Liputan6.com, Jakarta Duarr... ledakan tiba-tiba saja terdengar dari dalam Markas Korps Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Kamis (10/5/2018). Pagi itu, sekira pukul 07.00 WIB, awak media dan sejumlah masyarakat yang berjarak 200-an meter dari gerbang pintu kesatrian tiarap.
Tidak sekali. Ada enam ledakan yang terdengar dengan interval yang tidak terlalu lama. Suasana jalan yang disterilisasi itu mendadak hening. Beberapa orang bertanya heran, "Ada apa di dalam?"
Wakapolri Komjen Syafruddin mengatakan, ledakan tersebut berasal dari bom rakitan milik narapidana teroris yang sempat menyandera sembilan orang polisi. Tidak hanya itu, napi kejahatan luar biasa ini juga membunuh dengan keji lima orang polisi yang kala itu tengah bertugas di sana, Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Mako Brimob.
Advertisement
"Ledakan itu sterilisasi, proses finalisasi. Ternyata mereka selama 24 jam menyandera, mereka juga melakukan perakitan bom dan sebagainya," ujar Syafruddin di Mako Brimob, Kamis (10/5/2018).
Sebelum ledakan terjadi, suasana di Mako Brimob tak kalah mencekam. Sejak Selasa 8 Mei 2018, sore, kompleks rumah tahanan di markas pasukan alap-alap itu sempat dikuasai oleh narapidana teroris.
Sebanyak 156 narapidana teroris menyandera sembilan anggota Polri. Selain korban meninggal dunia, empat lainnya mengalami luka dan masih dirawat di rumah sakit.
Dari empat anggota Polri yang disandera, satu orang yakni Brigadir Irwan Sarjana baru bisa dibebaskan pada pukul 02.00 WIB dini hari tadi.
Sementara, dari 156 narapidana terorisme yang menyandera, satu menjadi korban meninggal. Tubuhnya ditembus timah panas karena merampas senjata aparat.
Syafruddin menyebut, para napi ini tidak tangan kosong. Senjata api berbagai jenis, dari mulai pistol sampai dengan senapan mereka pegang. Untuk senapan, daya jelajah peluru yang dimuntahkan cukup jauh. Sebab itulah sekeliling Mako Brimob disterilisasi.
"Penyandera memiliki senjata yang dirampas dari anggota yang terbunuh. Ada senjata laras panjang yang menjangkau 500 sampai 800 meter," kata Syafruddin.
Syafruddin yang memimpin operasi penyerbuan, mewanti-wanti personel Polri untuk tetap bertuugas dengan tenang, meski sahabat mereka gugur dibunuh dengan keji oleh gerombolan napi teroris.
"Operasi sandera dan pembunuhan sadis ini berjalan selama 36 jam. Dimana terdapat 156 tahanan yang melakukan penyerangan. Polri dalam menangani berupaya sepersuasif mungkin dan berkepala dingin. Saya tekankan pada tim untuk kepala dingin, walapun temannya menjadi korban pembunuhan," ujar Syafruddin.
Kini, 155 narapidana terorisme sudah menyerahkan diri. Penyerahan diri dilakukan sebelum bom rakitan diledakan oleh jajaran Polri.
Menurut Karopenmas Mabes Polri M Iqbal, saat proses ledakan terjadi, sebanyak 155 tahanan hendak di pindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
“Saat proses tadi, yang ada beberapa ledakan itu sudah proses pindah, pada waktu penyerahan diri kami lakukan penggeledahan sterilisasi terus langsung (dipindah),” ujar Iqbal.
Berdasarkan pantauan, setelah terdengar enam ledakan, sekitar delapan bus hitam milik Polri terlihat keluar dari Mako Brimob. Delapan bus tersebut kini sedang dalam perjalanan menuju Lapas Nusakambangan.
“Dalam perjalanan ke Nusakambangan,” kata dia.
Demi Keamanan dan Keselamatan
Pemindahan dilakukan demi menjaga keamanan dan keselamatan di Rutan Salemba cabang Mako Brimob. Pemindahan juga berdasarkan keputusan Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Wakapolri Komjen Syafruddin menerangkan bahwa Rutan Salemba cabang Mako Brimob akan dikosongkan terlebih dahulu dari narapidana terorisme.
“Yang di sini dikosongkan untuk pembenahan,” kata dia.
Polri juga meminta maaf kepada anggota keluarga polisi yang meninggal. Sebab, Polri tidak sempat menyelamatkan lima anggotanya yang berjaga di Mako Brimob.
"Jajaran Polri memohon maaf kepada anggota keluarga korban yang gugur sebanyak 5 orang dan luka 4 orang karena institusi Polri tak sempat menyelamatkan jiwa dan raga. Walaupun segala daya dan upaya, saya pimpin sendiri, mulai dari persuasif, Polri selalu disoroti masalah HAM, namun upaya (persuasif) itu tak berhasil. Polri meminta maaf kepada keluarga korban," kata Syafruddin.
Advertisement