Dag Dig Dug Kasus E-KTP

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kasus e-KTP sebagai salah satu kasus yang rumit.

oleh Rita AyuningtyasFachrur RozieLizsa Egeham diperbarui 20 Jul 2017, 07:49 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2017, 07:49 WIB
Ilustrasi Kasus Korupsi
Ilustrasi Kasus Korupsi

Liputan6.com, Jakarta - Kasus e-KTP, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut sebagai salah satu kasus yang rumit. Seiring waktu, kusutnya benang merah dalam kasus ini mulai terurai.

Awalnya, selama dua tahun mengusut kasus tersebut, penyidik baru menetapkan dua orang sebagai tersangka, Irman dan Sugiharto, eks pejabat Kementerian Dalam Negeri.

Kamis 9 Maret 2017, berkas kedua tersangka itu kemudian masuk dalam pengadilan. Berbekal fakta-fakta persidangan Irman dan Sugiharto lah, penyidik cepat menetapkan tersangka lain dalam kasus ini.

KPK kemudian menetapkan pengusaha rekanan Kemendagri, Andi Narogong sebagai tersangka. Hal tersebut diungkapkan KPK pada Kamis 23 Maret 2017.

Lembaga pimpinan Agus Rahardjo itupun membuat gebrakan pada Senin 17 Juli 2017 lalu. KPK mengumumkan penetapan tersangka terhadap Ketua DPR Setya Novanto.

Penetapan tersangka Novanto ini dilakukan di tengah gejolak perlawanan dari para legislator melalui Pansus Angket KPK.

Hanya berjarak dua hari dari pengumuman status baru Setya Novanto, KPK kembali mengumumkan penetapan tersangka baru dalam kasus e-KTP.

"KPK menetapkan MN sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP," ujar Jubir KPK Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/7/2017)

Menurut dia, penyidik menduga Markus Nari memperkaya diri sendiri atau orang lain. Oleh karena itu, penyidik mengenakan Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP.

Ini merupakan status tersangka kedua bagi Markus. Markus Nari diduga menekan mantan anggota Komisi II DPR Miryam‎ S Haryani agar memberikan keterangan tidak benar pada persidangan. Markus juga diduga mempengaruhi terdakwa Irman dan Sugiharto pada persidangan kasus e-KTP.

Sebelumnya, dalam dakwaan kasus e-KTP, jaksa menyebut Irman dan Sugiharto melakukan korupsi bersama-sama dengan sejumlah orang.

Mereka adalah Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku penyedia barang dan jasa pada Kemendagri, Isnu Edhi Wijaya selaku ketua konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia atau PNRI, Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal Kemendagri, Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar, dan Drajat Wisnu Setyawan selaku ketua panitia pengadaan barang dan jasa di lingkungan Ditjen Dukcapil tahun 2011.

Lalu, siapa lagi yang akan menjadi tersangka dalam kasus ini? Terlebih, kasus tersebut melibatkan puluhan nama tokoh terkenal.

KPK menegaskan tidak akan menghentikan langkah sampai di sini. KPK memastikan akan menelusuri pihak lain yang diduga juga menerima uang haram dalam kasus e-KTP.

"Terkait dengan proses penganggaran dan permintaan sejumlah uang atau pihak lain yang diduga menerima aliran dana, tentu akan kita telusuri lebih lanjut," kata Febri.

Dia mengatakan, setelah ada alat bukti yang cukup, para penikmat aliran dana proyek e-KTP akan ditingkatkan statusnya ke penyidikan.

"Ketika kecukupan alat bukti, ketika kita temukan bukti, tentu dinaikkan ke penyidikan. Penanganan perkara ini merupakan pengembangan setelah proses persidangan berjalan," Febri menjelaskan.

 

Aliran Dana

Sidang Lanjutan Korupsi e-KTP, Jaksa Hadirkan 8 Orang Saksi
Tim kuasa hukum menyimak jalannya sidang lanjutan kasus korupsi pengadaan e-KTP di pengadilan Tipikor, Jakarta (10/4). Pihak KPK mengatakan ada delapan orang akan memberikan keterangan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Sejumlah nama-nama besar yang berasal dari pejabat negara, kembali disebut dalam sidang kasus e-KTP. Nama-nama itu disebut dalam sidang tuntutan Irman dan Sugiharto. Nama besar yang disebut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK itu berasal dari anggota DPR RI, Komisi II dan Badan Anggaran DPR RI.

Mereka mendapat aliran uang dari pengusaha rekanan di Kemendagri Andi Agustinus alias Andi Narogong itu melalui Irman dan Sugiharto.

"Andi Narogong memberikan sejumlah uang kepada beberapa anggota DPR RI dengan maksud agar Komisi II dan Badan Anggaran DPR RI menyetujui anggaran untuk proyek pengadaan dan penerapan KTP berbasis NIK secara nasional (KTP elektronik)," kata Jaksa saat membacakan tuntutan Irman dan Sugiharto di PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis 22 Juni 2017.

Adapun pejabat negara yang menikmati aliran dama proyek e-KTP, seperti yang diungkapkan Jaksa dalam surat tuntutan Irman dan Sugiharto, antara lain:

1. Anas Urbaningrum sejumlah USD 500ribu. Pemberian tersebut merupakan kelanjutan dari pemberian yang telah dilakukan pada bulan April 2010 sejumlah USD 2juta. Lalu, pada bulan Oktober 2010 Andi Narogong kembali memberikan uang sejumlah USD 3 juta kepada Anas.

2. Arief Wibowo selaku anggota Komisi II DPR RI sejumlah USD 100 ribu

3. Chaeruman Harahap selaku Ketua Komisi II DPR RI sejumlah USD 550 ribu.

4. Ganjar Pranowo selaku Wakil Ketua Komisi II DPR RI sejumlah USD 500 ribu.

5. Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II DPR RI dan Badan Anggaran DPR RI sejumlah USD 100 juta.

6. Mustoko Weni selaku anggota Komisi II DPR RI sejumlah USD 400 ribu.

7. Ignatius Mulyono selaku anggota Komisi II DPR RI sejumlah USD 400 ribu.

8. Taufik Effendi selaku anggota Komisi II DPR RI sejumlah USD 50 ribu.

9. Teguh Djuwarno selaku wakil ketua anggota Komisi II DPR RI sejumlah USD 100 ribu.

10. Melcias Markus Mekeng sejumlah USD 1.4 juta.

11. Olly Dondokambey sejumlah USD 1,2 juta.

12. Tamsil Lindrung sejumlah USD 700ribu.

13. Mirwan Amir sejumlag USD 1,2 juta.

14. Sejumlah anggota DPR RI melalui Arief Wibowo pada saat menjelang reses tanggal 23 Oktober 2010 dengan perincian sebagai berikut:

a. Untuk Ketua Komisi II DPR RI sejumlah US$ 30 ribu.
b. Untuk wakil ketua Komisi II DPR RI masing-masing sejumlah USD 20 ribu.
c. Untuk Kapoksu masing-masing sejumlah USD 15 ribu.
d. Anggota Komisi II DPR RI masing-masing sejumlah antara USD 5.000 sampai dengan USD 10.000.

Selain itu, Andi Narogong bersama para terdakwa juga membagi-bagikan uang kepada pihak-pihak tertentu.

"Akhir Februari 2011, Terdakwa II ditemui oleh Andi Narogong diruang kerja Terdakwa II. Dalam pertemuan tersebut, Andi menunjukkan secarik kertas yang berisi rencana pembagian uang yang seluruhnya berjumlah Rp 520 miliar kepada beberapa pihak," jelas Jaksa.

Adapun pihak-pihak tersebut, lanjut jaksa, kertas yang diberikan oleh Andi tersebut berisi kode pembagian uang.

Untuk Partai Golkar dengan kode "Kuning" akan diberikan sejumlah uang Rp 150 miliar, Partai Demokrat dengan kode "Biru" akan diberikan uang sejumlah Rp 150 miliar, Partai PDIP dengan kode "Merah" akan diberikan uang sejumlah Rp 80 miliar.

Selain itu, jaksa mengungkapkan, Marzuki Ali dengan kode "MA" akan diberikan uang sejumlah Rp 20 miliar, Anas Urbaningrum dengan kode "AU" akan diberikan uang sejumlah Rp 20 miliar, Chaeruman Harahap dengan kode "CH" akan diberikan uang sejumlah Rp 20 miliar, dan partai lainnya sejumlah Rp 80 miliar.

JPU KPK telah memanggil nama-nama tersebut sebagai saksi dalam sidang e-KTP. Namun, mereka kompak membantah tuduhan tersebut.

Saksikan video berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya