Zaman sekarang calon pengantin wanita banyak yang sudah direnggut keperawanannya oleh calon suaminya atau mantan pacarnya. Itu bisa hubungan satu malam atau karena menggunakan dildo. Namun, kebanyakan budaya zaman dulu malah menyerahkan keperawanan wanita dengan dildo.
Charles Panati dalam Buku Berjudul Sex Origins and Intimate Things menjelaskan, Nicholas Venette menuliskan ada beberapa praktik budaya memerawani wanita dengan dildo yang ditemukan pada zaman dulu.
"Saya tak kaget jika orang Venisia dilaporkan anak putrinya diperawani seorang pria sebelum menikah. Dah saya juga rak kaget jika Armenia memerawani putrinya di sebuah kulit Anaitis agar organ genital putrinya lebih sesuai dan menyenangkan ketika di ranjang pernikahan," tulis Venette.
Berikut berbagai budaya di penjuru dunia yang menggunakan dildo di zaman dulu, Selasa (24/9/2013):
Charles Panati dalam Buku Berjudul Sex Origins and Intimate Things menjelaskan, Nicholas Venette menuliskan ada beberapa praktik budaya memerawani wanita dengan dildo yang ditemukan pada zaman dulu.
"Saya tak kaget jika orang Venisia dilaporkan anak putrinya diperawani seorang pria sebelum menikah. Dah saya juga rak kaget jika Armenia memerawani putrinya di sebuah kulit Anaitis agar organ genital putrinya lebih sesuai dan menyenangkan ketika di ranjang pernikahan," tulis Venette.
Berikut berbagai budaya di penjuru dunia yang menggunakan dildo di zaman dulu, Selasa (24/9/2013):
1. Dildo Batu yang Keras
Pada zaman Yunani Kuno, seorang gadis yang sudah usianya menikah, dalam sebuah upacara selaput daranya ditembus penis batu (dildo) oleh Dewa Kesuburan Yunani Priapus. Perawan yang sudah menjalani upacara tersebut setelah menikah dijamin memiliki banyak anak karena kekasih pertamanya Priapus
Priapus telah meminjamkan namanya untuk kondisi medis yang dikenal dengan priapism, ereksi yang menyakitkan yang tak akan mereda karena darah tak mengalir dari penis.
Advertisement
2. Dildo Kayu
Di Roma Kuno, penis kayu yang sudah diampelas dari Dewa Kesuburan Liber biasanya digunakan dalam upacara memerawani calon pengantin wanita.
Setiap tanggal 17 Maret merupakan hari perayaan, enam penis dari kayu (dildo kayu) dipasang di gerobak dan ditarik melalui jalan-jalan sebagai perayaan Liberalia.
Massa mengikuti dildo kayu itu dan seorang perawan yang dipimpin seorang ketua dinobatkan sebagai model dengan karangan bunga.
Saat upacara, pengantin baru itu akan diundang duduk di atas Dewa Priapus. Memang tindakan pengantin wanita itu terlihat tak sopan, namun kesuburannya tak akan direnggut, begitupula dengan keperawanannya.
Perawan itu bisa meningkatkan kesuburannya sebelum menikah dengan makan roti tertentu yang disebut dengan coliphia dan siligonum. Bentuknya itu mirip kelamin pria dan wanita.
Di zaman Yunani Kuno dan Roma, dildo kayu keseringan menggunakan sarung kulit. Kulit itu bisa berwarna terang atau dicelup dengan warna hitam. Namun, kebanyakan dildo diwarnai hitam karena kepercayaan zaman dahulu menyebutkan laki-laki hitam lebih diberkati dibanding pria kulit putih.
3. Dildo Gajah
Dildo buatan ini berlanjut hingga Abad ke-19 di antara orang Afrika, terutama di Uganda. Raja di sana akan merasa sangat terhina jika ia ditawarkan pengantin perawan yang selaput daranya masih utuh.
Darah di dalam pernikahan menurut takhayul itu berbahaya, karena darah yang muncul dari selaput dara dipandang sebagai kemalangan. Agar tak berdarah lagi saat berhubungan intim, sebelum menikah selaput dara wanita itu harus sudah pecah oleh artefak penis oleh orang yang dianggap paling saleh di suku atau orang asing yang dibayar jasanya.
Namun, itu semua tergantung orangnya apakah ingin keperawanannya direnggut dengan dildo atau pria itu sendiri. Penis palsu itu biasanya terbuat dari besi, batu, atau gading dan sering dihiasi dengan gambar seorang dewa kesuburan.
Pilihan merenggut keperawanan tersebut bukan berarti merampoknya dari gadis perawan, tapi membuat wanita itu lebih suci di mata suaminya.
Advertisement
4. Dildo Pisang
Wanita Arab dan Polinesia menggunakan pisang mentah sebagai dildo. Pisang juga digunakan sebagai dildo di beberapa budaya karena buah-buahan ini memiliki nuansa seksual yang kuat.
"Pisang kulitnya lembut dan halus, yang melebarkan mata gadis-gadis muda," kata Charles Panati.
(Mel/*)
Lanjutkan Membaca ↓