Harga Ekspor LNG Tangguh ke China Naik Mulai 1 Juli

Mulai 1 Juli, harga ekspor LNG Tangguh ke Fujian naik menjadi US$ 8 per mmbtu.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 30 Jun 2014, 15:37 WIB
Diterbitkan 30 Jun 2014, 15:37 WIB
Gas
(Foto:Antara)

Liputan6.com, Jakarta Setelah 1,5 tahun melakukan renegosiasi, akhirnya China setuju untuk menaikkan harga beli gas alam cair (LNG) dari Kilang Tangguh, Papua Barat. Harga beli LNG Tangguh naik dari US$ 3,3 per juta british thermal unit (mmbtu) menjadi US$ 8 per mmbtu.

Penjualan gas Tangguh ke China yang kontraknya diteken pada era pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri dipatok pada sebesar 5,5 persen x Japan Crude Cocktail (JCC) atau berdasarkan harga minyak di Jepang. Saat itu,  harga JCC dipatok maksimum US$ 26  per barel.

Menurut Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, hal itu membuat harga LNG Tangguh yang dijual ke China menjadi sangat rendah yaitu US$ 2,7 per juta british thermal unit (mmbtu).

Kemudian pemerintah melakukan renegosiasi dan berhasil mendongkrak harga JCC naik menjadi US$ 28 per barel, sehingga harga jual gas menjadi US$ 3,3 per mmbtu. 

Tak sampai di situ, harga hasil renegosiasi masih cukup rendah. Apalagi jika dibandingkan dengan harga ekspor LNG Indonesia yang sudah menembus US$ 18 per mmbtu.

Untuk itu pemerintah kembali melakukan renegosiasi. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampai bertemu dengan Presiden China Hu Jintao guna membahas nasib harga gas Tangguh. 

Akhirnya setelah melakukan renegosiasi yang cukup panjang, tercapai kesepakatan bahwa harga LNG Tangguh sudah tidak dipatok dengan JCC di angka tertentu sehingga harganya mengikuti pergerakan harga minyak.

"Mulai 1 Juli , patokan harga ekspor LNG Tangguh ke Fujian yaitu 0,065 JCC+1,5. Kalau JCC-nya US$ 100 per barel, maka harganya menjadi US$ 8 per mmbtu.  Kalau JCC-nya,  US$ 110 maka harganya menjadi US$ 8,65 per mmbtu," tutur Jero Wacik di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (30/6/2014).

Dengan kesepakatan ini harga akan naik terus menjadi US$ 10,3 per mmbtu pada 2015, kemudian menjadi US$ 12 per mmbtu di tahun berikutnya dan tahun 2017 menjadi US$ 13,3 per mmbtu.

"Kontrak ini akan berlaku sampai 2034. Kalau ini bertahan sampai 2034 maka rata-rata harganya nanti jatuhnya harganya di angka US$ 12,8 per mmbtu. Ini kenaikan 4 kali lipat dari tahun lalu," tuturnya. (Yas/Ndw)


Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya