Korupsi SKRT, Jaksa: Anggoro Beri Kaban Cek Pelawat dan Valas

Bos PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo pernah memberikan cek pelawat kepada mantan Menhut MS Kaban senilai Rp 50 juta.

oleh Oscar Ferri diperbarui 23 Apr 2014, 18:18 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2014, 18:18 WIB
Mantan Buron KPK Jalani Sidang Perdana
Anggoro yang sempat menjadi buronan ini merupakan tersangka kasus korupsi proyek pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan 2007. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Bos PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo ternyata pernah memberikan cek pelawat kepada mantan Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban senilai Rp 50 juta. Hal itu disebutkan dalam dakwaan jaksa pada sidang perdana kasus korupsi proyek pengadaan revitalisasi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan.

Masih menurut dakwaan itu, Anggoro memberikan cek pelawat setelah menerima pesan singkat dari Kaban pada 25 Februari 2008. Saat itu, Anggoro menarik secara tunai uang Rp 50 juta di Bank Permata dan dibelikan cek pelawat.

"Terdakwa lalu menyuruh Isdriatmoko mengantarkan dan memberikan TC (travelers check) tersebut ke MS Kaban di Manggala Wahana Bhakti Departemen Kehutanan," kata jaksa Riyono saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Rabu (23/4/2014).

Kemudian, lanjut Jaksa, pada 28 Maret 2008, Anggoro kembali menerima pesan singkat dari Kaban yang meminta uang 40 ribu dolar Singapura. "Apakah pukul 19.00 dapat didrop 40 ribu sin?" kata jaksa menirukan isi pesan singkat Kaban.

Anggoro menyanggupi permintaan Kaban. "19.00 bisa & ke-Ysf?," katanya membalas pesan singkat Kaban.

Anggoro kemudian menghubungi Muhammad Yusuf, sopir Kaban, untuk menanyai soal pengiriman uang itu. "Pak, tolong tanyakan mau dikirim sekarang barangnya bisa nggak gitu? Bapak ada minta kirim barang," kata jaksa membacakan pesan singkat Anggoro kepada Yusuf.

Yusuf pun menunjukkan tempat uang permintaan Kaban bisa diantar. "Iya, Denpasar," kata Yusuf membalas pesan singkat ke Anggoro.

Menurut jaksa, Anggoro kemudian membeli valuta asing senilai 40 ribu dolar Singapura lalu diberikan kepada Kaban di rumah dinas Menteri Kehutanan di Jalan Denpasar Raya Nomor 15 Jakarta.

Selanjutnya, pada 28 Maret 2008, Anggoro membeli 2 unit lift dengan kapasitas 800 kilogram dari PT Pilar Multi Sarana Utama. Kedua unit lift tersebut dibeli atas permintaan Kaban.

"Kemudian diberikan kepada MS Kaban untuk digunakan Menara Dakwah dengan harga pembelian 2 unit lift US$ 58.581.00, pemasangan Rp 40 juta, dan pengadaan sipili untuk pemasangan lift Rp 160.653.000," ujar jaksa Riyono.

Proyek SKRT sebenarnya sudah dihentikan pada 2004 oleh Menhut yang kala itu dijabat M Prakoso. Namun, proyek tersebut dihidupkan kembali atas permintaan Anggoro semasa MS Kaban menjabat Menhut.

Anggoro diduga memberikan uang kepada 4 anggota Komisi IV DPR yang menangani sektor kehutanan. Mereka yakni Azwar Chesputra, Al-Amin Nur Nasution, Hilman Indra, dan Fachri Andi Leluas. Komisi IV yang saat itu dipimpin Yusuf Emir Faisal pun mengeluarkan Surat Keputusan Rekomendasi untuk melanjutkan proyek SKRT.

Disebutkan, dalam SK tersebut Komisi IV DPR meminta Departemen Kehutanan (sekarang Kemenhut) meneruskan proyek SKRT dan mengimbau agar menggunakan alat yang disediakan PT Masaro untuk pengadaan barang dalam proyek tersebut. Yusuf Emir Faisal, Azwar, Al Amin, Hilman, maupun Fachri telah divonis pidana penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.

Selain mereka, dalam kasus ini adik Anggoro, Anggodo Widjojo juga sudah dijerat KPK dan sudah dihukum pidana penjara. Fakta persidangan kasus ini juga menyebutkan adanya aliran dana ke sejumlah pejabat di Dephut, termasuk mantan Sekjen Dephut Boen Purnama.

Sementara, Kaban selaku Menhut, diduga mengetahui aliran dana ke pejabat Kemenhut tersebut. Kaban juga diduga menandatangani surat penunjukan langsung terhadap PT Masaro Radiokom. Kaban, usai diperiksa KPK, pernah mengungkapkan bahwa penunjukan langsung PT Masaro sudah sesuai prosedur.

(Shinta Sinaga)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya