Liputan6.com, Jakarta - KS duduk di sebuah kafe sambil menatap fokus ke arah laptopnya. Sementara jari-jemarinya sibuk mengetik.
Pemuda 21 tahun itu merupakan mahasiswa tingkat akhir di perguruan tinggi swasta di Jakarta Barat. Namun di balik status mahasiswanya, KS juga berprofesi sebagai kurir narkoba jenis sabu.
Sudah 6 kali dia melakoni pekerjaan mengantar barang haram tersebut. Meski sabu makin sulit didapat, KS bisa mendatangkannya asal ada uang dan rasa saling percaya.
Baca Juga
Pelanggannya bervariasi, dari mereka yang cuma bisa patungan hingga mahasiswa kelas menengah ke atas.
"Kalau yang pas-pasan mah, nyabunya bareng, ya gocap-gocapan (patungan Rp 50 ribu seorang) buat beli," kata KS di sekitar kawasan Rawa Belong, Jakarta Barat, Senin (18/4/2016).
"Lumayan, Bang, sekali antar bisa dapat Rp 500 ribu."
Untuk sekali mengantar, dia hanya dibekali ciri-ciri pembeli serta nomor kontak, itu pun kalau ada. Namun pada aksinya yang keempat, KS hanya meletakkan sabu kristal kelas 2 di sebuah tempat dalam kotak rokok.
"Dia (pembeli) sudah transfer lewat juragan (bandar), sedikit amanlah kalau cuma menaruh barang di suatu tempat," ujar KS.
Duit Lecek
Sabu yang dimiliki bandar KS beragam, mulai dari kelas 1, kelas 2, hingga sabu oplosan. Untuk kelas 1, barang haram tersebut tak diproduksi di Indonesia.
"Setahu saya belum ada yang bisa bikin, barang luar semua. Seji (satu gram) bisa sampai jutaan," kata pemuda yang mengenakan kemeja flanel biru itu.
Sedangkan untuk sabu grade B atau kelas 2, setahu KS, barang itu dijual dengan harga Rp 800 ribu per seperempat gramnya. Tapi, rata-rata pembeli KS membeli untuk pesta bersama. Biasanya mereka membeli lebih dari 1 gram sabu.
KS menuturkan, selama 6 transaksi, hanya satu kali barang milik bandarnya yang dibeli oleh mahasiswa kelas menengah ke bawah. Itu pun mereka beli dengan patungan.
"Duit lecek, beli pakai nawar, dan janjiannya di depan warung kopi pinggir jalan," kenang dia.
Dia mencatat, sudah 5 transaksi sabu yang melibatkan dirinya dilakukan di tempat-tempat mewah, dari hotel, apartemen, hingga kafe-kafe kelas atas lain di kawasan Jakarta Barat.
Namun dia ogah berbicara lebih jauh lagi tentang 'karir gelapnya' itu. KS mengaku takut saat mendengar teman bandarnya tertangkap polisi. Bandar KS saat itu langsung kabur tak ada kabar.
"Emang Abang punya duit berapa? Sekarang lagi langka, kalau mau harga normal akhir bulan saja," kata sang mahasiswa berang. Dia tak mau lagi bicara dan memilih melanjutkan ketikan tugasnya.
Dari tangkapan Polres Jakarta Barat selama Februari hingga pertengahan April 2016, kebanyakan yang ditangkap adalah kurir dan pedagang kecil.
Hampir semua tangkapan di 8 kecamatan yang ada di Jakarta Barat, polisi baru menangkap pecandu atau pengonsumsi sabu, kurir, serta pemain-pemain kecilnya.
Sementara para 'ikan tongkol'Â pengedar sabu di Jakarta Barat licin menghindar dari gerebekan petugas.
Advertisement