HEADLINE: Semburan Gas Beracun Kawah Ijen, Pertanda Apa?

Kawah Ijen mengeluarkan gas beracun. Itu sebenarnya peristiwa biasa, tapi kali ini menyebar relatif jauh dan membuat 30 orang sesak napas.

oleh Mevi LinawatiDevira PrastiwiZainul Arifin diperbarui 23 Mar 2018, 00:09 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2018, 00:09 WIB
Menikmati Pagi di Kawasan Kawah Gunung Ijen
Panorama keindahan kawah Gunung Ijen, Jawa Timur, (20/10/2014). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Bondowoso - Rabu malam, 21 Maret 2018, suasana di Desa Kalianyar, di Kecamatan Ijen mendadak mencekam. Puluhan warga tiba-tiba merasa tenggorokannya pahit dan kering. Dada pun sesak, seakan ada yang menyumbat jalur napas.  

Para korban mengeluh mual hingga muntah-muntah. Badan lemah lunglai. Setelah diusut, penyebabnya adalah gas beracun yang muncul dari letupan di Kawah Ijen.

Gas beracun itu diduga terbawa embusan angin ke barat, ke arah Bondowoso. Dugaan lain menyebut, zat mematikan itu dibawa aliran Kalipahit (Banyupahit) yang hulunya di wilayah Kawah Ijen. 

Ada 30 orang yang keracunan. Para korban kemudian dilarikan ke puskesmas dan rumah sakit. Untung tak ada korban jiwa. Nasib warga lebih beruntung dari sejumlah hewan ternak yang mati tercekik gas beracun dari Kawah Ijen. 

Korban keracunan gas Kawah Ijen (foto: BNPB)

Keluarnya gas beracun dari Kawah Ijen sejatinya bukan hal luar biasa, demikian menurut ahli vulkanologi, Surono. Yang tak biasa adalah penyebarannya yang relatif jauh.

"Pasti ada masalah karena biasanya warga biasa-biasa saja. Tentunya ada sesuatu yang tak beres, bisa saja gasnya terlalu banyak," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (22/3/2018).

Pria yang akrab dipanggil Mbah Rono itu mengungkapkan, sebenarnya jarak permukiman warga dengan Kawah Ijen sudah aman. "Kecuali ada warga yang mendekat ke kawah itu," kata dia.

Namun, jika ada embusan atau aktivitas tekanan yang meningkat, gas bisa menyebar lebih jauh. "Apalagi sekarang musim hujan. Karena tekanan yang terlalu tinggi, gas bisa melayang setinggi manusia," kata dia. 

Surono mengatakan, gas yang keluar di Kawah Ijen jauh lebih berbahaya daripada gunungnya. "Karena gasnya mematikan. Kalau terlalu banyak dihirup oleh manusia, nantinya bisa mematikan," kata dia.

Sementara, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian ESDM Kasbani mengatakan, potensi gas yang keluar dari kawah Ijen selalu ada.

"Ini letupan kecil, ada danau kawah dan banyak gas. Kita belum pastikan ini kenapa," kata dia ketika dihubungi Liputan6.com.

Saat ditanya apakah semburan gas Kawah Ijen adalah pertanda gunung akan meletus, Kasbani mengatakan, dari aktivitasnya belum ada tanda-tanda ke arah itu. "Karena bisa saja ini cuma sesaat," kata dia. "Besok kita lihat, yang jelas dari aktivitas vulkanik tidak terlalu signifikan."

Kasbani mengatakan, tim ahli dari PVMBG setempat sudah diturunkan ke lokasi semburan gas beracun untuk mengamati kejadian. Sedangkan tim dari Bandung akan dikirimkan ke lokasi pada Jumat, 23 Maret 2018.

Tim gabungan di lokasi pertama warga terpapar gas beracun Kawah Ijen (BPBD Bondowoso untuk Liputan6.com)

Kasbani menjelaskan, sejak awal, pihaknya sebenarnya sudah merekomendasi pihak yang tidak berkepentingan menghindari lokasi Kawah Ijen. Sebab, saat musim perubahan cuaca antara musim hujan dan kemarau terkadang muncul letupan gas.

Infografis gas beracun dari Kawah Ijen
Infografis gas beracun dari Kawah Ijen

Status Masih Normal

Kepala Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Ijen Bambang Heri Purwanto mengatakan, selama dua hari ini aktivitas kegempaan Gunung Ijen, yakni gempa vulkanik dangkal, meningkat, tapi tidak signifikan.

"Berdasarkan data, pada 18 Maret tercatat 11 kali gempa vulkanik dangkal dan pada 20 Maret terekam 22 kali gempa vulkanik dangkal. Namun, status Gunung Ijen masih Normal (Level 1) ," tutur dia.

Hal ini juga ditegaskan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho. Dia mengatakan, tidak ada kenaikan aktivitas vulkanik yang mengkhawatirkan.

"Laporan dari Pos Pengamatan Gunungapi Ijen PVMBG terjadi gempa embusan satu kali, tremor nonharmonik satu kali, gempa vulkanik dangkal 19 kali, gempa vulkanik dalam dua kali dan gempa tektonik jauh tiga kali," kata Sutopo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (22/3/2018).

Dia menjelaskan, pada Rabu malam, 21 Maret 2018, sekitar pukul 19.15 WIB, terjadi letusan freatik dan terdengar letusan tiga kali di Pondok Bunder yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari Kawah Ijen.

Kemudian sekitar pukul 20.30 WIB beberapa warga Dusun Margahayu Desa Kalianyar Kecamatan Ijen Kabupaten Bondowoso mengalami keracunan gas belerang. Warga merasakan sesak napas dan ada yang muntah-muntah.

Sebanyak 178 jiwa warga sudah dievakuasi dari empat dusun terpapar yaitu Dusun Margahayu, Dusun Krepekan, Dusun Watucapil, dan Dusub Kebun Jeruk ke tempat aman di masjid Sempol, di rumah warga dan di puskesmas. Tidak semua warga dari dusun bersedia dievakuasi.

Saat ini bau menyengat dari gas yang keluar dari Kawah Ijen dilaporkan mulai berkurang.

Dilarang Mendekat

Panorama dari Puncak Gunung Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur.
Pemandangan indah dari Kawah Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur. (Liputan6.com/Hotnida Novita Sary)

Hingga Kamis sore, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bondowoso Jawa Timur menyebut, masih ada sembilan warga yang dirawat di rumah sakit lantaran menghirup gas beracun Kawah Ijen. Sementara 21 warga lainnya sudah diizinkan pulang karena kondisinya sudah membaik.

Kepala Bidang Pencegahan BPBD Bondowoso Winarto mengatakan, sejauh ini tak tercium bau menyengat di sekitar Kawah Ijen pascaperistiwa puluhan warga menghirup gas beracun.

"Tinggal sembilan orang yang dirawat di puskesmas. Sekarang kondisi udara di lokasi kejadian sudah aman, tidak ada bau menyengat," kata Winarto dikonfirmasi di Malang, Kamis (22/3/2018).

Dia mengatakan, tim yang terdiri dari TNI, BPBD Bondowoso, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sampai Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) sudah memantau langsung ke lokasi awal warga terpapar gas beracun. Di lokasi itu sudah tak tercium aroma menyengat.

Meski demikian, warga tetap diminta menjauh dari titik itu. Gunung Ijen juga masih ditutup untuk semua kegiatan, terutama aktivitas wisata. Pembukaan kembali masih menunggu rekomendasi resmi dari Pusat Vulkanologi, Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG).

"Selama satu sampai dua hari ke depan masih ditutup. Kami menunggu rekomendasi PVMBG," ujar Winarto.

Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Soekarwo meminta warga Bondowoso yang biasa beraktivitas di kawasan Gunung Ijen lebih waspada.

Gubernur Jawa Timur Soekarwo (Liputan6.com/Zainul Arifin)

"Gas beracun dari belerang itu tak boleh terhirup ke paru-paru. Fisik orang normal pasti lemas kalau menghisap itu," kata Soekarwo saat di Malang.

Di antara para korban gas beracun itu tak ada satu pun para pekerja penambang belerang. Menurut Soekarwo, para pekerja sudah lama beradaptasi dengan kondisi di Kawah Ijen, sehingga mereka bisa aman dari bahaya paparan gas beracun itu.

"Kalau pekerja di Kawah Ijen itu kan meski sudah berumur 60 tahun tapi tetap terus bekerja, karena sudah lama beradaptasi," ucap Soekarwo.

Ia menyebut warga harus memahami gejala alam agar bisa terhindar sedini mungkin dari potensi paparan gas beracun. Contohnya, di Gunung Lawu jika di sekitar puncak masih ada burung Jalak maka kondisinya diartikan masih aman.

"Kalau jalak tidak ada, itu berarti bahaya ke Gunung Lawu," ujar Soekarwo.

Tempat Paling Aneh di Dunia?

Kabar gas beracun di Kawah Ijen tak hanya menjadi perhatian dalam negeri, kabarnya pun berembus hingga ke negara lain.

Media Rusia, RT memuat artikel berjudul Volcano spews toxic gas cloud, scores hospitalized & forced to flee.

"Belerang yang ditambang di Kawah Ijen digunakan untuk industri kosmetik dan korek api," demikian dikutip dari RT.

Sementara, Channel News Asia memuat artikel berjudul, 30 treated after exposure to fumes from Ijen crater.

Kawah Ijen memang punya daya tarik luar biasa. Gunung di perbatasan Bondowoso dan Banyuwangi, Jawa Timur itu tak hanya indah, tapi juga "misterius".

Jika pada umumnya puncak gunung api mengeluarkan lava berwarna merah menyala, Kawah Ijen memiliki lava berwarna biru terang dengan asap putih yang menggumpal.

Warna biru akuatik lava tersebut diakibatkan oleh adanya kandungan sulfur atau belerang. Magma menyemprotkan gas ke dalam danau, menyatu dengan logam berkonsentrasi tinggi dan mengubah air menjadi biru.

BBC pernah mengukur kadar asap beracun di sekitar Kawah Ijen yang mencapai lebih dari 40 kali dari batas aman untuk pernapasan di Inggris. Selama 40 tahun, lebih dari 70 orang tewas di Ijen.

Daya tarik lain adalah aktivitas penambangan belerang secara tradisional di Kawah Ijen. Para penambang bertaruh nyawa demi mengais rezeki agar dapur tetap ngebul. Hebatnya, mereka 'kebal' dengan embusan hawa mengandung racun di sana.

Penampakan Kawah Ijen dari angkasa luar juga pernah diabadikan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pada 17 September 2008. 

Foto satelit Kawah Ijen yang diambil NASA ( NASA/METI/AIST/Japan Space Systems, and U.S./Japan ASTER Science Team)

"Danau Kawah Ijen dikenal sebagai danau kawah asam terbesar di dunia, dengan pH 0,5," demikian dikutip dari situs NASA. 

Penampakan Kawah Ijen diabadikan instrumen ASTER di yang ada di Satelit Terra, yang diluncurkan untuk mengamati Bumi sejak 18 Desember 1999. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya