DPR Berharap Pilkada DKI Jakarta Tanpa Isu SARA

Anggota DPR menjadi pembicara dalam acara dialektika demokrasi ‘Dinamika Politik Menjelang Pilkada 2017’,

oleh Liputan6 diperbarui 23 Sep 2016, 17:10 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2016, 17:10 WIB
DPR Berharap Pilkada DKI Jakarta Tanpa Isu SARA
Anggota DPR menjadi pembicara dalam acara dialektika demokrasi ‘Dinamika Politik Menjelang Pilkada 2017’,

Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPR RI dari Fraksi PKB Jazilul Fawaid berharap Pilkada DKI Jakarta, yang akan berlangsung pada Februari 2017 mendatang, berlangsung tanpa isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), karena masyarakat saat ini sudah cerdas. Hanya saja Pilkada kali ini serasa Pilpres 2014.

“PKB, PPP, Demokrat dan PAN kini ingin mempunyai cagub dan cawagub yang bisa kalahkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sikap PKB ini diputuskan setelah melihat warga DKI Jakarta, menginginkan gubernur yang baru. Tapi, Ahok memang mampu menyatukan lawan-lawan politiknya di Pilkada DKI ini,” tegas Jazilul Fawaid dalam dialektika demokrasi ‘Dinamika Politik Menjelang Pilkada 2017’  di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (22/9) kemarin.

Diskusi tersebut juga dihadiri Anggota DPR RI dari Fraksi PPP Arwani Thomafi, Anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem Syarif Abdullah Alkaderi dan Direktur eksekutif IndoBarometer Muhammad Qodari.

Jazil sapaan akrab mantan sekretaris FPKB DPR RI itu mengakui jika posisi parpol Islam dalam setiap pemilu, meski mempunyai modal sosial yang kuat, namun selalu menghadapi kesulitan akan keuangan.

“Tapi, kita buktikan di DKI ini nanti, apakah ditentukan oleh suara bumi atau suara langit?” ujarnya sambil tertawa.

Hal yang sama disampaikan Arwani, kalau dinamika Pilkada DKI ini menarik dan setiap parpol mempunyai kebebasan masing-masing untuk menentukan cagub – cawagubnya. Baik parpol pendukung maupun yang tidak terhadap pemerintah.

“Jadi, tidak ada dikotomi parpol antara parpol pemerintah, dan bukan pemerintah. Kita apresiasi pemerintah karena dalam Pilkada ini cair,” tambahnya.

Hanya saja kata Arwani, pihaknya bersama PKS dan Gerindra juga sepakat untuk tidak mendukung Ahok. Namun, PPP, PKB, PAN, dan Demokrat juga sepakat untuk mengusung satu pasangan. Sehingga, kemungkinan aka nada 2 atau 3 pasangan. Sedangkan nama-nama yang muncul antara lain Sandiaga Uno, Yusril Ihza Mahendra, Anies Baswedan, Agus Harimurti SBY, Saefullah (Sekda DKI), Syilviana Murni, dan lain-lain.

Selain itu kata Arwani, kita sepakat dalam melaksanakan Pilkada ini berlangsung fair (fairness), adil, demokratis dan tidak terjebak isu SARA dalam menegakkan demokrasi Pancasila ini. Lalu, kenapa sepakat tidak mendukung Ahok?

“Karena dalam survei prosentase Ahok tidak beranjak dari 40 -an %, sehingga masih ada peluang dalam Pilkada DKI ini untuk mengalahkan Ahok. Baik dengan 2 atau 3 pasangan,” ungkapnya.

Sementara itu mengapa Nasdem sejak awal mendukung Ahok kata Syarif, melihat kinerjanya baik, tegas, dan masyarakat Jakarta mayoritas masih menginginkan Ahok. Untuk itu, NasDem berterima kasih kepada Golkar, Hanura, dan PDIP yang akhirnya sepakat mengusung Ahok – Djarot.

“Tapi, kita berharap jangan sampai terjadi seolah-olah Ahok ini diusung oleh satu partai, dan parpol pendukung tidak menonjolkan ego masing-masing,” katanya.

Menurut Qodari, Ahok diibaratkan banteng liar yang akhirnya masuk ke kandang banteng. Padahal, sebelum memutuskan Ahok, PDIP sudah menghadirkan beberapa cagub lain dari daerah. Seperti Rano Karno, Anna Latuconsina, dan lain-lain, tapi akhirnya memilih Ahok.

(*)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya