Liputan6.com, Jakarta Memiliki empati menjadi keterampilan paling penting untuk para pemimpin. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa sikap empati dapat menjadi sebuah tingkat prioritas yang baru.
Menurut sosiolog dan penulis The Secrets to Happiness at Work, mengeksplorasi kebahagian dan kehidupan dalam pekerjaan membuahkan kinerja yang baik saat bekerja. Setiap orang tahu bahwa menunjukkan empati adalah sikap yang baik.
Baca Juga
Namun, terlepas dari hal tersebut, penelitian menunjukkan pentingnya menyalurkan perasaan dan dorongan berempati kepada orang dapat meningkatkan inovasi-inovasi.
Advertisement
Kepemimpinan yang hebat membutuhkan perpaduan dari segala jenis keterampilan, salah satunya berempati.
Sebuah studi global yang dilakukan Qualtrics menemukan 42 persen orang mengalami kesehatan mental. Kemudian, sebanyak 67 persen mengalami peningkatan stres, sedangkan 57 persen mengalami kenaikan kecemasan, dan 54 persen mengalami peningkatan kecemasan.
Perasaan-perasaan yang umumnya dirasakan yakni sedih, mudah marah, susah untuk berkonsentrasi, butuh waktu lama untuk menyelesaikan tugas, kesulitan untuk berpikir, dan merasa beban tanggung jawab yang dipikul terlalu berat.
Melansir dari Forbes, Jumat (22/10/2021), menemukan bahwa tidur dapat terganggu ketika ada masalah yang terjadi di tempat kerja. Ketika karyawan menerima surel dengan cemooh/hujatan, cenderung mengalami hal negatif terutama pada pasangan mereka.
Penelitian selanjutnya dari Carleton University menemukan orang yang mengalami hal yang tidak sopan di tempat kerja, cenderung merasa kurang mampu dan percaya diri dalam mengasuh anak-anak.
Ada begitu dampak buruk yang dirasakan dan dihadapi di tempat kerja sehingga memengaruhi kinerja sebagai karyawan sekaligus perannya di rumah, terutama untuk mereka yang sudah memiliki pasangan dan anak.
Efek Berempati
Ketika berjuang dengan kelelahan atau merasa sulit untuk menemukan kebahagiaan di tempat kerja, empati dapat menjadi penangkal yang kuat dan berkontribusi pada pengalaman positif bagi individu dan tim.
Studi yang dilakukan Catalyst menemukan 899 karyawan memberikan dampak yang positif bagi mereka dalam bekerja yaitu sebagai berikut.
- Inovasi: Ketika menyalurkan empati, mereka mampu menjadi seseorang yang lebih inovatif dan ditemukan 61 persen karyawan merasakan hal yang sama dengan 13 persen karyawan yang dipimpin dengan pemimpin kurang berempati.
- Keterikatan: ditemukan 76 persen orang yang diberikan dorongan dan dukungan secara empati dari pemimpin dapat terlibat dan berkontribusi secara maksimal dalam bekerja. Sementara itu hanya 32 persen yang merasa tidak diberikan empati.
- Loyalitas: ditemukan 57-62 persen wanita mengatakan mereka tidak berpikir untuk keluar dari perusahaan karena merasa senang, dihormati, dan dihargai oleh perusahaan mereka. Namun, ketika tidak ada dukungan empati, hanya 14-30 persen yang memilih untuk tetap bekerja di perusahaan yang sama.
- Inklusif: Ketika orang merasa pemimpin mereka lebih berempati, 86 persen melaporkan mereka mampu mengatasi tuntutan pekerjaan dan kehidupan mereka—berhasil mengatasi kewajiban pribadi, keluarga, dan pekerjaan mereka. Hal ini jika dibandingkan dengan 60 persen dari mereka yang kurang berempati.
Advertisement
Jiwa Kepemimpinan
Pemimpin dapat menunjukkan empati dalam dua cara, yaitu dapat mempertimbangkan pikiran orang lain melalui kognitif. Contohnya, mencoba memosisikan diri Anda sebagai pemimpin untuk berada di posisi rekan kerja atau bawahan Anda.
Kedua, berempati secara emosional. Namun, setidaknya para pemimpin akan berhasil ketika mereka tidak hanya mencoba memosisikan diri mereka, tetapi saat mengungkapkan perhatian mereka dan menanyakan secara langsung hambatan/tantangan yang dialami para bawahannya.
Pemimpin tidak harus menjadi ahli dalam kesehatan mental untuk menunjukkan bahwa mereka peduli dan memperhatikan. Cukup dengan memberikan perhatian sedikit atas setiap pergumulan dan permasalahan yang dihadapi karyawan dapat membantu memberikan dukungan bagi mental mereka.
Empati yang diberikan dalam sebuah tindakan bisa dilakukan dengan memahami perjuangan karyawan dan menawarkan bantuan. Penerapan itu justru dapat memberi efek menghargai sudut pandang seseorang dan membuatnya terlibat dalam debat sehat yang membangun solusi yang lebih baik.
Keterampilan ini mungkin bukan keterampilan baru, tetapi memiliki tingkat kepentingan baru dan penelitian baru. Agar dapat memperjelas dan mempertajam kompetensi seorang pemimpin untuk dapat dikembangkan di masa mendatang.
Reporter: Caroline Saskia