Liputan6.com, Jakarta - Zoe The Big IF Study membagikan hasil studi terbarunya tentang seberapa sering kita harus buang air besar atau BAB dalam sehari.
Ilmuwan utama dari Tim Dr Spector, Zoe mengungkapkan bahwa 55 persen individu buang air besar sekali sehari, sedangkan 32,4 persen sisanya dua kali setiap hari. Lalu, hampir 10 persen dari kita bisa buang air besar tiga kali sehari, setiap harinya.Â
Baca Juga
Kabar baiknya, itu menjadi frekuensi yang normal bagi seseorang untuk BAB. Bahkan, baik itu tiga kali sehari maupun tiga kali seminggu, masih dalam batasan sehat dan normal.Â
Advertisement
Namun, dia mengungkapkan, beberapa partisipan akan buang air besar lima kali sehari, sementara beberapa individu lainnya hanya buang air besar sekali seminggu.
Lalu, mengapa rutinitas buang air besar setiap manusia bisa sangat bervariasi? Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa semuanya tergantung pada ‘gut transit time’.
Waktu transit usus adalah waktu yang dibutuhkan makanan untuk melewati sistem pencernaan kita, dan menurut penelitian ini, semakin pendek waktu transit, semakin sehat usus kita.Â
Spector melakukan penelitian di Inggris dan hasilnya, waktu transit usus rata-rata individu di Inggris adalah 28 jam. Ia meminta para peserta penelitian untuk memakan sesuatu yang berwarna biru lalu menghitung berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mereka memunculkan feses berwarna birunya.Â
Melansir dari Huffingtonpost, Jumat (23/12/2022), The Big IF Study menemukan bahwa semakin lama waktu transit usus seseorang, semakin jarang mereka buang air besar dan semakin besar kemungkinan mereka mengalami sembelit.
Namun, kecepatan tidak selalu menjadi hal yang baik. Mereka yang memiliki waktu transit tercepat cenderung memiliki mikrobioma usus yang kurang sehat, biasanya karena mereka sebenarnya mengalami diare.
Seberapa Sering Harus BAB?
Menurut tim Zoe, pola makan, hidrasi, tingkat olahraga, dan stres seseorang bisa memengaruhi rutinitas buang air besar.
Umumnya, semakin banyak buah, sayuran, dan biji-bijian yang Anda makan, maka semakin sering Anda buang air besar.
Berapa banyak air yang Anda minum juga memiliki pengaruh yang sangat besar - kotoranmu menyerap kembali air saat melewati ususmu, jadi semakin banyak air yang Anda minum, semakin sering Anda buang air besar.
Karena kita semua mengalami rutinitas buang air besar yang sedikit berbeda, penting untuk menetapkan apa yang 'normal' bagi Anda.
Jika frekuensi buang air besar Anda tiba-tiba berubah tanpa penjelasan yang jelas (dan terus menjadi aneh selama lebih dari beberapa hari), inilah saatnya untuk menghubungi dokter Anda. Hal yang sama berlaku untuk tampilan fesesmu - jika ada sesuatu yang tidak beres, sebaiknya Anda memeriksakan diri.
Advertisement
Feses yang Buruk
Selain memperhatikan frekuensi buang air besar, penting bagi kita untuk memperhatikan warna feses.
Normalnya, feses manusia berwarna cokelat muda hingga cokelat tua, sesuai dengan kondisi fisiologis mereka.Â
Namun, dalam beberapa kondisi patologis, warna tinja berubah. Misalnya, ketika semua jenis saluran empedu terhalang yang dapat terjadi karena berbagai kondisi biasanya menghasilkan warna feses seperti cat perak atau seperti warna aluminium yang bernoda.
Warna lain pada feses juga bisa menjadi tanda penyakit. Feses bisa berwarna hitam karena sel darah merah tinggal di usus cukup lama untuk dipecah oleh enzim pencernaan.
Hal tersebut disebut melena dan biasanya disebabkan oleh pendarahan gastrointestinal bagian atas, seperti pendarahan dari ulkus peptikum di duodenum (bagian paling atas dari usus kecil) dan perut.
Kenapa Terkadang Feses Mengambang dan Sulit Disiram?
Selain memperhatikan warna, mungkin banyak dari kita kerap memperhatikan feses kita mengambang dan sulit disiram saat buang air besar. Lalu, mengapa hal tersebut terjadi?
Menurut dokter spesialis gastroenterologi, Sameer Islam, hal tersebut terjadi karena kelebihan gas.Â
"Apabila hal tersebut terjadi hanya sesekali, maka mungkin hanya kelebihan gas yang terperangkap di dalam tinja setelah mengonsumsi jenis kacang-kacangan. Namun, jika ada banyak alasan kotoran yang mengapung, salah satu yang paling umum disebut steatorrhea, atau minyak (atau lemak) di dalam tinja," kata Sameer.
Seperti yang kita ketahui, air dan minyak tidak bercampur, sehingga mampu meningkatkan daya apung tinja. Menurut Sameer, minyak berlebih dalam tinja ini mungkin disebabkan oleh pertumbuhan abnormal bakteri jahat.
Melansir dari Md-health, adapun penyebab tinja mengapung lainnya yaitu karena perubahan diet (pola makan), kondisi suatu penyakit, seperti malabsorbsi, intoleransi laktosa, penyakit celiac (inflamasi usus halus setelah mengonsumsi gluten), kista fibrosis, Short Bowel Syndrome (usus tidak mampu menyerap nutrisi dengan baik).
Selain itu, ada pula penyakit langka lainnya seperti Bassen-Kornzweig syndrome (usus berhenti menyerap lemak), Biliary atresia (saluran yang tidak terbentuk dengan normal, yang mempersulit usus menyerap lemak), Disaccharidase deficiency (ketiadaan enzim seperti isomaltase dan sukrase yang memecah pati dan gula), dan Pankreatitis kronis (karena batu empedu, alkoholisme, atau masalah dengan sistem kekebalan).
Advertisement