Puan Maharani lahir di Jakarta, 6 September 1973, merupakan anak ketiga Megawati atau anak pertama Megawati dari suaminya Taufiq Kiemas. Terlahir dalam keluarga politisi membuat ia sejak kecil sudah terbiasa dengan hingar bingar panggung politik. Ia menjabat sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia pada kabinet kerja Jokowi-JK (2014-2019). Puan mendapatkan darah politik dari ibunya, Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri dan kakeknya, presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno.
Karir politik Puan berawal dari keterlibatannya dalam organisasi politik DPP KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) Bidang Luar Negeri pada 2006. Ia masuk dalam tim pemenangan ibunya, Megawati, di pemilihan presiden 2009.
Puan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2009 dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah V meliputi Surakarta, Sukoharjo, dan BOyolali. Ia bahkan pernah menjabat sebagai Ketua Fraksi PDI-P di DPR RI untuk masa jabatan 2012-2014.
Masa Kecil
Kisah Puan Maharani kecil, seorang cucu Proklamator RI, tak berbeda dengan anak-anak lainnya. Ia menikmati masa kecilnya dengan bermain kelereng dan congklak. Bahkan ia sering bermain di selokan depan rumahnya untuk mengambil ikan gapi dan belut.
Puan menjalani pendidikan dasar di SD Perguruan Cikini, Jakarta. Setelah lulus SD tahun 1985, ia melanjutkan ke SMP Perguruan Cikini dan lulu pada 1988. Kemudian menjalani pendidikan SMA di Perguruan Cikini dan lulus tahun 1991. Akhirnya Puan menamatkan pendidikan di Jurusan Komunikasi Massa (FISIP) Universitas Indonesia.
Dunia politik mulai diperhatikan Puan sejak ia duduk di bangku SMP. Saat itu ibunya, Megawati, aktif kembali di dunia politik Indonesia. Puan sering memperhatikan bagaiman seorang politisi bekerja melalui ibunya. Karena itulah ia terbiasa dan belajar melalui berbagai acara politik bersama ibunya.
Penikmat Jamu Sejak Kecil
Cerita menarik dari Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Kebudayaan, Puan Maharani. Politikus partai moncong putih itu punya kebiasaan mengonsumsi jamu sejak kecil.
Tradisi meminum jamu itu, kata Puan, diwariskan sang Ibu, Megawati Soekarno Putri. "Sejak jadi perempuan kecil, saya selalu dicekokin kunyit asam oleh Ibu. Kata beliau, saya harus minum jamu mulai dari kecil supaya manfaatnya bisa dirasakan saat saya berusia 30 tahun ke atas," tutur dia di Kantor Kemenko Perekonomian.
Kisah Puan berlanjut. Dia menceritakan, betapa hebohnya sang Ibu ketika dirinya menikah dan melahirkan buah hati. Supaya tetap kondisi pulih paska melahirkan, Megawati selalu menyuguhkan minuman jamu di samping mengonsumsi obat dari dokter.
"Jadi 40 hari setelah melahirkan, minum obat iya, minum jamu juga. Jamu saya sampai setumpuk, entah itu kapur sirih pakai jeruk nipis atau lainnya. Saya ikut saja, dan sekarang seperti menjadi kebiasaan kalau nggak minum jamu apalagi kunyit asam kesukaan saya, lemas," papar dia.
Tetap Dekat dengan Anak
Sibuk kerja bukan berarti tak punya waktu dengan anak. Begitu pula yang dirasakan politisi PDI Perjuangan Puan Maharani. Ia mempunyai trik agar tetap bisa dekat dengan anak dan suaminya. "Karena saya tahu terjun politik nggak ada jadwalnya, bisa sampai malam. Saya sudah membiasakan anak saya dengan quality time," kata Puan saat berkunjung ke Redaksi Liputan6.com. Menurut Puan, quality time yang dimaksud adalah ia akan berusaha ada di setiap saat anak-anaknya membutuhkannya.
"Setiap saat mereka butuh saya, saya ada di tengah mereka. Pokoknya mama besok nggak boleh pergi, karena aku mau ambil raport misalnya. Saya yang datang ke sekolahan. Mama dipanggil ke sekolah karena aku bandel, saya datang ke sekolah, nanti lagi anak ibu jatuh, saya sedang mimpin rapat di DPR saya berhenti, jemput anak kesekolah" kata wanita berambut panjang ini.
Tak hanya itu, Puan juga menyempatkan waktu berkualitasnya itu untuk liburan bersama dua anaknya dan suaminya. Bahkan saat liburan itu, dua anaknya selalu saja menempel dengannya. Dengan waktu yang berkualitas itu, lanjut Puan, hubungannya dengan keluarga tetap terjaga.
Cara Menikmati Hidup
Politisi PDI Perjuangan Puan Maharani menyadari risiko berkecimpung di dunia politik. Salah satunya, tekanan politik bisa membuat orang stres. Namun, Puan tak ingin dibuat stres hanya karena politik. Apa triknya?
"Yang paling penting nikmati hidup, bersyukur dengan apa yang kita miliki hari ini. Kalau kita tak bisa menikmati pilihan hidup kita, itu sebenarnya yang membuat stres," ujarnya saat berkunjung ke Redaksi Liputan6.com.
Selain menikmati hidup, Puan juga menjaga keseimbangan hidup. Di tengah banyaknya kegiatan, ia tetap bercengkeraman dengan ibu-ibu seusianya, berkumpul bersama teman sambil mengobrol masalah ringan seperti kecantikan, menonton film, atau mendengarkan musik.
Yang jelas, lanjut Puan, ia tak ingin meniru gaya ibu-ibu pejabat yang selalu mensasak rambutnya dan menggunakan pakaian lebih formal. Ia lebih senang menjadi dirinya apa adanya. "Yang penting praktis dan tak menyalahi norma yang ada."
Ingin Jadi Artis
Sebagai seorang politisi, Puan Maharani, punya kesibukan yang luar biasa padat. Meski begitu, masih ada satu keinginannya yang hingga kini belum terwujud, yaitu ingin terjun ke dunia akting. Ya, dirinya hendak menjajal kemampuannya di dunia yang berbeda dari biasanya. Apalagi, Puan mengaku meski sebagai politikus, namun tak sedikit teman-temannya yang bekerja di bidang seni.
"Saya nggak mau main film, tapi kalau pengalaman sih ada. Boleh juga sekali-sekali main sinetron. Karena berakting sama dengan berpolitik, sama-sama panggung sandiwara," ujar Puan saat berkunjung ke redaksi Liputan6.com.
Puan mengaku dirinya sempat mendapat tawaran main film, tapi hingga kini belum ada realisasi. "Bisa nggak ya main film. Pura-pura nangis, sedih, bahagia, tertawa. Dalam panggung politik itu juga ada. Kalau saya sedih, tapi harus pidato, jadi saya harus bisa tertawa," tandas Puan.
Tak Suka yang Aneh-aneh Buat Kecantikan
Politisi PDI Perjuangan Puan Maharani tak suka yang aneh-aneh untuk merawat kecantikan wajah dan rambutnya. Apalagi kesibukan membuatnya tak memungkinkan harus berjam-jam di salon."Saya nggak suka yang aneh-aneh, dalam artian suka habiskan waktu berjam-jam di salon untuk merawat rambut atau merawat kuku. Kesibukan saya nggak memungkinkan hal seperti itu. Saya juga memang simpel," kata Puan.
Soal makeup saja, putri dari Megawati Soekarnoputri itu lebih memilih yang sederhana. Ia tak suka memakai makeup yang mencolok. Ritual yang selalu dilakukan Puan tak berbeda dengan wanita lainnya. Sesudah mandi menggunakan body lotion. Selain itu, Puan tak pernah lupa menggunakan tabir surya. Apalagi jika harus bepergian ke luar daerah di bawah teriknya matahari.
"Saya sering ke daerah kena matahari di lapangan. Nggak bisa ketemu masyarakat dipayungin mungkin lebih banyak pakai sunblock dan minum air putih," ujarnya.
Mega-Taufik, Mumu dan Pupu yang Unik
Saat memberi sambutan dalam peluncuran buku biografi Taufik Kiemas, "Gelora Kebangsaan Tak Kunjung Padam", Puan Maharani membongkar kebiasaan kedua orang tuanya. Yang ia panggil dengan sebutan "mumu" dan "pupu". "Kami bertiga, saya dan kakak-kakak saya melihat bahwa orang tua kami adalah sosok yang unik," kata Puan di Balai Kartini, Jakarta.
Meski sama-sama tokoh politik, keduanya tak pernah bicara soal politik satu sama lain. Padahal, tujuan, cita-cita sama, hanya cara mereka berbeda. Menurut Puan, selama ini orang melihat Taufiq sebagai sosok ekspresif dan egaliter, sementara Mega introvert dan tidak banyak bicara. "Mereka adalah satu kesatuan dwi tunggal yang saling menopang, saling mendukung, dan saling melengkapi."Â
Ini salah satu contohnya, "saya ingat saat Ibu Mega baru terjun di politik banyak yang meragukan. Pak Taufik selalu ada di samping mendukung Bu Mega, Alhamdulillah beliau bisa menjadi satu-satunya pemimpin wanita di Indonesia," kata Puan. Sebaliknya, saat kondisi Taufiq tidak baik, Mega selalu ada. "Bahkan saat dirawat di rumah sakit Singapura, Ibu Mega tiga minggu di sana tidak pulang."
Berurai Air Mata, Teringat Almarhum Taufiq Kiemas
Puan Maharani berurai air mata saat menghadiri peluncuran buku berjudul "Pak Taufiq dan Bu Mega-Catatan Ringan, Lucu, dan Unik dari Keluarga Politik" karya Rahmat Sahid. Puan teringat almarhum ayahnya, Taufiq Kiemas.
"Mulai dari halaman 135 (buku tentang Taufiq). Hari-hari yang terlihat di keluarga kami bertiga, kemudian sekarang, berkurang, hanya tinggal Ibu dan saya," kata Puan berurai air mata di gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Sebagai keluarga politik dirinya sangat merasakan kehilangan, lantaran sikap politis yang mereka bangun di dalam keluarga saling bersinergi. "Tentu juga saya harus mengatakan kami memang keluarga politik. Tadi dikatakan Qodari (pengamat politik) dari dahulu sudah ada penugasan-penugasan dari ketum berkaitan tugas saya, saat ingin melaksanakan tugas dari ketum untuk menjadikan Taufiq Kiemas (sebagai) Ketua MPR. Saya bisa katakan, tandem di antara kami bertiga dilakukan secara sinergis dari dulu," terangny
Taufiq meninggal dunia di Singapura, Sabtu 8 Juni 20 13 pukul 19.05 waktu setempat. Taufiq dirawat karena kelelahan setelah menjalankan tugas negara pada 1 Juni 2013 di Ende, Nusa Tenggara Timur, dalam rangka memperingati kelahiran Pancasila.