Sidang SKRT, MS Kaban Disebut Jaksa Lari dari Tanggung Jawab

Dalam dakwaannya, Anggoro disebut telah memberikan sejumlah uang dan barang kepada sejumlah pejabat.

oleh Oscar Ferri diperbarui 18 Jun 2014, 22:37 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2014, 22:37 WIB
MS Kaban Bantah Rekaman Percakapan Dengan Anggoro
Namun setelah rekaman suara tersebut selesai diputar, MS Kaban masih tetap membantah bahwa dalam rekaman itu adalah suaranya, Pengadilan Tipikor, Rabu (28/5/2014) (Liputan6.com/Miftahul Hayat).

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai Malem Sambat Kaban selaku Menteri Kehutanan (Menhut) 2004-2009 lari dari tanggung jawab dalam proyek pengadaan revitalisasi Sistem Komunikasi Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan. Proyek itu diduga terdapat indikasi suap yang dilakukan Bos PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo terhadap sejumlah penyelenggara negara.

Kaban yang pernah dihadirkan pada persidangan sebagai saksi mengaku tak pernah menerima uang dan barang apapun dari Anggoro. Pengakuan itu yang dinilai Jaksa bahwa Kaban lari dari tanggung jawab hukum.

"Baik keterangan terdakwa maupun keterangan saksi MS Kaban tersebut kami nilai sebagai alasan terdakwa dan saksi MS Kaban untuk menghindari tanggung jawab hukum atas perbuatannya, dan keterangan keduanya tanpa didukung alat bukti apapun," kata Jaksa Dodi Sukmono di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Rabu (18/6/2014).

Dalam dakwaannya, Anggoro disebut telah memberikan sejumlah uang dan barang kepada sejumlah pejabat. Uang yang diduga suap itu diberikan untuk memuluskan proyek pengadaan revitalisasi SKRT di Dephut pada 2006 sampai 2008.

Salah satu orang yang disebut adalah Kaban yang saat itu menjabat sebagai Menhut. Pada sejumlah persidangan selama ini, baik Anggoro maupun Kaban menyatakan tidak pernah memberi dan menerima terkait proyek revitalisasi SKRT ini.

Jaksa menegaskan fakta bahwa Anggoro memberikan uang dan barang kepada Kaban bukanlah merupakan rekayasa untuk membuktikan dakwaan. Bahkan, Jaksa juga beberapa kali memutar ulang rekaman pembicaran telepon antara Anggoro dan Kaban untuk membuktikan bahwa memang telah terjadi perbuatan melawan hukum.

"Penyangkalan terdakwa terhadap percakapan antara terdakwa dengan MS Kaban hanya upaya terdakwa untuk menutupi perbuatan terdakwa dan perbuatan MS Kaban. Karena di sisi lain, terdakwa mengakui telah memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR yakni saksi Yusuf Erwin Faishal dan kawan-kawan," ucap Jaksa Dodi.

Kaban disebut pernah menerima sejumlah uang dari Bos PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo. Di antaranya sebanyak US$ 10 ribu pada 16 Agustus 2007. Uang tersebut diantarkan ke Rumah Dinas Menhut di Jalan Denpasar, Jakarta, oleh anak Anggoro, David Angkawijaya.

Kemudian pada 13 Februari 2008, sopir Kaban, M Yusuf mengaku pernah menerima uang US$ 20 ribu dari David Angkawijaya. Yusuf kemudian menyerahkan uang tersebut ke Kaban.

Berikutnya, pada 25 Februari 2008, Anggoro mendapat SMS dari Kaban yang intinya meminta uang senilai Rp 50 juta. Anggoro memerintahkan Isdriatmoko untuk mengantarkan traveller cek senilai Rp 50 juta ke Kaban.

Selain itu, Anggoro telah menggelontorkan uang Rp 210 juta dan Rp 925 juta, SGD 220 ribu, SGD 92 ribu, dan US$ 20 ribu, serta 2 buah elevator berkapasitas masing-masing 800 kilogram untuk Gedung Menara Dakwah Islamiyah. Harga pembeliannya pengadaan dua unit lift USD 58,581.00, pemasangan Rp 40 juta, dan pengadaan sipil untuk pemasangan lift Rp 160.653 juta.

Elevator itu dibeli untuk digunakan di dalam Gedung Menara Dakwah Islamiyah Indonesia. Menara Dakwah itu juga sempat dipakai sebagai tempat kegiatan Partai Bulan Bintang, di mana Kaban menjabat Ketua Umum PBB.

Selain itu, Anggoro juga diketahui menyuruh anak buahnya, Putranefo supaya mendekati Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Dephut Wandjojo Siswanto, Kasubag Sarana Khusus Biro Umum Dephut Joni Aliando, Kabag Perlengkapan Biro Umum Dephut Aryono, serta Sekretaris Jenderal Dephut, Boen Mukhtar Poernama untuk membagi-bagian uang kepada para pejabat tersebut. Tujuannya sama, yaitu untuk memperlancar urusannya dalam proyek Rancangan anggaran SKRT.

Sebagai tanda terima kasih, terdakwa memberikan uang senilai Rp 20 juta dan US$ 10 ribu kepada Wandjojo serta US$ 20 ribu untuk Boen.

Kemudian Anggoro pun menjanjikan sejumlah uang kepada mantan Ketua Komisi IV 2004-2009, Yusuf Erwin Faishal jika yang bersangkutan bisa meloloskan anggaran di DPR.

Pada 16 Juli 2007, Yusuf pun berhasil mengesahkan Rancangan Pagu Bagian Anggaran Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) dalam lembar pengesahan dengan tanda tangan Menteri Kehutanan yang pada saat itu dijabat Kaban.

Anggoro pun tidak melupakan janjinya. Dia lantas memberikan sejumlah uang kepada Yusuf yang diantar oleh anak Anggoro, David Angkawijaya, melalui Tri Budi Utami di ruang sekretariat Komisi IV DPR. Uang ini dibagi-bagikan kepada sejumlah anggota Komisi IV saat itu, yakni Suswono (sekarang Menteri Pertanian) Rp 50 juta, Muchtaruddin Rp 50 juta, dan Muswir R p5 juta.

Selanjutnya pada bulan November 2007, Yusuf kembali menerima sejumlah uang dari Anggoro. Uang itu dibagikan kepada sejumlah anggota Komisi IV saat itu, yakni Fachri Andi Laluasa sebesar SGD 30 ribu, Azwar Chesputra SGD 5 ribu, Hilman Indra SGD 140 ribu, Muchtaruddin SGD 40 ribu, dan Sujud Sirajuddin Rp 20 juta.

Uang ini digelontorkan terkait pembahasan Rancangan Anggaran Program GERHAN senilai Rp 4,2 triliun di DPR. Anggaran Revitalisasi SKRT senilai Rp 180 miliar termasuk di dalam Rancangan Anggaran Program GERHAN.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya