Merek Bola Al Rihla di Piala Dunia 2022 dan Kitab Ar-Rihlah Ibnu Batutah

Selalu saja ada sisi unik dan menarik untuk mengulik seputar Piala Dunia 2022 Qatar. Mulai dari pemain, prakiraan skor hingga nama merek bola yang digunakan dalam pagelaran akbar ini. Sebagaimana diketahui, merek bola yang digunakan dalam piala dunia kali ini ialah ‘ar Rihla’.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Nov 2022, 14:30 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2022, 14:30 WIB
Al Rihla
Al Rihla, bola resmi yang diklaim tercepat saat di udara ini akan dipakai selama Piala Dunia 2022 Qatar. (Dok. Adidas)

Liputan6.com, Cilacap - Selalu saja ada sisi unik dan menarik untuk mengulik peristiwa seputar Piala Dunia 2022. Mulai dari pemain, prediksi skor hingga nama merek bola yang digunakan dalam kompetisi sepak bola paling akbar ini. Sebagaimana diketahui, merek bola yang digunakan dalam piala dunia kali ini ialah ‘Al Rihla’.

Al Rihla sendiri diambil dari kata bahasa Arab ‘Ar-Rihlah’ yang artinya ‘perjalananan atau pengembaraan’. Berdasarkan informasi yang beredar, Ar Rihla merupakan bola buatan asli Indonesia yang diproduksi di Madiun. Adidas telah memberikan lisensi kepada PT Global Wei Indonesia (GWI) untuk memproduksi bola-bola yang akan digunakan dalam piala dunia 2022 ini.

Terlepas dari hal di atas, istilah Al Rihla dan artinya mengingatkan penulis pada sebuah kitab Ar Rihlah yang artinya sama yakni perjalanan atau pengembaraan. Memang kitab ini mengisahkan perjalanan seorang ulama tersohor yakni Ibnu Batutah.

Ibnu Batuthah sendiri merupakan seorang ulama asal Maroko yang telah melakukan pengembaraannya ke sejumlah penjuru dunia. Nama lengkapnya adalah Muhammad Abu Abdullah bin Muhammad Al Lawati Al Tanjawi bin Batutah, yang kemudian dikenal dengan Ibnu Batutah. Lahir di Tanger yang merupakan kota di sebelah utara Maroko pada  24 Februari 1304 M atau 703 H.

Beliau wafat di kota kelahirannya pada tahun 1377 M atau 779 H. Riwayat lain mengatakan, ia wafat di kota Fez atau Casablanca. Namun berdasarkan pendapat yang kuat, ia wafat dan dimakamkan di tanah kelahirannya, sebagaimana makamnya terdapat di kota wisata Tanger, Maroko. 

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Ibnu Batutah dan Kitab Ar Rihlah

Ibnu Batutah (kanan) di Mesir, ilustrasi karya Léon Benett dalam sebuah buku yang terbit pada 1878. (Foto: Wikimedia Commons)
Ibnu Batutah (kanan) di Mesir, ilustrasi karya Léon Benett dalam sebuah buku yang terbit pada 1878. (Foto: Wikimedia Commons)

Dikutip dari berbagai sumber, Ibnu Batutah telah menjelajahi sebagian besar negeri Islam dan dalam jangka waktu 30 tahun, Ibnu Batutah telah berhasil mengunjungi sebagian besar negara Islam dan banyak negeri non-Islam.

Di antaranya, Afrika Utara, Tanduk Afrika, Afrika Barat, Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Tiongkok.

Sebelum ajal menjemputnya, ia sempat meriwayatkan kembali pengalaman-pengalamannya menjelajahi dunia untuk dibukukan dengan judul Tuḥfatun Nuẓẓār fī Gharāʾibil Amṣār wa ʿAjāʾibil Asfār (Hadiah Bagi Para Pemerhati Negeri-Negeri Asing dan Pengalaman-Pengalaman Ajaib).

Kemudian, Kitab ini lazim disebut ‘Ar-Rihlah’ yang artinya perjalanan, pengembaraan atau lawatan.

Sempat Menuai Kritik

Ibnu Batutah menyempatkan diri untuk berkunjung ke kota Tabriz pada 1327. (Foto: Wikimedia Commons)
Ibnu Batutah menyempatkan diri untuk berkunjung ke kota Tabriz pada 1327. (Foto: Wikimedia Commons)

Kitab Ar-Rihlah pada dasarnya disusun oleh Ibnu Batutah berdasarkan ingatannya tentang perjalanan yang ia lakukan. Hal ini tentunya yang sempat menimbulkan kritik atas akurasi dari memori Ibnu Batutah.

Selain kontroversi tersebut, para ilmuwan mengalami kesulitan dalam memahami kitab Ar-Rihlah Ibnu Batutah ini. Hal ini disebabkan karena bahasa dan nama yang digunakan untuk menyebut sebuah daerah sama sekali asing dan tak jarang susah dimengerti. Akibatnya, sulit memastikan wilayah manakah yang dimaksudkan.

Faktor lainnya yakni penulisan geografi tersebut tidak didukung dengan ilmu pemetaan yang sedianya akrab digunakan saat ini. Perubahan geografis dan teritorial yang berlaku dalam hukum internasional turut mengubah letak dan garis suatu negara.

Namun ada beberapa ilmuwan, termasuk sarjana Muslim, mengkaji ulang dan mempelajari kitab Ar-Rihlah. Di kalangan Muslim, misalnya, Prof Mahmud As-Syarqawi mengupas dan memberikan syarah (komentar) atas karangan Ibnu Batutah yang diberi tajuk 'Ar-Rihlah Ma’a Ibn Bathuthah'.

Karya Kolaboratif

Kafilah Haji, ilustrasi karya Al-Wasiti dalam sebuah buku yang terbit pada abad ke-13 di Bagdad. (Wikimedia Commons)
Kafilah Haji, ilustrasi karya Al-Wasiti dalam sebuah buku yang terbit pada abad ke-13 di Bagdad. (Wikimedia Commons)

Berkaitan dengan kitab ini, sebenarnya ada penulis lain di belakang layar, yang membantu Ibnu Batutah, yakni Ibnu Juzayy. Kolaborasi inilah yang membawa kitab ini pada eksistensinya yang berisi informasi yang luas, rinci, dan beragam tentang kota-kota penting Asia dan Afrika.

Ibnu Batutah mendiktekan ingatannya tentang perjalanan yang ia lakukan pada Ibnu Juzayy, yang merupakan seorang penulis istana, di Fez, Maroko. Penulisan ini dilakukan atas perintah Raja Dinasti Marinid di Maroko, Sultan Abu ‘Inan.

Di dalam Rihlah, Ibnu Batutah berkisah soal berbagai fenomena sosial, budaya, dan politik yang ia temui di kota yang dilaluinya. Ibnu Batutah tertarik dengan bagaimana para raja memerintah dan bagaimana masyarakat biasa hidup sehari-hari.

Lantaran perjalannya sebagian besar dilakukan di wilayah-wilayah dunia Islam, maka buku catatan Ibnu Batutah ini pada hakikatnya berisi gambaran perihal proses Islamisasi yang tengah berlangsung di berbagai tempat di Asia dan Afrika.

 

Penulis: Khazim Mahrur

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya