Liputan6.com, Kairo - Hamas menyatakan terbuka terhadap kesepakatan untuk mengakhiri perang di Gaza yang akan membebaskan semua sandera dan mengamankan gencatan senjata selama lima tahun, kata seorang pejabat pada hari Sabtu (26/4) saat para negosiator kelompok tersebut mengadakan pembicaraan dengan para mediator seperti dikutip dari AFP, Minggu (27/4/2025).
Delegasi Hamas berada di Kairo untuk berdiskusi dengan para mediator Mesir mengenai jalan keluar dari perang yang telah berlangsung selama 18 bulan tersebut, sementara, di lapangan, para penyelamat mengatakan serangan Israel menewaskan sedikitnya 35 orang.
Baca Juga
Hampir delapan minggu setelah blokade bantuan Israel, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan persediaan makanan dan medis hampir habis.
Advertisement
Pejabat Hamas, yang berbicara kepada AFP dengan syarat anonim, mengatakan kelompok militan Palestina "siap untuk pertukaran tahanan dalam satu gelombang dan gencatan senjata selama lima tahun".
Upaya terbaru untuk kesepakatan gencatan senjata ini terjadi setelah proposal Israel yang ditolak Hamas awal bulan April ini sebagai "sebagian", dan sebaliknya menyerukan perjanjian "komprehensif" untuk menghentikan perang yang dipicu oleh serangan kelompok itu pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel.
Penolakan tawaran Israel tersebut, menurut seorang pejabat senior Hamas, mencakup gencatan senjata selama 45 hari dengan imbalan pengembalian 10 sandera yang masih hidup.
Hamas secara konsisten menuntut agar kesepakatan gencatan senjata harus mengarah pada berakhirnya perang, penarikan penuh Israel dari Jalur Gaza, dan lonjakan bantuan kemanusiaan.
Penarikan pasukan Israel dan "berakhirnya perang secara permanen" juga akan terjadi, seperti yang digariskan oleh presiden AS saat itu Joe Biden, di bawah fase kedua gencatan senjata yang telah dimulai pada 19 Januari tetapi gagal dua bulan kemudian.
Hamas Upayakan Pembicaraan Fase Kedua Gencatan Senjata
Hamas telah mengupayakan pembicaraan pada fase kedua gencatan senjata, tetapi Israel menginginkan fase pertama diperpanjang. Israel menuntut pengembalian semua sandera yang ditawan dalam serangan tahun 2023, dan pelucutan senjata Hamas, yang ditolak kelompok itu sebagai "garis merah".
"Kali ini kami akan menuntut jaminan mengenai berakhirnya perang," kata Mahmud Mardawi, seorang pejabat senior Hamas, dalam sebuah pernyataan.
"Pendudukan dapat kembali berperang setelah kesepakatan parsial apa pun, tetapi tidak dapat melakukannya dengan kesepakatan komprehensif dan jaminan internasional."
Kemudian pada hari Sabtu (26/4), pejabat senior Hamas Osama Hamdan menegaskan kembali bahwa "setiap proposal yang tidak mencakup penghentian perang yang komprehensif dan permanen tidak akan dipertimbangkan."
"Kami tidak akan meninggalkan senjata perlawanan selama pendudukan berlanjut", katanya dalam sebuah pernyataan.
Advertisement
Israel Kembali Gempur Gaza
Israel kembali menggempur Gaza pada hari Sabtu (26/4).
Mohammed al-Mughayyir, seorang pejabat di badan penyelamatan pertahanan sipil wilayah itu, mengatakan kepada AFP bahwa jumlah korban tewas telah meningkat menjadi sedikitnya 35 orang.
Di Kota Gaza, di utara wilayah itu, pertahanan sipil mengatakan serangan terhadap rumah keluarga Khour menewaskan 10 orang dan menyebabkan sekitar 20 orang lainnya terperangkap di reruntuhan.
Umm Walid al-Khour, yang selamat dari serangan itu, mengatakan "semua orang sedang tidur dengan anak-anak mereka" ketika serangan itu terjadi dan "rumah itu runtuh menimpa kami."
Di tempat lain di Gaza, 25 orang lainnya tewas, kata tim penyelamat.
Sejauh ini belum ada komentar langsung dari militer Israel mengenai serangan terbaru itu, tetapi dikatakan bahwa "1.800 target teror" telah diserang di seluruh Gaza sejak operasi militer dimulai kembali pada 18 Maret.
Militer menambahkan bahwa "ratusan teroris" juga tewas.
Qatar, AS, dan Mesir jadi Penengah Gencatan Senjata yang Dimulai 19 Januari
Qatar, Amerika Serikat, dan Mesir menjadi penengah gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari dan memungkinkan lonjakan bantuan, di samping pertukaran sandera dan tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel.
Karena Israel dan Hamas tidak sepakat mengenai fase gencatan senjata berikutnya, Israel menghentikan semua bantuan ke Gaza sebelum melanjutkan pemboman, diikuti oleh serangan darat.
Sejak itu, menurut kementerian kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas, sedikitnya 2.111 warga Palestina telah tewas, sehingga jumlah korban tewas perang di Gaza secara keseluruhan menjadi 51.495 orang, sebagian besar warga sipil.
Serangan Hamas yang memicu perang mengakibatkan kematian 1.218 orang di pihak Israel, sebagian besar juga warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel.
Militan juga menculik 251 orang, 58 di antaranya masih ditahan di Gaza, termasuk 34 orang yang menurut militer Israel telah tewas.
Israel mengatakan operasi militer tersebut bertujuan untuk memaksa Hamas membebaskan tawanan yang tersisa.
Pada hari Jumat (25/4), Program Pangan Dunia (WFP) PBB mengatakan dapur umum yang memasok makanan di Gaza "diperkirakan akan kehabisan makanan dalam beberapa hari mendatang".
Pada hari Sabtu (26/4), rekaman AFP menunjukkan antrean orang-orang yang menunggu makanan di depan dapur umum.
"Tidak ada makanan di dapur umum, tidak ada makanan di pasar... Tidak ada tepung atau roti," kata penduduk Gaza utara Wael Odeh.
Seorang pejabat senior PBB, Jonathan Whittall, mengatakan warga Gaza "sekarat perlahan".
"Ini bukan hanya tentang kebutuhan kemanusiaan tetapi juga tentang martabat," Whittall, kepala Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan di wilayah Palestina, mengatakan kepada wartawan.
Advertisement
