Komisi VI DPR Kritisi Perpanjangan Konsesi JICT dengan Asing

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi VI Hafisz Tohir menegaskan akan menelusuri dugaan pelanggaran konsesi JICT.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 02 Sep 2015, 03:54 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2015, 03:54 WIB
Aktivitas Bongkar Muat di JICT Tanjung Priok
Sejumlah pekerja saat mengecek peti kemas di Pelabuhan JICT, Tanjung Priuk, Jakarta, Rabu (25/3/2015). Pelindo II mencatat waktu tunggu pelayanan kapal dan barang sudah mendekati target pemerintah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VI DPR Azzam Azman Natawijana menyatakan perpanjangan konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT) oleh Dirut Pelindo II RJ Lino kepada Hutchison melanggar Undang-Undang Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008.

Hal ini disampaikan Azzam saat Komisi VI DPR melakukan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Serikat Pekerja (SP) JICT terkait masalah perpanjangan konsesi JICT oleh Pelindo II kepada pihak asing di ruang rapat Komisi VI.

"Apa yang dilakukan oleh Pelindo II merupakan upaya penyelundupan pembenaran terhadap undang-undang dan ini jelas usaha-usaha yang didasarkan kepada itikad tidak baik oleh Lino (Dirut Pelindo II)," kata Azzam di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 1 September 2015.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi VI Hafisz Tohir menegaskan akan menelusuri dugaan pelanggaran konsesi JICT. Salah satunya, DPR akan segera membuat panitia kerja (Panja‎).

"Selain itu DPR juga akan memanggil Menteri BUMN bersama Lino. Evaluasi atas perpanjangan konsesi JICT harus dilakukan secara komperehensif. Jangan sampai Lino main di grey area hukum sehingga perpanjangan ini terkesan seperti cara kerja mafia," tegas Tohir.

Tidak Ada Urgensi

Sementara itu, SP JICT menyampaikan bahwa konsesi asing di JICT saat ini tidak ada urgensinya. Ketua SP JICT Nova Sofyan Hakim mengatakan, Tahun 1999 JICT diprivatisasi karena negara butuh dana saat itu. Saat ini, lanjut dia, sudah tidak ada hal yang mendesak kerja sama asing di JICT.

"Hutchison hanya bayar USD 215 juta untuk 20 tahun perpanjangan lebih murah dari tahun 1999 sebesar USD 243 juta. Selanjutnya uang sewa selama 20 tahun sebesar USD 85 juta dibayar JICT bukan Hutchison. Jadi secara teknis perusahaan ini dijual sangat murah," kata Nova yang dalam RDPU itu didampingi sekitar 50 pekerja JICT.

Selain itu, potensi pasar atau volume tidak ditentukan oleh Hutchison melainkan faktor makro dan pola perdagangan global. Jadi menurutnya, Hutchison hengkang pun pasar tidak akan berpengaruh karena kapal-kapal yang sandar di JICT relatif sama sejak sebelum 1999.

"Jadi SP ingin agar JICT dapat dikelola mandiri dan perpanjangan dengan asing tidak diperlukan. Hal ini mengingat SDM dan peralatan sudah sangat memadai. Jangan sampai perpanjangan ini hanya menjadi motif berbagi keuntungan dengan Hutchison," tandas Nova. (Ado/Ian)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya