Ditahan di Lapas Sukamiskin, Suryadharma Ali Akui Ada Kulkas di Selnya

Adanya lemari pendingin, dikatakan Suryadharma Ali, atas izin dari pihak lapas.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Jul 2018, 11:16 WIB
Diterbitkan 25 Jul 2018, 11:16 WIB
Wapres JK Duduk Sebagai Saksi Sidang SDA
Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) memberi keterangan pers usai sidang di PN Jakarta Pusat, Rabu (11/07). JK hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan peninjauan kembali. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Terpidana korupsi penyelenggaraan ibadah haji 2010-2013 Suryadharma Ali kembali menjalani sidang Peninjauan Kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam kesempatan itu, mantan Menteri Agama era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ini sempat menyinggung fasilitas yang ada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Dia mengakui dalam selnya terdapat lemari pendingin berukuran kecil untuk menyimpan obat-obatan. Adanya lemari pendingin, dikatakan Suryadharma, atas izin dari pihak lapas.

"Ada, kulkas kecil. Untuk naruh obat, sudah diizinkan," ujar Suryadharma di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (25/7/2018).

Namun, dia mengaku tak tahu-menahu adanya fasilitas tidak wajar lainnya yang dinikmati penghuni Lapas Sukamiskin. Sejak tertangkapnya Kalapas Sukamiskin, Wahid Husen, terbukti adanya jual beli sel dengan fasilitas-fasilitas bak apartemen.

Fahmi Darmawansyah, terpidana suap pengadaan alat satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla), kedapatan menikmati selnya dengan fasilitas pendingin udara, kloset duduk, microwave, televisi berukuran sedang, dan lemari pendingin.

Ada kompensasi dari fasilitas sel yang ditempati Fahmi, yakni memberikan satu unit mobil Mitsubishi Triton dan uang ratusan juta untuk disetorkan kepada Kalapas.

 

Tak Pernah Ditawari

Sebagai sesama warga binaan, Suryadharma mengaku tidak pernah mendapat tawaran fasilitas lebih seperti yang terkuak setelah OTT KPK terhadap Kalapas Sukamiskin.

Suryadharma mendekam di Lapas Sukamiskin setelah divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor 6 tahun pidana penjara dan denda Rp 300 juta. Namun, di tingkat banding masa hukumannya diperberat menjadi 10 tahun pidana penjara serta pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun sesudah menjalani pidana pokok.

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya