Liputan6.com, Jakarta - Dalam ilmu Biologi, manusia dikenal memiliki penis yang lebih panjang dan lebih lebar dari kera besar lainnya. Bahkan, gorila yang notabene lebih besar dari manusia, saat ereksi panjang penis mereka hanya 6,5 sentimeter!
Namun demikian, testis alias buah zakar manusia lebih kecil dibanding primata lainnya. Testis simpanse misalnya, berbobot lebih dari sepertiga otak mereka. Sementara testis manusia beratnya kurang dari tiga persen. Ukuran penis dan zakar ternyata dapat menjawab banyak pertanyaan menarik terkait budaya manusia purba.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Primata menunjukkan segala macam perilaku kawin, seperti monogami, poligami, dan multimale-multifemale. Salah satu yang menjadi indikator perilaku seksual pada spesies primata adalah perbedaan ukuran antara pria dan wanita.
Dengan kata lain, semakin besar perbedaan sistematik luar antara jantan dan betina, semakin besar pula kemungkinan poligami dan memiliki pasangan lebih dari satu. Hal ini dapat ditunjukkan dengan mengamati simpanse dan gorila, kerabat paling dekat kita.
Simpanse jantan jauh lebih besar daripada betinanya dan ini membuat mereka dapat melakukan seks sepanjang waktu dengan betina manapun, dengan alasan apapun. Seekor betina bisa saja memiliki sperma dari jantan yang berbeda pada satu waktu. Karena kompetisi ini, simpanse berevolusi memiliki testis besar untuk menghasilkan sejumlah besar sperma.
Hal ini berbeda dengan manusia. Jika seorang pria ejakulasi lebih dari dua kali dalam sehari, jumlah spermanya akan berkurang lebih dari 80 persen.
Meski demikian, pendapat penis manusia paling besar dibanding primata lain dibantah oleh ahli primata Alan Dixson. Menurut dia, jika dibandingkan dengan semua jenis primata, pernyataan tersebut tidak benar.
Melansir dari Iflscience, Kamis (02/02/2017), dalam buku Primate Sexuality, ia mengungkapkan bahwa penis manusia tidaklah begitu panjang. Buktinya, babon Hamadryas saja bila penisnya ereksi panjangnya mencapai 13 sentimeter, sedikit lebih pendek dari rata-rata manusia.
Misteri Monogami
Misteri Monogami
Meski pada dasarnya manusia adalah penganut monogami, data antropologis justru menunjukkan bahwa sebagian besar populasi manusia modern terlibat dalam pernikahan poligami. Antropolog Clellah Frod dan Frank Beach dalam buku mereka, Patterns of Sexual Behaviour mengungkapkan 84 persen dari 185 budaya manusia terlibat poligami.
Akan tetapi, pernikahan poligami tersebut biasanya hanya diperuntukkan bagi status yang tinggi seperti kepala suku atau orang kaya.
Ada tiga alasan mengapa manusia tetap memberlakukan perkawinan monogami. Pertama adalah kebutuhan perawatan anak dalam jangka panjang. Misalnya anak-anak yang butuh waktu lama untuk matang secara usia.
Kedua, laki-laki harus menjaga perempuan mereka dari laki-laki lain. Dan ketiga, anak-anak manusia rentan dalam waktu yang lama dan pembunuhan bayi bisa terjadi dilakukan oleh laki-laki lain.
Jadi, untuk memastikan bahwa anak-anak mampu mencapai kematangan, laki-laki cenderung untuk tetap melindungi mereka baik secara sosial atau fisik.
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6
Advertisement