Polri Beberkan Peran PT IBU yang Diduga Rugikan Pengusaha Kecil

Apa yang dilakukan PT IBU membuat persaingan usaha tidak sehat. Bahkan, PT IBU terkesan memonopoli pembelian gabah di tingkat petani.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 24 Jul 2017, 20:34 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2017, 20:34 WIB
Hanz Jimenez Salim/Liputan6.com
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto

Liputan6.com, Jakarta - Satgas Pangan menggerebek sebuah gudang beras milik PT Indo Beras Unggul (PT IBU) di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. PT IBU diduga memanipulasi harga beras yang dijual ke pasaran.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, dugaan pelanggaran yang dilakukan PT IBU, yakni membeli harga gabah dari petani yang tidak sesuai dengan Peraturan Kementerian Perdagangan (Permendag) Nomor 47/N-DAG/PER/7/2017 tentang harga acuan pembelian di petani dan harga acuan penjualan di konsumen.

Ia mencontohkan, PT IBU membeli gabah dari petani dengan harga Rp 4.900 per kilo, jauh dari harga yang ditetapkan dalam Permendag Rp 3.700 per kilo. Ulah PT IBU ini diduga menyebabkan pembeli-pembeli lain, dalam hal ini pengusaha penggilingan gabah kecil (pengusaha kecil), tidak bisa membeli gabah ke petani dengan harga Rp 3.700, sehingga mereka merugi.

"Memang betul menguntungkan petani, tetapi penggiling-penggiling kecil mati. Penggiling yang kecil ini juga memerlukan hidup, penggiling yang kecil juga memerlukan ada tenaga kerjanya yang perlu mendapatkan pekerjaan. Tapi karena dia tidak mampu membeli gabah, maka tidak bisa kerja," kata Setyo di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (24/7/2017).

Menurutnya, apa yang dilakukan PT IBU membuat persaingan usaha tidak sehat. Bahkan, PT IBU terkesan memonopoli pembelian gabah di tingkat petani.

Kemudian, Setyo menambahkan, PT IBU ini juga menjual beras yang telah diolah melebihi harga pasar yang telah ditentukan pemerintah sebesar Rp 9.000 per kilogram.

"Nah sehingga dijual dengan harga yang sangat tinggi, dua kali lipat. Ini sangat tidak berkeadilan. Kemudian ada pertanyaan, itu kan konsumen khusus dijual di ritel modern. Iya betul, tapi yang di pasar tradisional menjerit, mereka juga memerlukan beras, ada suatu mekanisme yang tidak adil," beber dia.

Ia menjelaskan, pihaknya menindak PT IBU. Jika dibiarkan, pengusaha penggilingan beras kecil tidak bisa mengembangkan usahanya. "Itu akan dikenakan undang-undangnya Pasal 382 BIS KUHP," tandas Setyo.

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

Mangkir Pemeriksaan

Satgas Ketahanan Pangan Mabes Polri gerebek gudang pemalsuan beras di Bekasi.
Satgas Ketahanan Pangan Mabes Polri gerebek gudang pemalsuan beras di Bekasi. (Liputan6.com/Fernando Purba)

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri memanggil sembilan saksi terkait kasus dugaan manipulasi harga beras yang diduga dilakukan PT IBU.

"Dari sembilan, satu sudah dilakukan pemeriksaan, yang delapan minta penundaan," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya di Mabes Polri, Jakarta, Senin (24/7/2017).

Ia menjelaskan, para saksi yang dijadwalkan diperiksa hari ini berasal dari PT IBU. Hanya saja, ia enggan membeberkan identitas para saksi yang diperiksa.

"Ya. Pasti terkait dengan kasus ini. Semua yang terkait dengan masalah hulu sampai hilirnya adalah pihak-pihak yang perlu kita mintakan kejelasan," ucap Agung.

Ia mengungkapkan, pihaknya sudah memeriksa sebanyak 15 saksi. Pemeriksaan kali ini merupakan yang kedua.

Tim Satuan Tugas (Satgas) Ketahanan Pangan dan Operasi Penurunan Harga Beras Mabes Polri menggerebek sebuah gudang beras di Jalan Raya Rengas Bandung, Bekasi, Kamis 20 Juli malam.

Gudang itu digerebek karena diduga sebagai markas pemalsuan beras yang dilakukan oleh PT Indo Beras Unggul.

Di gudang ini, PT Indo Beras Unggul (IBU) diduga melakukan kecurangan dengan mengganti kemasan beras bersubsidi menjadi beras bermerek dan berkualitas.

Penggerebekan gudang beras itu dipimpin langsung Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya