Liputan6.com, Jakarta - Klik! Tidak perlu menunggu berhari-hari. Dalam sekejap Netizen dihebohkan dengan screenshot akun Path Ndorokakung. Tulisan yang diunggah empunya akun tiba-tiba menjadi buah bibir di tengah masyarakat. Bagaimana tidak, keberadaan penyair Wiji Thukul yang hingga saat ini menjadi misteri seolah terkuak.
"Thukul adalah orang yang memasok dan merakit bom yang dipakai tentara Timor Leste untuk melawan ABRI. Kata Xanana, pada waktu itu, antara 1998-1999, tentaranya kehabisan amunisi. Lalu datanglah Thukul yang kemudian membantu bikin bom. Sayang, Thukul terbunuh di perbatasan oleh anggota ABRI. Dibom," mengutip tulisan Wicaksono, empunya akun Ndorokakung, di laman Path-nya. Dia mengakui dialah yang mem-posting tulisan yang menjadi buah bibir di masyarakat itu.
Tulisan tersebut merespons pengargaan yang diberikan Xanana Gusmao, Mantan Perdana Menteri dan Presiden Timor Leste, mewakili Brigada Negra sebuah kelompok tentara klandestin bagian dari Falintil, cikal bakal militer negeri itu.
Dalam kesempatan tersebut, Xanana menyerahkan piagam penghargaan dalam posisinya sebagai mantan Panglima Falintil.
Thukul, yang hingga kini keberadaannya tak diketahui, mendapat penghargaan karena merupakan bagian dari Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang dahulu mendukung kemerdekaan Timor Leste.
Acara penghargaan diberikan di sela seminar "Konferensi Internasional Kedaulatan Laut Timor-Leste adalah Hak yang Tak Terbantahkan" yang digelar pada 16 Maret 2016 di ibu kota Dili.
"Thukul mendapat penghargaan karena bersama PRD mendukung kemerdekaan Timor-Leste dan Jaker (Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat), terlibat dalam pembentukan solidaritas perjuangan Maubere(SPRIM)," kata adik Wiji Thukul, Wahyu Susilo kepada Liputan6.com.
Piagam diberikan Xanana kepada anak perempuan Wiji Thukul, Fitri Nganthi Wani.
Menurut salah seorang undangan yang hadir, Nug Katjasungkana, dari penghargaan diberikan kepada anggota PRD dan 400 tentara Brigada Negara lainnya serta lembaga hak asasi manusia dari Portugal dan Australia.
"PRD yang mendapat penghargaan itu Budiman Sujatmiko, Wilson, Bimo Petrus, Jakobus Eko Kurniawan, Petrus Haryanto, Wiji Tukul dan Ditha Indah Sari," ujar Nug, penasihat media untuk Sekretariat Negara urusan Perempuan di bidang sosial dan ekonomi.
"Thukul diwakili anaknya, Nghanti. Sementara Bimo Petrus karena masih hilang, yang datang bapaknya. Untuk Petrus Hariyanto sakit ginjal, jadi yang terima istrinya," ujar Nug lagi.
Terkait dengan isi media sosial yang menyebut Thukul diberi penghargaan karena membuat bom untuk Timor Timur, Nug membantahnya.
"Tidak ada satu pun orang di lokasi bilang Tukhul buat bom. Tidak ada orang yang bilang Tukhul mati di perbatasan karena bom," tutur Nug. Hal yang sama dikatakan oleh Wahyu Susilo.
"Saat menyerahkan penghargaan, Xanana hanya mengatakan, 'Bapakmu ada di sini' sambil tersenyum kepada Nganthi Wani," ucap Nug.
Dalam acara itu, menurut Nug, Xanana lebih banyak mengungkapkan tentang perjuangan untuk mendapatkan kedaulatan atas Laut Timor. Nama Wiji Thukul sama sekali tak disinggung di depan peserta seminar.
Jejak Sang Penyair
Wiji Thukul, lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 26 Agustus 1963. Dia dikenal dengan karya-kary seninya yang menyentil kekuasaan Orde Baru. Dua bulan sebelum rezim kediktaktoran Soeharto tumbang, 21 Mei 1998, dia dinyatakan hilang.
Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan Wiji adalah korban dari rezim orde baru. Dia dihilangkan secara paksa terkait dengan aktivitas keseniannya.
"Saat itu bertepatan dengan peningkatan operasi represif yang dilakukan ole rezim Orde Baru dalam upaya pembersihan aktivitas politik yang berlawanan dengan Orde Baru," tulis Kontras dalam siaran persnya, April 2000 silam.
Pada Agustus 1996, Thukul pamit kepada istrinya, Sipon, untuk pergi bersembunyi. Sejak itu, ia mengembara dari satu kota ke kota lain, menghindar dari kejaran militer yang menganggap puisinya menghasut para aktivis untuk menentang rezim Soeharto. Namun, ia tak pernah pulang ke rumah.
Thukul lahir 23 Agustus 1963 di Solo. Aktif berkesenian sejak SMP ketika bergabung dengan Sanggar Teater Jagat. Lulus dari SMP, ia Thukul melanjutkan studi di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia meski tak sampai lulus. Di samping aktif berteater, Thukul juga menulis puisi. Puisinya pernah dibacakan di Radio PTPN Solo dan dimuat di sejumlah koran.
Pergumulannya dengan kesenian kerakyatan semakin intens ketika mulai mengembangkan aktivitas kesenian di kampung bersama teman-temannya, sesama kaum buruh. Â
Sampai hari ini, Thukul belum kembali. Hilang tak tentu rimba. Para anggota Tim Mawar, sekelompok anggota Kopassus yang melakukan penculikan para aktivis pada 1997-1998, dalam persidangan, mengaku tak membawa Thukul.
Koordinator KontraS saat itu (2000), Munarman, menuliskan kronologi hilangnya sang penyair kritis itu.
Desember 1997
Sempat bertemu dengan ketua KTTLV cab. Jakarta yang berkewarganegaraan Belanda.
25-27 Desember 1997
Bertemu dengan Istinya bersama kedua anaknya di Kaliurang, Yogyakarta. Istrinya sempat diantar Thukul ke Stasiun Tugu kembali ke Solo. Saat itu Thukul itu hanya bicara: Wis kono gek bali lan ati-ati karo anakmu (sudah kamu cepat pulang dan hati-hati dengan anakmu)
Februari 1998
Bertemu dengan seorang seniman di kota Magelang.
19 Februari 1998
Berhubungan melalui telepon. Ini adalah komunikasi terakhir dengan Thukul
Sekitar Maret-April 1998
Bertemu dengan Staf Komunitas Utan Kayu di Kantor ISAI Jakarta
Sekitar Maret-April 1998
Sempat makan bakso bersama-sama di sekitar By-pass, Jalan Pemuda Jakarta.
Lukai Hati Keluarga
Ikatan Keluarga Orang Hilang atau Ikohi angkat bicara terkait kabar miring atas pemberian penghargaan terhadap Wiji Thukul dari mantan Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao.
Ikohi mengecam berita miring yang keluar dari akun Ndorokakung di media sosialnya (Path) pada Kamis, 17 Maret 2016. Ikohi menegaskan apa yang tertulis di akun tersebut tidak benar.
Di akun tersebut, Ndorokakung mempertanyakan kelayakan Wiji Thukul mendapat pengakuan, tentang tempat dan bagaimana Wiji Thukul mati, dan tuduhan bahwa Fitri Nganthi Wani (putri Wiji Thukul) telah mendapat hadiah uang.
"Ikohi mengecam informasi salah mengenai Wiji Thukul itu," kata Ketua Ikohi, Wanyametti, melalui pesan tertulis kepada Liputan6.com, Jumat (18/3/2016).
Dia menyatakan, pernyataan dan penyebaran berita miring tentang Wiji Thukul itu telah melukai hati keluarga, sahabat, dan komunitas-komunitas yang tengah memperjuangkan pertangungjawaban negara.
"Mengetahui keberadaan orang yang dicintai adalah hak paling hakiki dari keluarga korban penghilangan paksa. Menyebarkan berita tanpa bukti tentunya sangat melukai hati keluarga, sahabat, dan komunitas yang telah memperjuangkan ini selama lebih dari 17 tahun," kata dia.
Penyebaran informasi yang menyebut Fitri Nganthi Wani telah mendapat hadiah uang juga menambah luka dan kekecewaan keluarga dan sahabat.
"Ikohi meminta pemilik akun Path Ndorokakung untuk mencabut tuduhannya dan meminta maaf kepada keluarga Wiji Thukul, khususnya kepada Fitra Nganthi Wani dan kepada semua keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia," ujar dia.
Advertisement
Penjelasan Ndorokakung
Pemilik akun Path Ndorokakung, Wicaksono menyatakan, dirinya memang yang mem-posting berita itu. Namun, dia menegaskan, apa yang ditulis itu belum tentu benar karena belum diklarifikasi kebenarannya.
"Itu kabar dari seorang teman saya posting. Secara jurnalistik kabar itu tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tidak ada klarifikasinya. Dan itu sudah saya tuliskan di akun itu," ujar Wicaksono saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (18/3/2016).
Wicak mengaku bersyukur jika kemudian ada pihak yang mengklarifikasi kabar tersebut. "Ya baguslah," singkat dia.
Ia enggan membeber apa motifnya mengunggah tulisan itu. Dia juga keberatan menyebut siapa nama temannya tersebut. "Nggak perlulah itu," ujar dia.
Tidak hanya itu, Wicaksono juga tak mau menanggapi adanya protes Ikohi terkait postingannya itu. "Saya nggak mau komentar soal itu. Kalau ada yang keberatan yang silakan saja," singkat Wicak.
Dia menolak disebut mencari sensasi dari tulisan yang di-posting di Path. Dia berharap ada titik terang dari informasi yang dia dapatkan untuk dapat mengungkap kebaradaan Wiji dan mengungkap kebenaran.
"Kalau kemudian ada pihak yang tak berkenan, terutama keluarha alm. Wiji Thukul, aku minta maaf yang sebesar-besarnya. Aku sama sekali tak berniat dan bertujuan membuka luka lama atau menyesatkan informasi," tulis Wicak dalam akun Facebook-nya, Jumat (18/3/2016), sekitar pukul 20.00-an WIB.
Namun, di balik kegaduhan 'ditemukannya' Wiji Thukul, ada hikmah yang dapat diambil. Bahwa, perjuangan atas segala bentuk kesewenangan tidak boleh luput dari ingatan. Wiji Thukul adalah satu dari sederet korban kesewenangan, kebenaran harus ditegakan. Kebenaran tidak bisa dikalahkan.
Mengutip penggalan sajak Wiji Thukul yang dibuatnya pada 1986, Peringatan
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!