6 Juni 1966: Aktivis Hak-hak sipil Amerika Serikat, James Meredith Ditembak saat Pawai

James Meredith, mahasiswa keturunan Afro-Amerika pertama yang diterima di Universitas Mississippi yang terpisah secara rasial pada tahun 1962. Ia mengalami banyak tantangan dan diskriminasi dari orang kulit putih

oleh Santi Rahayu diperbarui 06 Jun 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2024, 06:00 WIB
James Meredith.
James Howard Meredith. (BBC)

Liputan6.com, Jackson - Tepat hari ini, 58 tahun yang lalu, seorang aktivis hak-hak sipil James Howard Meredith ditembak tak lama setelah memulai pawai hak-hak sipil di wilayah selatan.

Seperti dikutip dari History, Kamis (6/6/2024), aksi protes yang dimulai James disebut dengan “March Against Fear”.

Saat itu, Meredith berjalan dari Memphis, Tennessee, ke Jackson, Mississippi dalam upaya mendorong pendaftaran pemilih oleh warga keturunan Afro-Amerika di bagian selatan Amerika Serikat (AS).

Sebagai seorang mantan prajurit di Angkatan Udara AS, James mendaftar dan diterima di Universitas Mississippi (Ole Miss) pada tahun 1962. Tetapi setelah petugas pendaftaran mengetahui rasnya, penerimaannya dicabut.

Pengadilan federal memerintahkan Ole miss untuk menerimanya, tetapi ketika dia mencoba mendaftar pada 20 September 1962, dia mendapati pintu masuk ke kantor tersebut diblokir oleh Gubernur Mississippi saat itu, Ross Barnett.

Pada 28 September, Gubernur Ross dinyatakan bersalah atas penghinaan sipil dan diperintahkan untuk menghentikan desegregasi di Universitas atau ditahan dan didenda sebesar $10.000 atau sekitar Rp162 juta per hari. 

Dua hari kemudian, tanggal 30 September, James Meredith dikawal ke kampus Ole Miss oleh para marsekal AS, hal inilah yang memicu kerusuhan yang mengakibatkan kematian dua orang mahasiswa.

Dia kembali keesokan harinya dan mulai mengikuti kelas. Pada tahun 1963, Meredith yang merupakan mahasiswa pindahan dari Jackson State College yang seluruh siswanya berkulit hitam, lulus dengan gelar sarjana ilmu politik.

Ditembak saat Menyuarakan Hak nya

James Meredith
James Meredith duduk di tempat yang teduh sementara seorang staf acara memegang kompres es di kepalanya setelah ia terjatuh di luar Gedung Kongres Mississippi dalam sebuah acara yang merayakan ulang tahunnya yang ke-90 di Jackson. (AP Photo/Rogelio V. Solis)

Tiga tahun kemudian, James kembali menjadi perhatian publik ketika ia memulai gerakan “March Against Fear” (Pawai melawan ketakutan) untuk menyuarakan pendapatnya.

Pada tanggal 6 Juni, satu hari setelah pawainya berlangsung, ia dibawa ke rumah sakit karena ditembak oleh seorang penembak jitu.

Para pemimpin hak sipil lainnya, termasuk Martin Luther King Jr. dan Stokely Carmichael, tiba untuk melanjutkan pawai atas namanya.

Selama "March Against Fear," Stokely Carmichael, yang saat itu adalah pemimpin dari Student Nonviolent Coordinating Committee (Komite Koordinasi Non-kekerasan Mahasiswa), secara publik pertama kali mengucapkan frasa "Black Power." Konsep "Black Power" yang diutarakan oleh Carmichael merujuk pada ide nasionalisme Afrika Amerika yang militan, yang menekankan kebanggaan rasial, kemandirian, dan kekuatan politik dalam perjuangan untuk hak-hak sipil dan kesetaraan.

Setelah pulih dari luka-lukanya, James Meredith bergabung kembali dengan "March Against Fear" yang telah ia mulai. Pada tanggal 26 Juni, peserta pawai berhasil mencapai Kota Jackson, Mississippi.

Kisah Mahasiswa Nekat Lawan Diskriminasi di AS

24-9-1962: Pria Kulit Hitam Pertama Kuliah Dikawal Tentara AS
James Howard Meredith (tengah). (BBC)

Sementara itu, dunia menandai 24 September 1962 sebagai tanggal bersejarah. Hari itu, University of Mississippi menerima James Howard Meredith sebagai mahasiswanya. Yang pertama dari kalangan Afrika-Amerika.

Ini bukan hanya kisah tentang anak kuliahan yang akhirnya lolos ujian masuk kampus. Tapi, soal perjuangan melawan diskriminasi rasial di Amerika Serikat, jauh sebelum Barack Obama, yang berkulit hitam, menjadi presiden.

Meredith menjadi orang Afrika-Amerika pertama yang berhasil masuk dan menjadi mahasiswa di University of Mississippi yang terletak di Oxford, bagian Selatan AS (The South) yang hingga tahun 1950-an masih menganut politik segregasi alias apartheid. Meredith masuk ke sana dengan susah payah, juga nekat. Baginya itu adalah bagian dari perjuangan mendapatkan kesetaraan hak sebagai warga negara. 

 Saat itu, penduduk kulit hitam masih dianggap warga negara kelas dua.

Tiga kali Meredith mencoba mendaftar. Semua gagal. Bahkan, Gubernur Mississippi Ross Barnett saat itu mencekalnya. "Tidak akan ada sekolah di Mississippi yang diintegrasikan sementara saya masih gubernur." Padahal, ketetapan Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan, semua fasilitas pendidikan di Selatan harus terintegrasi. Tanpa membedakan ras.

Pak gubernur kukuh, sekolah harus dipisahkan, untuk kulit putih dan kulit berwarna. Bahwa ras menentukan posisi bahkan takdir manusia. Namun, keadilan berkata lain. Pada September 1962, pengadilan federal memutuskan James Meredith harus diterima sebagai mahasiswa di University of Mississippi.

Mengirim Marshal untuk Mengawal Meredith

ilustrasi garis polisi (Merdeka.com)
ilustrasi garis polisi (Merdeka.com)

Di hari pertama masuk kuliah, 30 September 1962, Jaksa Agung Robert Kennedy sampai harus mengirim perwira-perwira dari US Marshal untuk mengawal Meredith. Ada potensi gangguan keamanan.

Firasat Bobby Kennedy terbukti. Malam harinya, kerusuhan pecah. Mahasiswa kulit putih dan pendukung mereka melempari pengawal yang menjaga Meredith, bahkan menembaki mereka di Aula Lyceum. Satu orang anggota US Marshal ditembak di leher dan kritis. Mobil dan truk televisi hancur dan dibakar, beberapa wartawan dan juru kamera dipukuli.

Sementara Meredith tetap berada di bawah penjaga di dalam kampus, tepatnya di asrama universitas, selama terjadi kerusuhan."Itu sama sekali bukan peristiwa yang menyenangkan," ungkap Meredith.

Akibatnya, 2 orang, termasuk seorang wartawan Prancis tewas. Sementara 28 anggota US Marshal menderita luka tembak, 160 orang lainnya terluka. Setelah Patroli Jalan Raya Mississippi ditarik mundur dari kampus, Presiden John F. Kennedy mengirim pasukan reguler Angkatan Darat Amerika Serikat ke kampus untuk meredakan kerusuhan. Meredith mulai kuliah sehari setelah pasukan tiba.

Presiden AS saat itu, John F Kennedy mengeluarkan pernyataan yang disiarkan langsung di televisi. Mendesak penyelesaian damai untuk sengketa segregasi rasial itu. Presiden AS ke-35 itu juga mengirim pasukan tambahan yang disiagakan di wilayah sekitar Oxford. Untuk menanggulangi kekerasan yang meluber ke jalanan.

Infografis: Pro Kontra Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (Liputan6.com / Abdillah)
Infografis: Pro Kontra Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya