Hal ini merupakan fungsi kultural Perpustakaan. Fungsi kultural perpustakaan juga  mengarah pada beberapa upaya berikut. Pertama, pelestarian nilai-nilai kebudayaan. Perpustakaan dalam fungsi kultural memliki peran penting dalam merevitalisasi nilai-nilai budaya. Hal terpenting dalam upaya pelestarian khasanah budaya bangsa adalah   pelestarian nilai-nilai luhur budaya yang menjadi petunjuk sikap dan tingkah laku dalam kehidupan sosial budaya. Kedua, menumbuhkan kembali tradisi yang terputus. Penyalihan aksara dan penyaduran bahasa naskah-naskah kuno dari aksara dan bahasa aslinya ke dalam aksara dan bahasa yang digunakan oleh masyarakat kini telah banyak dilakukan oleh para filolog. Sumbangan mereka sangat besar dalam menghidupkan kejayaan masa lalu. Masa lalu menjadi aspek penting dalam kehidupan manusia, karena masa lalu adalah sumber inspirasi yang berfungsi sebagai pijakan menuju masa depan.

Koleksi kebudayaan di perpustakaan memiliki arti penting karena beberapa musabab. Pertama, sebagai informasi yang bisa menunjukkan unsur-unsur yang telah membentuk kebudayaan suatu bangsa. Kedua, sebagai sumber ilmu pengetahuan. Kebudayaan adalah hasil dari aktivitas cipta, karsa dan rasa manusia, sehingga muncul teknologi atau pengetahuan dari aktivitas tersebut yang bisa dimanfaatkan dan diperbarui. Ketiga, sebagai sumber kearifan atau nilai moral, kebudayaan memuat ajaran tentang bagaimana hubungan dengan orang lain itu seyogyanya dilakukan. Kearifan lokal yang terkandung dalam naskah-naskah Nusantara ini, selain dapat menjadi referensi dan alternatif solusi yang relevan untuk menyelesaikan masalah interaksi sosial manusia masa kini, juga menuntun masyarakat Indonesia untuk bersikap toleran dan menghargai keberagaman, memiliki etika sopan santun serta etos kerja dan jiwa kepemimpinan yang mengutamakan asas gotong royong yang sesuai dengan karakter bangsa.

Dalam kepentingan merawat semangat kebangsaan, semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang bermakna kesatuan dalam keragaman (Unity in Diversity) telah menjadi ruh kebangsaan yang merekatkan bermacam suku bangsa di seluruh Nusantara. Semboyan ini diadopsi dari sebuah naskah Jawa kuno berjudul Sutasoma karya Empu Tantular. Seandainya saja kitab kuno ini tidak pernah dibuka dan dipelajari, sepertinya semboyan yang kita agungkan sebagai semboyan persatuan bangsa Indonesia saat ini, tidak mungkin ada. Sebagai sumber sejarah, naskah Nusantara terbukti telah memberi sumbangan tak ternilai bagi sejarah budaya bangsa Indonesia. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika hanyalah salah satu dari sekian banyak warisan budaya yang sangat bermanfaat bagi literasi budi pekerti generasi bangsa. Naskah ini menjadi salah satu koleksi Perpustakaan Nasional.

Program Memory of the World (MoW) yang digagas dan diselenggarakan oleh UNESCO adalah sebuah program yang dikembangkan untuk melestarikan, melindungi dan membuka akses pada warisan dokumenter dunia yang dinilai sangat penting bagi sejarah dan kemanusiaan. Melalui program MoW, UNESCO berupaya melestarikan dan menyebarluaskan arsip-arsip dan koleksi berharga perpustakaan dari seluruh dunia yang disimpan dalam ruang penyimpanan dan pemeliharaan yang baik, serta dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Manuskrip atau dokumen masa lalu dapat diusulkan oleh satu negara atau beberapa negara secara bersama-sama kepada UNESCO untuk masuk dalam daftar MoW sepanjang memenuhi tiga syarat yang ditetapkan, yaitu orisinalitas atau keaslian naskah, dampak positif naskah tersebut untuk masyarakat dalam Negeri, serta kebermanfaatannya bagi masyarakat Internasional.

La Galigo, Babad Diponegoro, Negarakertagama serta Naskah Panji adalah dokumen bersejarah Indonesia yang telah diakui oleh kalangan Internasional, sudah terdaftar serta diterima oleh UNESCO sebagai ingatan dunia (Memory of the World). Hal ini tentu sangat membanggakan Indonesia, karena berbagai naskah itu menjadi bukti nyata bahwa bangsa kita memliki kearifan dan pengetahuan yang mendunia.

Dalam suasana dan masa Pandemi Covid-19 ini, Perpustakaan Nasional tidak kehilangan semangat untuk terus melayani masyarakat. Perpustakaan Nasional tetap melayani masyarakat dari rumah ke rumah dengan berbagai layanan daring, melalui berbagai paket kemas informasi melalui berbagai laman web tematikal di portal web www.perpusnas.go.id dan aplikasi Perpustakaan Digital berbasis gawai iPusnas.

Dirgahayu Perpustakaan Nasional RI yang ke-40. Salam literasi!

 

Dr. Joko Santoso, M.HumKepala Biro Hukum dan Perencanaan Perpustakaan Nasional

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya