Liputan6.com, Pekanbaru - Kepolisian mengandalkan naluri dan insting untuk menangkap tahanan kabur. Sebab, hingga kini belum ada data pasti mengenai identitas tahanan dari pihak Rumah Tahanan Klas IIB Kota Pekanbaru.
"Kita sebenarnya buta karena tidak ada data tahanan yang kabur. Namun, karena polisi sudah terlatih menangani ini, kita gunakan naluri dan insting," kata Kepala Kepolisian Resor Kota Pekanbaru Kombes Susanto di kompleks Rutan Klas IIB di Jalan Sialang Bungkuk, Pekanbaru, Sabtu (6/5/2017), seperti dikutip dari Antara.
Sejak insiden kerusuhan dan kaburnya ratusan tahanan di Rutan Sialang Bungkuk pada Jumat, 5 Mei 2017, kata Susanto, sampai kini Rutan belum mengeluarkan data mengenai jumlah maupun identitas tahanan.
Advertisement
Meski begitu, berdasarkan data terakhir pada pukul 11.00 WIB, jajaran Polda Riau sudah menangkap kembali 209 tahanan yang kabur.
"Insting dari polisi akan bisa melihat tahanan yang kabur itu biasanya mereka panik, tidak pakai sendal, tidak ada KTP. Polisi juga banyak dibantu informasi dari warga," kata Susanto menjelaskan cara kerja polisi dalam memburu para tahanan.
Kemudian, polisi akan melakukan cek silang kepada pihak Rutan dan tahanan yang tidak kabur untuk memastikan yang ditangkap benar tahanan. "Supaya jangan sampai salah tangkap," kata dia.
Sebelumnya, Polda Riau mengungkapkan adanya permasalahan yang memicu tahanan kabur. Berdasarkan keterangan kepolisian, tahanan khususnya Blok B dan C, berunjuk rasa karena tidak mendapatkan pelayanan yang baik.
Mereka akhirnya membuat kericuhan dan mendobrak pintu setinggi tiga meter bagian samping kanan rutan, lalu kabur.
Rutan kelebihan kapasitas penghuni karena dari yang seharusnya hanya bisa menampung 361 tahanan kenyataannya berisi 1.870 orang. Dalam satu sel yang seharusnya hanya diisi 10-15 orang malah diisi 30 orang.
Dalam laporan Satuan Binmas Polresta Pekanbaru disebutkan, hasil keterangan dari para penghuni Rutan yang sudah diamankan kembali, akar permasalahan kaburnya narapidana akibat adanya pungli terhadap narapidana, juga tidak adanya pelayanan yang baik untuk napi.
Selain itu, karena terjadi penganiayaan terhadap narapidana, fasilitas kesehatan yang kurang memadai, dan waktu beribadah yang dibatasi. Kemudian jam besuk dibatasi dan apabila ditambah harus membayar, serta perlakuan petugas rutan yang melanggar ketentuan.
Berdasarkan keterangan penghuni, mereka sering mendapatkan perlakuan tidak baik dari petugas berinisial WR, selaku komandan jaga dan kepala pengamanan rutan. Keduanya diduga memukul salah satu tahanan dan diperlakukan secara tidak manusiawi, sehingga diduga memicu tahanan kabur.