Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diminta berhati-hati dalam menentukan besaran tarif cukai di tahun fiskal 2018 nanti. Direktur Institute for Development of Economics & Finance Enny Sri Hartati mengingatkan, kenaikan cukai rokok yang terlalu tinggi di atas daya beli dapat membuat penerimaan negara di bidang ini tidak tercapai.
Enny mengatakan, kenaikan tarif cukai rokok eksesif sebesar 15 persen secara rata-rata pada 2016 menyebabkan produksi rokok turun sebesar 1,8 persen atau setara dengan 6 miliar batang, menjadi 342 miliar. Akibatnya, pada tahun itu, realisasi penerimaan cukai rokok menyentuh titik terendah, yaitu sekitar 97 persen dari target.
Sebelumnya, realisasi penerimaan cukai rokok selalu melampaui target. Bahkan pada tahun 2017, kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10,5 persen secara rata-rata tertimbang telah menyebabkan volume produksi rokok anjlok sebesar enam persen pada semester pertama.
Advertisement
"Jadi, pemerintah harus memiliki perhitungan yang benar untuk meredam laju penurunan industri, demi menjaga stabilitas penerimaan negara yang berkelanjutan," kata Enny di Jakarta Senin (28/8/2017).
Sementara itu, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Willem Petrus Riwu meminta Kementerian Keuangan untuk menunda kenaikan tarif cukai rokok. Dia menilain ini akan berdampak pada industri.
“Dalam situasi seperti ini, menurut saya jangan dulu cukai dinaikkan, lebih baik ditunda dulu,” ujarnya.
Pada tahun 2018, industri yang selalu menjadi salah satu penyumbang utama penerimaan negara diperkirakan mengalami penurunan produksi sebesar 3 persen, dari 331,7 miliar batang menjadi 321,9 miliar batang rokok.
Willem mengatakan, pemerintah sebaiknya meningkatkan pengawasan terhadap rokok ilegal yang beredar di pasar domestik. “Agar mereka yang sudah patuh mendapat keadilan. Bukannya malah mereka yang taat semakin ditekan dengan kenaikan tarif,” ujarnya.
Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Rokok Malang (Gaperoma), produksi rokok legal turun 15 persen akibat perdagangan rokok ilegal.
Pemerintah memasang target penerimaan cukai rokok senilai Rp 148,2 triliun di dalam RAPBN
Ditjen Bea Cukai bertemu produsen rokok
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) akan menggelar pertemuan dengan para produsen rokok. Hal tersebut terkait dengan sosialisasi kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada tahun depan.
Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan, kenaikan cukai ini memang perlu disosialisasikan kepada masyarakat, terutama produsen rokok dan petani tembakau.
"Ini kebijakannya (kenaikan cukai) akan kita komunikasikan terus. Jadi nanti pasti ada pembicaraan dengan semua stakeholder, baik dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), pabrikan, petani, juga masyarakat dan kelompok yang concern terhadap masalah rokok," ujar dia di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (28/8/2017).
Menurut Heru, melalui sosialisasi dan pembahasan dengan para pemangku kepentingan, diharapkan tidak ada penolakan terhadap upaya pemerintah menggenjot penerimaan negara melalui cukai rokok. Sebab, selama ini para produsen rokok memang telah meminta pemerintah untuk tidak kembali menaikan cukai di 2018.
"Itu yang harus kita bicarakan," lanjut dia.
Sementara itu, terkait dengan rencana perluasan objek kena cukai seperti plastik, Heru menyatakan hal tersebut masih dibicarakan dengan Komisi XI DPR. Penerapan cukai untuk plastik ini diterapkan setelah mendapatkan persetujuan dari para anggota dewan.
"Itu juga masih di bicarakan dengan Komisi XI. (Target diterapkan?) Nanti kita tunggu dari mereka," tandas dia.
Advertisement