Marak Debitur Leasing Nakal, Berikut Kenali Modusnya

Saat ini, banyak perusahaan pembiayaan mengeluhkan mulai maraknya debitur nakal, khususnya debitur-debitur leasing.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Okt 2021, 16:52 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2021, 16:40 WIB
Ratusan Motor Yamaha Terjual di IIMS, NMax Paling Dicari
Selama IIMS 2016 pabrikan berlambang garputala itu membukukan penjualan sebanyak 343 unit.

Liputan6.com, Jakarta Saat ini, banyak perusahaan pembiayaan mengeluhkan mulai maraknya debitur nakal, khususnya debitur-debitur leasing. Hal ini yang juga menjadi sorotan para pembuat kebijakan.

Persoalan eksekusi objek jaminan fidusia oleh kreditur terhadap debitur yang dianggap cidera janji atau melakukan wanprestasi terus menjadi perdebatan. Pasalnya, sejauh ini masih banyak masyarakat yang masih tidak mengetahui, bahwasanya, eksekusi objek jaminan fidusia sebetulnya bisa dilakukan, tanpa perlu adanya proses peradilan.

Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Indra mengatakan, jaminan fidusia sebagai bagian dari mitigasi risiko yang dilakukan perusahaan pembiayaan. Sehingga pada prakteknya, perusahaan pembiayaan punya kewenangan melakukan eksekusi objek jaminan fidusia tanpa lewat pengadilan.

"Misalnya jika perusahaan pembiayaan menggunakan jasa pihak ketiga, untuk melakukan eksekusi, sitenaga penagih harus dibekali sertifikasi dan dokumen lengkap penjaminan fidusia," kata Indra dalam InfobankTalkNews, Rabu (6/10/2021).

Hal tersebut juga diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi no 2/PUU-XIX/2021 yang menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri, sesungguhnya hanya sebagai sebuah alternatif.

Pakar hukum, Frans Hendra Winarta pun menganggap hal demikian. Putusan MK menurutnya hanya sebuah penegasan. Sertifikat jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) UU 42/1999 mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

"Sertifikat jaminan fidusia punya kekuatan eksekutorial. Eksekusi jaminan melalui putusan pengadilan bukan suatu yang mutlak, diharuskan gitu. Dalam ketentuan ini, kekuatan eksekutorial adalah dapat dilakukan langsung tanpa proses ke pengadilan. Jadi debitur balelo itu tidak boleh sebetulnya," jelasnya.

Sementara itu, ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno mengungkapkan, perusahaan pembiayaan sebenarnya tidak ingin eksekusi jaminan fidusia dilakukan.

Menurutnya, banyak cara yang bisa dilakukan untuk menghindari eksekusi jika debitur menunjukkan itikad baik untuk berdiskusi. Salah satunya adalah dengan cara restrukturisasi kredit dan diskusi antar debitur kreditur sehingga, tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak.

"Jika debitur dan unitnya ada, lebih kepada bagaimana kita melakukan restru dan diskusi. Intinya perusahaan pembiayaan tidak ingin kendaraan dieksekusi. Kita kasih uang inginnya kembali uang. Kita ingin ada kesepakatan, ayo kalo susah kita bantu," kata Suwandi.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Restrukturisasi

Pendistribusian Penjualan Sepeda Motor
Pekerja melakukan pengecekan sepeda motor yang akan didistribusikan ke dealer di gudang penyimpanan sepeda motor di Jatake, Tangerang, Banten, Kamis (11/7/2019). Wahana Distribution Center dengan kapasitas 2.700 unit mendistribusikan sepeda motor untuk wilayah Tangerang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Suwandi mengakui, banyak debitur yang terdampak oleh pandemi Covid-19 sehingga kesulitan membayar cicilan kendaraan. Meskipun demikian, restrukturisasi kredit bisa membantu debitur untuk pulih sehingga bisa kembali membayar dengan lancar.

"Selama pandemi, 5,2 juta debitur sudah kami bantu dengan nilai Rp200 triliun. Jumlah ini tidak kecil, mencapai 50 persen dari outstanding kami, tetapi tetap dibantu dan benar, 70 persen nya sudah kembali membayar normal," paparnya.

Namun pada kenyataannya tidak sedikit debitur nakal yang membuat unit berpindah tangan. Kejadian ini juga kerap ditemui. Bahkan ada juga yang debiturnya tidak ada atau menghilang, unitnya pun menghilang. Hal ini sudah menyalahi aturan. "Ada yang unitnya bisa sampai ke pihak lain orang hingga orang ke empat," ujar dia

Di sisi lain, Finance Director sekaligus Corporate Secretary BFI Finance Sudjono menambahkan, pihaknya selalu melakukan literasi ke masyarakat, termasuk ke konsumennya.

Sehingga segala sesuatunya yang terjadi ke depan, juga tidak serta merta melakukan eksekusi, karena ada proses sesuai ketentuan mulai dari memberikan pesan dan pengingat ke konsumen baik secara lisan maupun tertulis.

"Jika sesudah peringatan pertama hingga ketiga juga masih lalai. Kita akan meminta secata tertulis untuk diserahkan unit, untuk kita bantu jual, uangnya sebagian kita kembalikan ke konsumen dan dilakukan secara jelas," terangnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya