Waketum MUI: Tak Ada Urgensi dalam Reuni Akbar 212

Zainut khawatir, kelompok massa yang dilabeli 212 ini ke depan bisa bergeser untuk kepentingan politik praktis.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 01 Des 2018, 20:43 WIB
Diterbitkan 01 Des 2018, 20:43 WIB
Tolak Reuni 212, Massa Bentangkan Bendera Raksasa di Depan Balai Kota
Massa GJI membentangkan bendera Merah Putih raksasa saat menggelar aksi menuntut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mencabut izin penyelanggaraan Reuni 212 di depan Balai Kota, Jakarta, Kamis (29/11). (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid menyayangkan energi umat yang dinilainya terbuang hanya untuk ikut reuni akbar 212. Menurut Zainut, tidak ada urgensi untuk melakukan hal itu, mengingat 212 sudah tidak selaras dengan gagasan kreatif usai aksi bela Islam.

"Saya tidak melihat urgensi yang serius dari acara reuni 212. Kalau hanya sekadar reuni dan silaturahmi betapa besar energi yang harus dikeluarkan oleh umat," tulis Zainut lewat keterangan tertulis, Sabtu (1/12/2018).

"Dulu setelah euforia 212, banyak gagasan kreatif muncul untuk memberdayakan masyarakat melalui perekonomian, pertanyaan besar kita apakah hal itu semua sudah terwujud," lanjut dia.

Zainut khawatir, kelompok yang massa dilabeli 212 ini ke depan bisa bergeser untuk kepentingan politik praktis dan memenuhi hasrat ambisi kekuasaan pasangan calon tertentu.

"Kalau hal itu terjadi maka tema utama dari reuni 212 untuk persatuan dan kesatuan umat Islam itu kontraproduktif karena justru akan membuat umat semakin terpecah," cemas dia.

Zainut mengimbau kepada para pemimpin umat Islam untuk semakin dewasa dalam mengambil kebijakan. Hal ini ditujukan agar umat tidak menjadi bingung dan terjebak pada sikap egoisme kelompok (ta'ashub) yang berlebihan.

"Kita dianjurkan mendahulukan mencegah kerusakan. Reuni dan silaturahmi itu baik (maslahat), tetapi kerukunan, kedamaian dan persatuan umat dan bangsa itu lebih baik dan mulia," Zainut menutup.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Tidak Ada Unsur Politik

Gelar Reuni Akbar 212, Jutaan Muslim Banjiri Kawasan Monas
Massa aksi Reuni 212 membanjiri kawasan Monas, Jakarta, Sabtu (2/12). Panitia penyelenggara mengatakan Reuni Akbar 212 dihadiri oleh sekitar 7 juta umat Islam dari berbagai daerah baik dalam maupun luar Ibu Kota. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sementara itu, Ketua Umum Persaudaraaan Alumni (PA) 212 Slamet Ma'arif menjamin reuni 212 tidak ditunggani unsur politik. Rencana mengundang tokoh dan politikus dipastikan Slamet hanya sebagai tamu kehormatan dan bukan untuk berorasi.

"Tolong dibedakan pribadi masing-masing, kita ingin memperlhatkan besok acara umat, tidak menyangkut politik praktis," jelas Slamet dalam disukusi di Resto d'Consulate, Jakarta Pusat, Sabtu (1/12/2018).

Kendati bila ditemukan hal terkait, lanjut dia, akan ada peringatan kepada pihak yang disinyalir membawa unsur politik dalam kerumunan umat.

"Ada yang mencolek mengingatkan aturan main kita," tegas Slamet.

Karenanya, dia memastikan bahwa pengisi acara sudah dikondisikan semaksimal mungkin untuk netral. Sosok penceramah pun telah diseleksi agar berjalan damai, meski demikan Slamet tak menjelaskan gamblang siapa penceramah besok.

"Jadi semua pengisi acara sudah kita tentukan, kita kasih kabar ke orator semaksimal mungkin aturan main agar tidak ada orasi politik makanya kami pilih betul siapa diberi kesempatan bicara," Maarif memungkasi.

 

Jangan Berlebihan

Tolak Reuni 212, Massa Bentangkan Bendera Raksasa di Depan Balai Kota
Massa yang tergabung dalam Gerakan Jaga Indonesia (GJI) membentangkan spanduk tuntutan untuk mencabut izin penyelanggaraan Reuni 212 pada 2 Desember 2018 di depan Balai Kota, Jakarta, Kamis (29/11). (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sedangkan Staf Ahli Kemenkopolhukam Sri Yunanto mengingatkan tidak perlu euphoria berlebihan dalam reuni alumni 212. Hal itu diharap agar tak memantik luapan emosi yang bisa merambah ke arah politik.

"Ini kan tahun pemilu rawan, tidak perlu besar-besaran secukupnya," kata Yunanto dalam diskusi di Resto d'Consulate, Jakarta Pusat, Sabtu (1/12/2018).

Yunanto mejelaskan, dia masih ragu apakah benar reuni akbar murni acara umat tanpa ditunggangi siapa pun. Meski demikian, atas nama demokrasi dia tak bisa melarang dan menuding siapa pun dalam hal ini.

"Di satu sisi kita negara demokrasi, jadi tidak bisa menunjuk siapa, (tapi) yang lalu dari gerakan-gerakan massa ada buktinya, ada juga kepentingan politik pragmatis yang tidak suka pada pemerintahan," jelas Yunanto.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya