Informasi Umum
PengertianBadan Pengelola Dana Perkebunan Kepala Sawit atau disingkat menjadi BPDPKS organisasi noneselon di bidang pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.
Diresmikan10 Juni 2015

Tugas

Mengutip website resminya, BPDPKS bertugas untuk melaksanakan pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan komite pengarah dengan memperhatikan program pemerintah. Adapun komite pengarah dimaksud terdiri dari 8 (delapan) kementerian, yakni Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Ketua), Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

BPDPKS Pro Petani Sawit atau Konglomerat?

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menegaskan bahwa pihaknya sangat mengedepankan kepentingan petani sawit dibanding dengan kepentingan konglomerat.

“Sebenarnya dari awal BPDPKS ini didirikan semangatnya bagaimana kita bisa membantu semua, untuk menjaga kepentingan pertanian rakyat,” kata Ketua Dewan Pengawas BPDPKS Rusman Heryawan, dalam webinar, Senin (29/6/2020).

Pertama sebanyak 51 persen lahan sawit dikelola oleh perusahaan besar, kedua sebanyak 41 persen ada di petani sawit rakyat, ketiga atau sisanya kurang dari 10 persen ada di Perkebunan Nusantara atau (PTPN).

Memang awalnya PTPN ini mengelola 100 persen lahan sawit, namun dengan adanya dinamika yang terjadi, maka perusahan swasta dan sawit rakyat lebih dominan dibanding PTPN.

“Ini yang pertama kita masuk ke sana, karena menjelang 2015 awal yang kita lihat harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit itu meluncur ke bawah turun sangat drastis, dan sangat dirasakan petani, karena harga TBS itu Rp 1000 per kg,” ujarnya.

Kemudian pemerintah mencari cara bagaimana agar harga TBS sawit ini naik. Memang sebelum tahun 2015, atau tahun-tahun sebelumnya harga TBS sawit itu murni sampai Rp 2000/kg, itulah zaman-zaman ke emasan sawit.

“Tapi mendekati 2015 itu menjadi bahkan di bawah Rp 1.000 per kg. kemudian kalau di keluarkan lagi biaya ongkos angkutan akhirnya banyak sekali petani sawit yang sulit memanen, sehingga petani tidak dapat apa-apa, sangat tidak menarik waktu itu. Padahal setiap petani sudah terlanjur membuang waktu dan uang untuk investasi menanam sawit, itulah yang menjadi kerisauan kita di tahun 2015,” ungkapnya.

Kemitraan Strategis Jadi Kunci Dorong UMKM Sawit Naik Kelas

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrahman mengatakan, salah satu strategi penting dalam membangun usaha kecil menengah dan koperasi berbasis sawit di era pandemi adalah kemitraan strategis.

“Kemitraan strategis antara perusahaan besar dengan usaha kecil menengah koperasi sawit dengan prinsip saling menguntungkan. Dalam upaya untuk meningkatkan daya saing,” kata Eddy dalam Webinar Kemitraan UKMK Sawit, Selasa (27/4/2021).

Sehingga akan meningkatkan peluang dari usaha kecil menengah dan Koperasi untuk naik kelas. Usaha kecil naik kelas menjadi usaha menengah dan uang menengah diharapkan bisa naik kelas ke yang besar.

Sementara, dari sisi kualitas produk-produk usaha kecil menengah dan koperasi sawit, diharapkan juga dapat lebih kompetitif baik dari kualitas produknya, desain, kemasan dan dari sisi manajemennya menjadi lebih baik dengan adanya kemitraan seperti yang diharapkan.

“Harapan kami akan diperoleh usulan solusi dan ide-ide kreatif dalam upaya meningkatkan peran usaha kecil menengah dan koperasi dalam perekonomian terutama di masa kolaborasi dan kemitraan dengan berbagai stakeholder terkait,” ujarnya.

Dimana kemitraan strategis ini menjadi bagian penting dari tindak lanjut dalam upaya memperkuat kelembagaan usaha kecil menengah dan koperasi sawit.

Lantaran, sektor perkebunan dengan komoditas sawit merupakan primadona yang menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.