Liputan6.com, Jakarta Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) lebih banyak ditemukan pada laki-laki ketimbang perempuan.
Hal ini dipengaruhi bias gender yang membuat banyak wanita dengan ADHD tidak terdiagnosis, menurut psikolog.
Stereotip yang berkembang saat ini adalah ADHD hanya mempengaruhi anak laki-laki. Hal ini mengindikasikan setidaknya puluhan ribu penduduk di Inggris diperkirakan tidak menyadari bahwa mereka memiliki kondisi tersebut. Sehingga, mereka tidak menerima bantuan yang mereka butuhkan.
Advertisement
"Dulu saya selalu memberi tahu dokter dan terapis bahwa saya tidak bisa berpikir, tidak bisa tidur, tidak bisa mendapatkan kedamaian, tapi ini selalu dianggap sebagai kecemasan atau masalah wanita," kata Hester seorang penyandang ADHD asal Inggris mengutip BBC Rabu (27/4/2022).
Pada usia 16, ia didiagnosis dengan depresi. Dia menghabiskan sebagian besar usia 20-annya dengan tidak berhasil berjuang untuk dirujuk ke psikiater. Dan dia terus-menerus merasa dia tidak mencapai potensinya yang sebenarnya.
"Saya belajar sejarah di universitas dan dapat menulis esai tentang subjek akademis - tetapi ketika saya bekerja sebagai asisten penjualan, saya tidak dapat mengisi formulir pemesanan," kata Hester.
"Pikiran saya akan mengembara dan saya akan membuat kesalahan. Saya akan mendapat banyak kritik untuk itu. Saya selalu berpikir mengapa saya tidak dapat mengatur hal-hal yang dapat dilakukan orang lain dengan mudah - seperti menjaga rumah tetap rapi atau mengingat tenggat waktu."
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Minum Pil Anti Depresan
Selama menghadapi berbagai kesulitan, Hester mengonsumsi pil anti-depresan dan anti-kecemasan. Pil-pil itu tidak membantu tetapi dia belajar menyembunyikan kesulitannya.
"Anda menekan siapa diri Anda, sehingga Anda bisa terlihat seperti orang normal, tapi itu melelahkan," katanya.
"Lalu, saya punya bayi yang menambah tekanan hidup menjadi terasa lebih besar, kurang tidur, dan lelah. Ketika bayi saya berusia tiga tahun, saya mengalami gangguan saraf."
Hester akhirnya didiagnosis dengan ADHD pada 2015 saat berusia 34. Sedangkan, suaminya Chris juga didiagnosis dengan kondisi yang sama setahun sebelumnya.
Selama satu tahun belakangan, tidak ada yang mengatakan bahwa Chris mengalami gangguan kecemasan dan dianjurkan minum beberapa tablet. Kondisinya dianggap serius sebagai ADHD.
"Sedangkan dengan saya, saya berada di radar dokter sejak usia 16. Terus terang, butuh waktu lama bagi saya untuk didiagnosis karena saya seorang wanita."
Padahal, diagnosis yang terlambat dapat berdampak negatif pada hubungan dan karier, serta meningkatkan risiko masalah kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan gangguan makan.
Advertisement
Laki-Laki Memang Lebih Mungkin Didiagnosis
Psikolog klinis dan forensik Dr Susan Young mengatakan, anak laki-laki tiga sampai empat kali lebih mungkin untuk didiagnosis ADHD di masa kecil ketimbang perempuan.
Penelitian menunjukkan anak laki-laki cenderung menampilkan perilaku yang lebih mengganggu, seperti melanggar aturan atau berkelahi, sementara gejala anak perempuan cenderung lebih halus.
"Anak laki-laki yang ribut yang menyebabkan masalah di kelas yang akan dirujuk untuk mendapatkan bantuan, bukan anak perempuan yang lebih pendiam yang dikritik karena melamun atau tidak memperhatikan - tetapi gadis-gadis itu juga berjuang," kata Dr Young.
"Wanita tidak mengalami ADHD secara tiba-tiba, ada tanda-tanda halus yang terjadi sepanjang hidup mereka."
Salah satu perempuan penyandang ADHD lainnya, Twiggy (27) mengatakan tanda-tanda dia menderita ADHD mulai terlihat di sekolah.
Ia cenderung menyukai beberapa mata pelajaran, sedangkan pada pelajaran lainnya ia tidak tertarik.
"Saya menyukai bahasa Inggris dan drama. Jika kita belajar tentang Shakespeare, astaga, aku sedang on fire. Tetapi jika itu hal lain, seperti matematika, saya tidak tertarik.”
Terkait ADHD
Lebih lanjut, ADHD adalah jenis disabilitas yang sering ditemukan pada anak-anak. Namun, tak hanya pada anak, ADHD juga bisa dimiliki dan baru ditemukan di usia dewasa,
ADHD adalah gangguan perkembangan saraf yang sering ditandai dengan kurangnya perhatian, disorganisasi, hiperaktif, dan impulsif.
Ini adalah salah satu gangguan kesehatan mental yang paling umum. Menurut Federasi ADHD Dunia, kondisi ini diperkirakan terjadi pada hampir 6 persen anak-anak dan 2,5 persen orang dewasa.
Di Amerika Serikat, 5,4 juta anak, atau sekitar 8 persen dari semua anak AS berusia tiga hingga 17 diperkirakan menyandang ADHD pada 2016, seperti dilaporkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit.
Selama beberapa dekade, para ahli percaya bahwa ADHD hanya terjadi pada anak-anak dan berakhir setelah masa remaja. Tetapi sejumlah penelitian di tahun 90-an menunjukkan bahwa ADHD dapat berlanjut hingga dewasa. Para ahli sekarang mengatakan bahwa setidaknya 60 persen anak-anak dengan ADHD juga akan memiliki gejalanya di usia dewasa.
Advertisement