ATVSI Ajukan 7 Poin Penting dalam RUU Penyiaran

Hingga kini draft RUU Penyiaran masih digodok di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 04 Mei 2017, 19:25 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2017, 19:25 WIB
ATVSI Tanggapi UU Penyiaran Saat ini
Ketua ATVSI Ishadi S. K. memberi keterangan kepada awak media saat World Press Freedom Day di JCC (4/5). Pihak ATVSI mengusulkan beberapa isu penting kepada pemerintah dan DPR terkait perubahan UU penyiaran tersebut. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) meminta para pemangku kepentingan seperti pelaku industri penyiaran, regulator, dan pemerintah terlibat dalam Revisi Undang-Undang Penyiaran yang kini tengah digodok di DPR RI.

Ketua ATVSI, Ishadi SK mengatakan, hingga kini draft RUU Penyiaran masih digodok di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. ATVSI juga dilibatkan dalam penyusunan draft RUU Penyiaran.

"ATVSI telah diundang Baleg DPR RI pada tanggal 3 April 2017 untuk memberikan tanggapan dan masukan mengenai beberapa isu penting yang menjadi roh dari RUU Penyiaran," ujar Ishadi di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2017).

Ishadi menuturkan, sedikitnya ada tujuh isu penting yang diajukan ATVSI dalam penyusunan RUU Penyiaran. Tujuh isu penting itu dianggap sebagai ruh dari RUU Penyiaran yang perlu disepakati.

Yang pertama, adanya rencana strategis dan blue print digital guna mengantisipasi perkembangan teknologi penyiaran. Kedua yakni adanya pembentukan wadah dan keterlibatan Asosiasi Media Penyiaran Indonesia dalam perizinan dan kebijakan penyiaran digital termasuk pembentukam Badan Migrasi Digital yang bersifat ad hoc.

Ketiga, adanya penerapan sistem hybrid yang merupakan bentuk nyata demokratisasi penyiaran. "Dan ini juga merupakan antitesa dari monopoli (single multiplexer)," kata dia.

Kemudian yang keempat, ATVSI mengusulkan pembahasan mengenai batasan durasi iklan komersial dan iklan layanan masyarakat. Kelima, mereka juga menyoroti soal iklan rokok. Menurut ATVSI, iklan produk rokok seharusnya masih diperbolehkan, bukan dilarang.

"Tidak melarang iklan rokok, tapi membatasi. Jadi lebih mengutamakan branding seperti banyak saat ini tentang petualangan atau persahabatan," ucap Ishadi.

Keenam yakni perihal siaran lokal. Sedangkan yang ketujuh yaitu tentang proses pencabutan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP).

"Harus ada mekanisme keberatan bagi pemegang IPP atas pembatalan IPP melalui jalur peradilan dan hanya mengikat apabila sudah ada kekuatan hukum tetap atau inkracht," Ishadi memungkas.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya