Barang Bukti KPK Dibawa Kabur Orang Kepercayaan Bupati Labuhanbatu

Pada OTT Bupati Labuhanbatu, tim penindakan KPK tak berhasil mengamankan barang bukti uang sebesar Rp 500 juta.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 19 Jul 2018, 05:35 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2018, 05:35 WIB
Barang Bukti Uang Tunai OTT Bupati Bengkulu Selatan
Penyidik menunjukkan barang bukti hasil operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud di KPK, Jakarta, Rabu (16/5). OTT dilakukan terkait dugaan suap proyek di Bengkulu Selatan. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. Pada operasi senyap itu, tim penindakan tak berhasil mengamankan barang bukti uang sebesar Rp 500 juta.

Uang tersebut dibawa kabur oleh orang kepercayaan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap bernama Umar Ritonga.

"UMR (Umar Ritonga) orang kepercayaan bupati melarikan diri saat akan diamankan tim KPK," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 18 Juli 2018.

Selain melarikan diri saat akan ditangkap, Umar Ritonga sempat menabrak tim penindakan KPK. Saat itu Umar baru saja keluar dari sebuah bank untuk mengambil uang suap tersebut.

"Di luar bank, tim menghadang mobil UMR dan memperlihatkan tanda pengenal KPK. UMR melakukan perlawanan dan hampir menabrak pegawai KPK yang sedang bertugas saat itu," kata Saut.

Umar sebelumnya mengambil uang sebesar Rp 576 juta yang dititipkan di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sumatera Utara oleh Effendy Sahputera yang akan diberikan kepada Bupati Panganol. Effendy merupakan pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA) yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Effendy diduga mengeluarkan cek sebesar Rp 576 juta dan menghubungi pegawai BPD Sumut untuk mencairkan cek tersebut. Effendy mengatakan kepada pegawai BPD Sumut bahwa nantinya uang itu akan diambil oleh Umar.

Pada Selasa 17 Juli 2018 sore Umar mendatangi BPD Sumut dan bertemu orang kepercayaan Effendy berisial AT. AT sebelumnya mencairkan cek senilai Rp 576 juta. Dari uang tersebut, AT mengambil Rp 16 juta untuk dirinya sendiri serta Rp 61 juta ditransfer ke Effendy.

Kemudian, sisanya yakni Rp 500 juta disimpan dalam tas kresek dan dititipkan kepada petugas bank. Pukul 18.15 WIB di hari yang sama, Umar datang ke bank dan mengambil uang tersebut pada petugas bank.

Pada saat itulah tim penindakan KPK hendak menangkap Umar namun tak berhasil.

"Saat itu kondisi hujan dan sempat terjadi kejar-kejaran antara mobil tim KPK dan UMR (Umar)," kata Saut.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

3 Tersangka

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek-proyek di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.

Selain Bupati Pangonal, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka. Yakni Umar Ritonga selaku pihak swasta dan Effendy Syahputra selaku pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA).

Saut mengatakan, Bupati Labuhanbatu Pangonal dan Umar Ritonga diduga menerima suap dari Effendy melalui beberapa perantara sebesar Rp 576 juta. Namun uang tersebut masih belum disita oleh tim penindakan KPK.

Tim penindakan hanya menyita bukti transfer. Menurut Saut, bukti transaksi sebesar Rp 576 juta dalam kegiatan ini diduga merupakan bagian dari pemenuhan dari permintaan Bupati Panganol sekitar Rp 3 miliar.

"Sebelumnya sekitar Juli 2018 diduga telah terjadi penyerahan cek sebesar Rp 1,5 miliar, namun tidak berhasil dicairkan," kata Saut.

Adapun, uang Rp 576 juta yang diberikan Effendy kepada Pangonal melalui Umar Ritonga bersumber dari pencairan dana pembayaran proyek pembangunan RSUD Rantau Prapat, Labuhanbatu.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Effendy Syahputra disangka melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Bupati Pangonal dan Umar Ritonga disangkakan melanggar Pasal12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya