Mengenal Istilah Dugong
Istilah dugong sering dikacaukan dengan istilah lain seperti “ikan duyung dan “putri duyung”. Dalam khasanah ilmiah, istilah “dugong” adalah satwa mamalia yang hidup di perairan laut dangkal yang makanannya boleh dikatakan eksklusif lamun (seagrass). Nama ilmiahnya adalah Dugong dugon.
Istilah dugong itu diambil dari bahasa Tagalog, “dugong”, yang bersumber dari bahasa Melayu, “duyung” atau “duyong” yang berarti “perempuan laut”. Istilah ini mungkin didasarkan pada banyaknya cerita atau dongeng lama tentang mahluk laut yang bentuknya setengah manusia (biasanya putri cantik) dan setengah ikan. Kisah tentang “putri duyung” sudah sangat populer di masyarakat kita. Banyak dongeng yang menceritakan bahwa satwa dugong itu leluhurnya adalah manusia
Di mancanegara pun banyak dongeng tentang mahluk laut yang setengah perempuan dan setengah ikan. Dalam bahasa Inggris istilah yang populer untuk manusia setengah ikan ini adalah mermaid. Konon dongeng tentang mermaid ini bersumber dari para pelaut zaman dahulu yang melihat satwa dugong di permukaan laut dari kejauhan, dengan sedikit imajinasi, tampak mirip seperti seorang perempuan yang bisa memeluk dan menyusui anaknya seperti manusia.
Kekacauan istilah yang juga banyak terjadi ialah anggapan dugong itu adalah ikan, seperti sering kita jumpai istilah ikan duyung. Padahal dugong bukanlah ikan yang mempunyai ciri bernapas dengan insang, dan umumnya bersisik. Karena banyaknya kekacauan istilah ini, maka istilah dugong sebaiknya digunakan hanya dalam pengertian satwa mamalia laut. Sedangkan istilah ikan duyung dan putri duyung digunakan untuk merujuk pada tokoh dalam kisah dongeng atau legenda yang dalam istilah Inggris dikenal dengan mermaid.
Kerap Menjadi Buruan
Dugong kerap menjadi buruan masyarakat dan kerap terperangkap jaring nelayan seperti di wilayah Morotai. Ketika tertangkap, banyak masyarakat menjadikannya peliharaan hingga belasan tahun. Dugong sendiri adalah mamalia laut yang siklus hidupnya sangat singkat, usia paling lama 60 tahun. Populasinya sedikit karena masa reproduksinya cukup lama sampai tujuh tahun, dan hanya melahirkan satu bayi di setiap kelahiran.
Selain itu, kebiasaan masyarakat di beberapa wilayah Indonesia mengonsumsi daging dugong. Bahkan jika mendapatkan tangkapan dugong, pestanya lebih mewah dari pesta perkawinan. Hal itu dikarenakan masih ada mitos di masyarakat mengambil air mata dugong dan taringnya untuk pesugihan.
Jika hal itu terus dibiarkan, akan menurunkan populasi dugong yang menjadi indikator kunci kelestarian padang lamun yang merupakan tempat makan satwa laut tersebut.
Manfaat Dugong untuk Biota Laut
Dalam dunia hewan, pemakan tumbuhan lazim disebut herbivor. Dugong dikenal sebagai mamalia laut satu-satunya yang hidupnya herbivor, dan sangat bergantung pada tumbuhan lamun (seagrass). Kerabat dekat dugong, manatee (Trichechus), yang masih sama-sama dibawah keluarga (familia) Dugongidae, lingkup hidupnya lebih luas, tidak saja di laut tetapi juga sampai ke perairan payau dan perairan tawar. Manatee termasuk herbivor pula, tetapi jenis makanannya jauh lebih beragam dari dugong.
Dugong termasuk sangat pemilih dalam urusan makan. Dari sekitar 20 jenis lamun yang dikenal di perairan Asia, hanya sekitar 13 jenis yang terdapat di Indonesia. Tetapi yang menjadi makanan favorit dugong lebih terbatas. Tidak seperti hewan herbivor lainnya yang lebih menyukai tumbuhan yang berserat atau berselulose, dugong lebih memilih jenis tumbuhan lamun yang lembut dan mudah dicerna, tetapi mempunyai nilai gizi tinggi. Berbeda dengan penyu yang memakan lamun hanya pada bagian daunnya saja, dugong mencongkel dan menggali seluruh tumbuhan lamun, sampai ke akar-akarnya, untuk dimakan.
Dugong lebih menyukai jenis-jenis lamun pioneer seperti genus Halophila dan Halodule, yang bagian atasnya (bagian daun) mempunyai kandungan N (nitrogen) yang tinggi dan rendah serat, dan bagian bawah tanahnya (berupa rhizoma atau rimpang dan akar) yang banyak mengandung karbohidrat dan berenergi tinggi. Strategi dugong dalam urusan makan ini memang lebih memaksimalkan nilai gizi dari pada kuantitas bahan yang dimakan.