Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) akan menelusuri data transaksi kartu kredit nasabah bank sepanjang tahun ini. Tujuannya guna mengoptimalkan penerimaan pajak dengan membidik Wajib Pajak yang belum memenuhi kewajiban secara benar.
Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Pajak Jakarta Pusat, Angin Prayitno Aji mengungkapkan, Kanwil Pajak Jakarta Pusat ditargetkan oleh kantor pusat meraup penerimaan pajak sebesar Rp 79,2 triliun dari patokan target nasional Rp 1.360 triliun hingga akhir 2016.
"Sedangkan realisasi sampai dengan hari ini sudah terkumpul sekitar Rp 14 triliun. Target tersebut tidak mudah saat kondisi perekonomian masih sulit," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com,Jakarta, Jumat (1/4/2016).
Baca Juga
Sebagai upaya merealisasikan target penerimaan tersebut, Prayitno mengaku, DJP saat ini sangat mengandalkan keterbukaan data khususnya dari perbankan, dalam hal ini data transaksi kartu kredit nasabah, bukan saldo rekening.
"Kami makin kaya data, walaupun tax amnesty belum pasti. Tapi jangan berharap banyak. Anggap saja tidak ada tax amnesty, jadi kami harus mengumpulkan data lebih agresif termasuk data kartu kredit," jelasnya.
Sebanyak 23 bank wajib menyampaikan data dan informasi kartu kredit nasabah untuk kepentingan perpajakan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2016.
PMK tersebut merupakan Perubahan Kelima Atas PMK Nomor 16/PMK.03/2013 yang mengatur tentang Rincian Jenis Data dan Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Yang Berkaitan Dengan Pekerjaan.Â
"Ini kan berkaitan dengan konsumsi Wajib Pajak berapa setiap hari, setiap bulan atau setiap tahun. Lalu di cross check dengan penghasilan berapa. Masa melaporkan SPT pajak pendapatan cuma Rp 1 juta, tapi konsumsi atau belanja bisa mencapai Rp 10 juta. Ini tidak wajar," tegas Prayitno.
Ia mengimbau kepada seluruh Wajib Pajak yang belum melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan secara benar agar segera diperbaiki. Pasalnya, saat ini Wajib Pajak tidak dapat menghindar dari sistem DJP yang semakin kuat dan canggih.
Unit Eselon I Kemenkeu tersebut juga menggandeng sejumlah Kementerian, Lembaga dan instansi lain untuk mendukung langkah DJP dalam memaksimalkan penerimaan pajak dan memberikan rasa keadilan kepada orang-orang yang telah membayar kewajiban secara benar.
"Jadi kita sarankan supaya betulin SPT-nya yang selama ini tidak sesuai dengan penghasilan dan konsumsi atau belanja sebelum tertangkap oleh sistem DJP. Pembetulan SPT kapan saja bisa, tapi sanksi administrasi tidak dihapus seperti program reinventing policy," papar Prayitno.
Tahun Penegakan Hukum
Tahun Penegakan Hukum
Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi DJP Iwan Djuniardi sebelumnya menyatakan, gerak WP saat ini sangat dibatasi sistem canggih DJP. Apalagi DJP telah bekerjasama dengan perbankan, pengembang properti, dan instansi pemerintah lainnya untuk memperoleh informasi data perpajakan WP Orang Pribadi.
DJPÂ tengah gencar membidik WP Orang Pribadi untuk meningkatkan penerimaan pajak. Setoran pajak Orang Pribadi hanya Rp 9 triliun pada tahun lalu dari total realisasi penerimaan pajak Rp 1.061 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.
"Tahun ini adalah tahun penegakan hukum, jadi kami sangat serius dengan WP OP. Kita bisa kumpulkan data pembelian tanah, penggunaan kartu kredit, pembelian mobil. Semua transaksinya terekam dan bisa kita dapatkan datanya, termasuk kalau tidak lapor," terang Iwan.
Saat ini mudah bagi DJP untuk meminta data kepada pihak perbankan swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk kepentingan pajak. Rekening nasabah dapat diakses DJP dalam rangka pemeriksaan pajak, termasuk di perbankan luar negeri sekalipun.
"Kami sudah kerjasama dengan pihak luar negeri, di mana kami bisa meminta perbankan membuka data nasabah dalam negeri guna keperluan pemeriksaan pajak. Apalagi nanti 2017, negara lain wajib memberikan data baik diminta maupun tidak untuk kepentingan pajak," ucap dia.
Untuk diketahui, dalam PMK Nomor 39 Tahun 2016, Bank/Lembaga Penyelenggara Kartu Kredit wajib menyerahkan data transaksi nasabah kartu kredit, paling sedikit memuat nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID merchant, nama merchant, nama pemilik kartu, alamat pemilik kartu.
Data lainnya, meliputi NIK/Nomor paspor pemilik kartu, NPWP pemilik kartu, bulan tagihan, tanggal transaksi nilai transaksi, rincian transaksi, nilai transaksi, serta pagu kredit. Data bersumber dari Billing Statement.
Bentuk data ini disampaikan secara elektronik dengan cara online ataupun langsung. Pelaporan data transaksi kartu kredit nasabah tersebut pertama kali disampaikan paling lambat 31 Mei 2016. PMK tersebut menyebut sebanyak 23 bank wajib melaporkan data transaksi kartu kredit nasabah.
Advertisement
Daftar Bank
Ini daftar bank penerbit kartu kredit yang bekerjasama dengan DJP:
1. Pan Indonesia Bank, Ltd. Tbk
2. PT Bank ANZ Indonesia
3. PT Bank Bukopin Tbk
4. PT Bank Central Asia Tbk
5. PT Bank CIMB Niaga Tbk
6. PT Bank Danamon Indonesia Tbk
7. PT Bank MNC Internasional
8. PT Bank ICBC Indonesia
9. PT Bank Maybank Indonesia Tbk
10. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
11. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
13. PT Bank Negara Indonesia Syariah
14. PT Bank OCBC NISP Tbk
15. PT Bank Permata Tbk
16. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
17. PT Bank Sinarmas
18. Standard Chartered Bank
19. PT Bank UOB Indonesia
20. The Hongkong & Shanghai Banking Corp
21. PT Bank QNB Indonesia
22. Citibank N.A
23. PT AEON Credit Services.
(Fik/Gdn)