Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan aplikasi Qlue untuk jemput bola penanganan masalah lingkungan di tingkat RT dan RW di DKI Jakarta masih ditanggapi secara beragam.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Selasa (31/5/2016), petugas RT 11 RW 01, Kelurahan Pengangsaan, Menteng, Jakarta Pusat, merasakan aplikasi Qlue sebagai sarana aduan permasalahan di lingkungan RT yang efektif.
Saat ini, setiap RT diwajibkan tiga kali mengirim aduan, hingga untuk satu kelurahan bisa menerima ratusan aduan.
Advertisement
Jumlah aduan yang tak sebanding dengan petugas PPSU yang tengah berdinas, mengakibatkan aduan yang masuk ke Qlue tak segera terselesaikan.
Selain itu, aplikasi Qlue dirasakan sebagai kendala bagi RT yang belum melek internet, yang ujung-ujungnya menolak aplikasi ini.
Baca Juga
Agus Iskandar, ketua RW 12 di Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat menolak sistem pelaporan aduan melalui Qlue karena dianggap menambah beban kerja. Karena sikapnya itu, Agus Iskandar pun dipecat dari jabatannya.
Pemecatan Agus Iskandar mendorong para ketua RT dan RW di Kebon Melati kompak menolak sistem aplikasi Qlue.
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menilai kisruh aplikasi Qlue merupakan puncak kekesalan sejumlah ketua RT-RW terhadapnya.
Qlue adalah aplikasi yang memungkinkan ketua RT dan RW di DKI Jakarta, melaporkan situasi lingkungan atau warganya kepada atasannya.
Untuk tiap laporan, ketua RT-RW diberi insentif Rp 10 ribu. Selain insentif, para ketua RT dan RW juga mendapat uang pulsa Rp 75.000 per bulan.