Jenderal Polisi (Purn.) Drs. H. Sutarman lahir di Weru, Sukoharjo, Jawa Tengah pada 5 Oktober 1957. Kepala Kepolisian ke-21 RI ini pernah menjadi Ajudan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Ia juga menggantikan empat jabatan Timur Pradopo, yakni Kakaskus Lemdiklat Polri, Kapolda Jawa Barat, Kapolda Metro Jaya, dan Kapolri.
Sutarman adalah anak seorang petani dari pelosok desa. Ia adalah anak sulung Pawiro Miharjo dan Samiyem dari lima bersaudara. Ia dikenal ulet, pintar, disiplin, rajin, dan pekerja keras. Sejak remaja Sutarman punya keinginan masuk Akademi Polisi. Padahal seluruh anggota keluarganya berprofesi sama dengan penduduk desa lain. Seperti remaja desa lainnya, Sutarman memiliki aktivitas seperti bertani di sawah, menggembala kerbau, mencari rumput, dan menjual bambu.
Sutarman menempuh pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah Ganggang, Sukoharjo. Lalu melanjutkan ke SMP Muhammadiyah Cawas, Klaten. Dan dilanjutkan ke STM di Sukoharjo jurusna mesin. Lulus STM, Sutarman mencoba masuk Akabri bagian polisi pada 1978, namun gagal. Dia lalu bekerja sebagai tukang aspal jalan di Semarang. Selain itu, Sutarman juga pernah menjadi kuli bangunan, berjualan bambu keliling. Bahkan dia pernah membantu temannya berjualan tongseng keliling di sekitar Pasar Gembrong, Jakarta. Akhirnya pada 1979 dinyatakan lulus menjadi taruna di Akademi Kepolisian.
Terima Bintang Bhayangkara Utama dari SBY
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menganugerahkan tanda kehormatan Bintang Bhayangkara Utama dan Satyalancana Wira Karya kepada Kapolri Jenderal Polisi Sutarman. Namun bukan SBY yang menyematkan tanda
kehormatan itu, melainkan Djoko Suyanto (Menkopolhukam saat itu).
tanda jasa yang disematkan kepada Sutarman ini adalah yang tertinggi. Tak semua personel polisi mendapatkan bintang jasa itu.
Ini bintang yang diberikan kepada personel kepolisian yang dinilai telah berjasa dalam pengabdiannya tanpa cacat serta memajukan kepolisian RI dalam menjalankan misi mengamankan negara.
Dulu Rumah Saya 'Tempat Jin Buang Anak'
Kediaman Sutarman itu berdinding kayu jati yang diukir dengan model gebyok gaya Kudus. Ruang tamu berornamen tumpang songo dihiasi lampu gantung tradisional khas Jawa. Di tempat inilah Sutarman dan keluarga menyambut ramah para anggota Komisi III yang datang dalam rangka melakukan uji kelayakan dan kepatutan.
Saat tiba di kediaman Sutarman, para tamu disambut dengan gerbang kayu setinggi 2 meter. Di balik gerbang, sebidang halaman minimalis yang dipenuhi tanaman hijau dan rimbun menyejukkan pandangan. Sutarman menjelaskan, rumah ini sudah ditempatinya bersama keluarga selama puluhan tahun. Dibeli dari gaji selama bekerja sebagai anggota Polri.
"Sudah puluhan tahun kami tinggal di sini. Dulu ini tempat jin buang anak. Kita tinggal di lingkungan Betawi dan di belakang sini juga ada kampung dan kami tinggal bersama masyarakat di sini," kata Sutarman di kediamannya.
"Dan akhirnya saya punya tempat ini. Selama saya di Jakarta saya tinggal di sini, dengan keringat saya susah payah membangun rumah dan keluarga ini," tambah mantan Kapolda Metro Jaya ini.
Cara Berantas Korupsi di Tubuh Polri
Korupsi di Indonesia masih marak. Bahkan belakangan menyentuh pejabat yang menjadi garda terdepan penegak keadilan. Atas kondisi tersebut, Kapolri Jenderal Pol Sutarman menegaskan dirinya tidak pandang bulu untuk menindak jajaran Korps Bayangkara yang melakukan tindak pidana korupsi dalam hal penyimpangan anggaran.
Guna mengantisipasi tindak pidana korupsi di institusinya, Sutarman segera meningkatkan pengawasan dan kinerja jajarannya dalam hal penggunaan uang negara di instansi Polri, baik oleh lembaga internal Polri, maupun lembaga pengawasan eksternal.
"Dengan meningkatkan pengawasan terhadap kinerja dan penggunaan uang negara, melalui pengawasan internal maupun eksternal," terang dia.
Selain itu, Sutarman segera membuat zona bebas antikorupsi serta pakta integritas agar korupsi di institusi Polri dapat dicegah di lingkungan Mabes Polri, Polda, Polres serta Polsek. "Membuat zona bebas korupsi, pakta integritas," tandas Sutarman. Transparency International Indonesia (TII) kembali mengeluarkan daftar Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index/CPI) 2013. Dalam penghitungannya, Transparency International memberi skor antara 0 dan 100. Skor 0 berarti sektor publik sebuah negara dianggap sangat korup, dan 100 berarti dianggap sangat bersih.
Kegiatan Usai Tak Jadi Kapolri
Prosesi pisah sambut Kapolri pun telah dilakukan antara Sutarman dan Badrodin di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan. antas apa kegiatan Sutarman usai tak menjabat di kepolisian?
"Saya sudah janji pada diri saya dan keluarga setelah selesai tugas di kepolisian, saya akan nikmati sisa hidup saya bersama keluarga dan semoga bisa bermanfaat bagi keluarga, lingkungan masyarakat. Saya tidak akan turun ke dunia pemerintahan dan politik," kata Sutarman.
Meski demikian, ia mengaku tidak akan meninggalkan begitu saja korps yang telah membesarkan namanya. Jenderal bintang empat itu mengatakan, jika Polri membutuhkan, ia tak akan segan memberikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya. "Saya lihat suasananya, kalau memang diperlukan, mungkin bisa kita sumbangkan ilmu, demi kemajuan kepolisian Indonesia," ucap Sutarman.