Liputan6.com, Jakarta - Upaya pemberantasan kasus korupsi di Tanah Air seperti gunung es di permukaan laut, baru sebagian kecil yang dapat ditindak. Maka itu, perlu tokoh panutan atau teladan untuk membantu memberantas korupsi di negeri ini.
Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menilai, tokoh yang layak menjadi panutan anti-korupsi seperti mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif atau Buya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, atau mantan Walikota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma.
"Banyak orang yang bisa memberi inspirasi, panutan, teladan bagi kehidupan anti-korupi, misalnya Buya Syafii, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, dia punya power, hidupnya sederhana. Kita juga punya Ahok yang setiap hari pikirannya berperang melawan korupsi. Kita juga punya Risma di Surabaya," ujar Adnan saat berkunjung ke kantor redaksi Liputan6.com, Senayan, Jakarta, Selasa (29/9/2015).
"Saya kira mereka bisa menjadi asa kita ke depan. Ini harapan wajar dari sebagian orang yang memang sudah haus dengan tokoh-tokoh yang selama ini mereka tidak temukan. Kita semua yakin haus dengan orang-orang yang punya bukti konkret," sambung dia.
Adnan mengatakan, tren atau kecenderungan korupsi di Tanah Air terjadi fluktuatif atau naik turun. Sebut saja masalah pergantian pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tentu akan mempengaruhi penindakan kasus korupsi.
"Banyak faktor. Karena ada upaya minimalisasi kinerja KPK itu juga mempengaruhi. Itu di KPK, bagaimana di Kejaksaan dan Kepolisian? Artinya, tingkat korupsi bisa naik dan menurun. Ritme itu juga dipengaruhi anggaran. Sehingga fluktuasi sering terjadi, karena korupsi terkait penganggaran," jelas dia.
Korupsi di negeri ini seperti mata rantai yang saling terkait. Apa solusinya? Adnan berpendapat, perlu reproduksi nilai-nilai baru bahwa tanpa korupsi masyarakat bisa hidup layak. Nilai-nilai tesebut harus benar-benar tertanam di masyarakat. "Bahwa tanpa korupsi kita bisa hidup layak, bisa makan tiap hari, punya rumah. Keyakinan inilah yang harus ditanamkan."
"Sekarang ini orang takut tidak korupsi, karena mereka butuh sesuatu yang hidup mereka harus korupsi. Tokoh-tokoh inilah harus bisa meyakinkan masyarakat. Neopatrimonial itu bibit korupsi, 'saya harus bantu kelurga', 'saya harus bantu suku', dan sebagainya itu harus dihilangkan," pungkas Adnan. (Rmn/Yus)