Liputan6.com, Jakarta Keseriusan pemerintah mengembangkan sumber energi alternatif masih belum sepenuh hati. Selang 3 tahun, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan diksusi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), ternyata program pengembangan bioethanol masih mandek di jalan.
Direktur Bio Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, penyerapan bioethanol di Indonesia masih mengalami kendala.
Advertisement
Padahal pihaknya sudah memiliki rencana untuk mencampur bioethanol dengan Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Bioethanol tiga tahun bahas ke Menteri Keuangan belum berhasil, padahal road map sudah tersedia," kata Dadan, dalam Indonesia EBTKE ConEx 2014, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis (5/6/2014).
Dia mengaku pasokan biosolar sebenarnya terus meningkat. Meski kenyataan di lapangan program campuran Bahan Bakar Nabati (BBN) ke BBM belum berjalan.
Bahkan, 2016 penyerapan campuran biosolar ditargetkan meningkat mencapai 20% yang sebelumnya 10%. Hal ini akan menjadikan Indonesia sebagai negara terbesar dalam mencampur BBN dengan BBM.
"Dua tahun lagi rencananya masuk ke campuran lebih tiggi 20%. Ini sesuatu hal membuat hati-hati harus berani tidak ada contoh di atas 10%, Indonesia sekarang terdepan BBNnya, saya kira Indonesia harus bangga menjadi leading pemanfaatan biodisel dunia," tegas dia.
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Rida Mulyana menjelaskan, mandeknya program penyerapan bioethanol terkendala masalah harga yang disepakati antara Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan.
"Ini belum berkembang karena harga ethanol belum sepakat meskipun sudah diaudit BPKP," pungkasnya. (Pew/Nrm)
Advertisement