Liputan6.com, Jakarta Di era kemajuan teknologi digital, akses melihat atau menonton sesuatu yang berbau pornografi semakin mudah. Mulai dari yang berbentuk teks hingga video, seakan tidak ada habisnya.
Makin mudahnya mengakses konten porno berisiko membuat seseoarang tanpa disadari 'jatuh' menjadi pecandu konten porno.
Baca Juga
Seseorang dikatakan masih normal mengakses konten porno bila hanya sesekali. Jika sudah sampai mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari, hal tersebut sudah tidak normal.
Advertisement
Menurut sebuah riset, ketika seseorang menghabiskan waktu 11-12 jam per minggu untuk mengakses konten porno, itu sudah kecanduan. Ada kemungkinan, seorang pecandu konten porno menghabiskan jumlah waktu dua-tiga kali lipat dari angka minimal di atas seperti mengutip laman Psychcentral, Sabtu (23/9/2017).
Pakar hubungan yang mendalami tentang hubungan seksual, Robert Weiss, mengungkapkan ada juga beberapa tanda yang bisa dilihat untuk mengetahui seseorag sudah kecanduan menonton konten porno yakni:
1. Terus mengakses konten porno, walau sudah janji untuk berhenti, kepada diri sendiri atau orang lain.
2. Jumlah waktu yang dihabiskan untuk menonton film porno terus meningkat.
3. Menonton film porno yang semakin penuh gairah atau aneh-aneh.
4. Jika diminta untuk berhenti menonton marah.
5. Sering berbohong dan tertutup.
6. Hubungan seksual dengan pasangan jadi berkurang, bahkan tak ada gairah.
7. Melihat seseorang sebagai objek seksual.
Saksikan juga video menarik berikut:
Â
Pecandu konten porno alami kerusakan otak cukup serius?
Sebuah studi 2014 Cambridge University yang diterbitkan dalam jurnal PLoS ONE, peneliti menemukan striatum ventral, struktur otak yang berperan dalam pusat reward otak alias jalur kesenangan pada peminum alkohol sama dengan pecandu porno.
"Sayangnya, pecandu pornografi sering enggan mencari pertolongan karena menganggap tindakannya itu bukan tanda ketidakbahagiaan," kata Weiss.
Jika ada tanda-tanda mulai ke arah kecanduan pornografi, coba setop. Jika gagal, tak ada salahnya berkonsultasi dengan psikolog atau psikoterapis untuk mendapatkan bantuan.
Â
Advertisement