Derita Sang Pengamen Cipulir Jadi Korban Salah Tangkap

Kendati, Marni tetap bersenang hati lantaran perjuangannya mendapatkan keadilan cukup membuahkan hasil, meski tak maksimal.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 09 Agu 2016, 19:15 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2016, 19:15 WIB
Pengamen Cipulir
Kendati, Marni tetap bersenang hati lantaran perjuangannya mendapatkan keadilan cukup membuahkan hasil, meski tak maksimal. (Liputan6.com/Nafiysul Qodar)

Liputan6.com, Jakarta - Senyum Marni mengembang begitu keluar dari ruang dua, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebab permohonan praperadilan ganti rugi sang anak, Andro Supriyanto, diterima.

Andro adalah pengamen di Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, yang menjadi korban salah tangkap kasus pembunuhan temannya pada akhir Juni 2013.

Tapi di hati Marni masih ada yang mengganjal. Sebab, hukuman yang dijatuhkan kepada Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI masih ringan.

‎Kendati, Marni tetap bersenang hati lantaran perjuangannya mendapatkan keadilan cukup membuahkan hasil, meski tak maksimal.

‎"Ibu sih tak puas, tapi bagaimana lagi? Ibaratnya daripada enggak ada (tidak diterima praperadilan). Setidaknya diakui," ujar Marni usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2016).

Marni mengakui banyak mengeluarkan biaya selama Andro di penjara. Dia menilai salah tangkap yang dilakukan kepolisian sangat berdampak pada masa depan sang anak.

Namun kini Marni pasrah. Apalagi, dia tidak mampu menunjukkan bukti kuat agar kerugian imateriil dikabulkan.

"Memang ada biaya-biaya itu. Namanya orang kecil, enggak mungkin dipenuhi semua (permohonannya). Dari dulu ibu mikir enggak mungkin semuanya dikabulkan," tutur dia.

Dampak Sosial

Uang Rp 36 juta ganti rugi dari negara bakal ia digunakan sebagai modal usaha kecil-kecilan anaknya. Ibu paruh baya ini berharap sang anak tidak kembali lagi mengamen di jalanan.

"Rencananya buat modal Andro supaya enggak ke jalan lagi, enggak ngamen lagi. Soalnya kemarin enggak dapet kerjaan, ngamen lagi lah dia. Habis kerjaannya apaan," pungkas Marni.

Nasib serupa juga dialami Nurdin, teman Andro yang juga menjadi korban salah tangkap. Dia masih merasakan dampak sosial akibat kasus yang menimpanya hingga kini.

Cap sebagai pembunuh masih melekat pada diri Nurdin. Padahal dia telah dinyatakan pengadilan tidak bersalah.

"Masyarakat memandang kami sebelah mata. Pokoknya tidak baik di mata mereka, gara-gara perlakuan ini (salah tangkap)," keluh Nurdin.

Dampak yang paling terasa adalah hubungan pertemanan. Baik Nurdin maupun Andro kini dijauhi masyarakat, gara-gara ‎tudingan sebagai pembunuh yang tak terbukti itu.

"Berbeda jauhlah sekarang sama dulu sebelum kasus. Perlakuan segala macem. Susah nyari kerja juga. Temen enggak ada yang ajakin kerja lagi. Pokoknya dicap jelek," tandas Nurdin.

Pembunuhan Pengamen Cipulir


‎Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah mengabulkan permohonan yang dilayangkan dua pengamen asal Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan untuk sebagian, yakni kerugian materiil.

Dari total permohonan ganti rugi sebesar Rp 1 miliar lebih, majelis hanya mengabulkan agar negara membayar ganti rugi sebesar Rp 72 juta.

Andro Supriyanto dan Nurdin Priyanto alias Benges dituduh dan disangka hingga dipidanakan dalam kasus pembunuhan terhadap Dicky Maulana di bawah jembatan Cipulir, Jakarta Selatan pada akhir Juni 2013.

Keduanya ditangkap, ditahan, dan diproses secara hukum, meski pun tidak ada bukti yang mengarah mereka sebagai pembunuh Dicky.

Bukti bahwa Andro dan Nurdin tidak terlibat dalam pembunuhan, diperkuat dengan putusan banding di Pengadilan Tinggi Jakarta dan hasil kasasi di Mahkamah Agung.

Andro dan Nurdin telah dibebaskan dari hukuman tujuh tahun penjara atas vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Keduanya bebas setelah Pengadilan Tinggi Jakarta menyatakan tidak bersalah.

Namun, jaksa penuntut umum tidak terima dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Rupanya hasil keputusan kasasi juga mengokohkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta.

Kasus pembunuhan Dicky Maulana sendiri diduga dilakukan enam anak jalanan, yang sehari-hari mengamen di Cipulir, Jakarta Selatan.

Mereka adalah dua terdakwa dewasa Andro dan Nurdin, serta empat terdakwa anak di bawah umur yang kasasinya tengah berjalan di MA. Mereka berinisial FP (16), F (14), BF (16), dan AP (14).

Pembunuhan Dicky terjadi pada Minggu 30 Juni 2013. Pada 1 Oktober 2013, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan pidana penjara tiga sampai empat tahun kepada empat terdakwa anak di bawah umur. Sedangkan dua terdakwa dewasa, masing-masing dihukum tujuh tahun penjara.

Setelah dinyatakan tak bersalah dan bebas dari hukuman penjara, Andro dan Nurdin memohon ganti rugi ke negara senilai Rp 1 miliar lebih. Dalam hal ini, permohonan itu‎ dilayangkan kepada Termohon I Kapolda Metro Jaya, Termohon II Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dan Turut Termohon Menteri Keuangan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya