Liputan6.com, Jakarta - 6 Tersangka kasus penyelundupan BBM ilegal senilai Rp 1,3 triliun di Batam dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau pasal 5 ayat 1 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun.
Mereka adalanya Du Nun (40) kontraktor, AM (46) pengusaha kapal dan adiknya NK (38) PNS Pemkot Batam, lalu Yusri (55) karyawan Pertamina Region I Tanjung Uban, Aripin Ahmad (33) PHL TNI AL yang bertempat tinggal di Dumai, dan Deki Bermana (36) seorang pegawai swasta.
"Kami terapkan predikat crime-nya adalah UU tindak pidana korupsi pasal 2. Karena di situ ada PNS ada Sipil juga. Jadi setiap orang merugikan keuangan negara bisa dikenakan tindak pidana korupsi," ungkap Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Kamil Razak di Kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Selasa (23/12/2014).
Khusus untuk otak penyelundupan yakni AM atau Achmad Machbub alias Abob, juga dijerat dengan pasal 55 UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Sementara, untuk Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)-nya, keenamnya dinyatakan melanggar pasal 3, 4, 5, dan 10 UU nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberanatasan TPPU.
"TPPU-nya, pasal 3, 4, dan 5 baik pelaku pasif maupun aktif," jelas Kamil.
Kejaksaan Diminta Segera Lelang Barang Bukti Kasus BBM Ilegal
Sejumlah barang bukti disita dari tersangka kasus penyelundupan BBM ilegal senilai Rp 1,3 triliun di Batam. Antara lain Kapal Motor Lautan Satu, 65 ruko, serta 3 unit alat berat.
Alat bukti yang telah diserahkan ke Kejaksaan tersebut dinilai masuk dalam kategori aset cepat rusak dengan biaya perawatan yang mahal. Karena itu Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Muhammad Yusuf, meminta agar Kejaksaan segera melakukan lelang sebelum adanya putusan pengadilan.
"Ada aset-aset yang cepat rusak. Dan perawatan yang mahal seperti kapal, alat berat, ruko-ruko. Ada tak komunikasi penyidik dengan jaksa penuntut umum akan dilelang sebelum putusan," tanya Yusuf kepada Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Kamil Razak, usai konferensi pers ekspos kasus BBM ilegal di kantor PPATK.
Menurut dia, sebaiknya lelang barang-barang bukti yang cepat rusak dan yang biaya perawatannya mahal itu dilakukan segera. Sebab jika menunggu putusan pengadilan sampai tingkat Kasasi, kemungkinan besar nilai harganya sudah turun.
Ia mengatakan apabila melihat dari perspektif pengembalian keuangan negara melalui pasal 45 KUHAP, undang-undang memungkinan lelang barang bukti itu dilaksanakan sebelum putusan.
Kamil pun menjawab bahwa seluruh barang bukti sudah dikomunikasikan dengan pihak kejaksaan. Menurut dia, kejaksaan sedang meneliti dan telah meninjau barang bukti tersebut. Namun memang belum ada keputusan untuk melelang aset-aset itu.
"Sudah dikoordinasikan dengan rekan-rekan kejaksaan. Berkasnya sudah ada di kejaksaan," kata Kamil.
PPATK bersama Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus migas senilai Rp 1,3 triliun. Tersangka awal adalah kakak beradik, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemkot Batam Niwen Khairani dan pengusaha kapal Ahmad Mahbub alias Abop.
Kasus ini berawal dari laporan PPATK kepada Polri tentang adanya temuan rekening gendut salah satu PNS Pemkot Batam. Setelah melalui serangkaian proses penyelidikan, akhirnya penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipidsus) Bareskrim Polri menahan Niwen pada 28 Agustus 2014
Niwen memiliki rekening yang dicurigai terlibat TPPU dalam kasus yang sedang diungkap di Batam, Provinsi Kepulaun Riau. Setelah ditelusuri aliran dana Rp 1,3 triliun yang masuk ke rekening Niwen, berasal dari kakaknya, Ahmad Mahbub (AM) alias Abob. Dana itu berasal dari kasus bahan BBM ilegal yang juga berkaitan dengan kasus pencucian uang. (Mvi/Riz)
Advertisement