Liputan6.com, Jakarta - Fredrich Yunadi tak terima divonis pidana penjara 7 tahun atas perkara merintangi penyidikan kasus e-KTP oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Fredrich langsung menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
"Yang Mulia kami hari ini juga buat nota banding," ujar Fredrich Yunadi sesaat setelah vonis dibacakan oleh Hakim Saifuddin Zuhri, Jakarta, Kamis (28/6/2018).
Mantan kuasa hukum Setya Novanto itu menuding, majelis tidak profesional dengan menyalin pertimbangan dari jaksa penuntut umum pada KPK dalam putusannya. Perbuatan itu menjadi alasan bagi pengacara yang viral atas pernyataan "bakpao" untuk melaporkan majelis hakim ke Komisi Yudisial (KY).
Advertisement
"Saya bisa buktikan apa yang disampaikan majelis hakim, apa yang disampaikan jaksa, 100 persen bukan 99 persen, itu copy paste. Itu pelanggaran, akan langsung saya laporkan ke KY," kata Fredrich Yunadi seusai persidangan.
Tidak berhenti menuding majelis hakim menjiplak pertimbangan jaksa, Fredrich terus melancarkan kekesalannya dengan mengatakan majelis hakim seperti tanpa daya jika berhadapan dengan KPK, sebagai lembaga yang memiliki lex specialist.
Mantan kuasa Budi Gunawan itu juga menyesali sikap Saifuddin Zuhri sebagai ketua majelis hakim yang tak menunjukkan sikap independen selama memimpin persidangan perkaranya. Bahkan, menurut Fredrich, pernyataan ketua majelis hakim menyesatkan terkait sistem konstitusi yang dianut Indonesia.
"Yang saya sesalkan bagaimana seorang majelis hakim yang cukup senior, bekas ketua dari Gresik ketua majelisnya mengatakan bahwa Indonesia dua konsitusinya. Saya akan bicara dengan Komisi III, bicara dengan teman-teman apakah ikhlas konsitusinya diubah karena pendapat berapa orang ini," ujar Fredrich Yunadi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Lebih Ringan
Vonis majelis hakim yang dijatuhkan kepada Fredrich sedianya lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK. Fredrich dituntut 12 tahun penjara denda Rp 600 juta
Dalam putusan tersebut majelis hakim mencantumkan hal hal yang memberatkan terhadap mantan kuasa hukum Setya Novanto itu yakni tidak berterus terang dan mengakui perbuatannya, tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, ia juga kerap kali mencari-cari kesalahan saksi.
Fredrich juga menunjukan sikap dan tutur kata kurang sopan selama persidangan.
Sementara hal yang meringankan adalah Fredrich belum pernah dihukum dan masih memiliki tanggungan.
Sidang perkara yang menyeret Fredrich Yunadi berlangsung cukup alot sejak pembacaan surat dakwaan hingga tuntutan. Pengacara yang sempat viral atas pernyataan bakpao itu menentang sejak awal dakwaan jaksa penuntut umum pada KPK yakni melakukan perintangan penyidikan Setya Novanto dalam perkara korupsi proyek e-KTP.
Fredrich melakukan upaya perintangan diantaranya memesan kamar inap rumah sakit Medika Permata Hijau, sebelum kecelakaan mobil Setya Novanto terjadi, Kamis (16/11). Padahal, mantan Ketua DPR itu harus memenuhi panggilan penyidik KPK atas kasus korupsi e-KTP.
Selama di rumah sakit Medika Permata Hijau, Fredrich juga bertindak tidak kooperatif dengan mengusir tim satuan tugas KPK. Sementara sikap berbeda diberikan Fredrich terhadap kumpulan orang diduga simpatisan Novanto.
Ia pun divonis melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
Advertisement