Liputan6.com, Jakarta - Terpidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir tidak ambil pusing terkait bebas tidaknya dari balik jeruji besi. Melalui kuasa hukumnya, dia menyatakan semua yang terjadi sudah menjadi ketentuan Allah.
Hal itu disampaikan kuasa hukumnya, Mahendradatta saat kunjungan ke Lapas Gunung Sindur pada Minggu 20 Januari 2019.
"Inilah tanggapan ustaz, 'Ini semua ketentuan Allah. Kalau saya bebas itu ketentuan Allah, kalau saya nggak jadi bebas itu juga ketentuan Allah. Semua saya terima dengan sabar'," tutur Mahendra mengulang ucapan Abu Bakar Ba'asyir di Kantornya, Jalan Raya Fatmawati, Cipete Selatan, Jakarta Selatan, Senin (21/1/2019).
Advertisement
Menurut Mahendra, sikap Abu Bakar Ba'asyir itu tidak lantas menyurutkan usahanya bersama tim untuk upaya pembebasan. Sebab, Mahendra sangat yakin bahwa kliennya tidak bersalah dan jauh kaitannya dengan berbagai aksi terorisme yang terjadi di Indonesia.
"Ustaz itu tidak pernah terbukti dalam aksi bom mana pun. Perkara dituduh sudah, didakwa, tapi tidak terbukti. Pertama, ustaz dituduh bom Bali 1, itu kemudian yang kena urusan KTP imigrasi. Disebut membuat surat palsu karena ngaku tidak pernah ke luar negeri. Dihukum 1,5 sampai 2 tahun. Bom Balinya bebas," jelas dia.
Usai keluar jeruji besi, lanjutnya, Abu Bakar Ba'asyir dituduh terlibat aksi pengeboman di Hotel JW Mariot. Lagi-lagi hal itu pun pada akhirnya tidak terbukti.
"Yang ketiga dianggap sebagai pendana latihan militer di Cijantung yang beberapa instrukturnya katanya terlibat dalam terorisme. Padahal ustaz tidak mengetahui detail latihan itu. Ustaz hanya bisa nyumbang sedikit, ya nyumbang saja, tahunya ya latihan i'dad. Teman-teman FPI itu juga ada terekrut bilangnya untuk latihan ke Palestina. Yang sekarang masih di luar, yang dianggap teroris insaf," Mahendra menandaskan.
Teken Dokumen
Presiden Jokowi memberikan kebebasan kepada terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir dengan alasan kemanusiaan. Meski begitu, ada syarat prosedural dengan menandatangani dokumen, yang salah satunya berisikan setia kepada Pancasila dan NKRI.
Kuasa Hukum Abu Bakar Ba'asyir, Mahendradatta menyampaikan, sebenarnya penandatanganan dokumen tersebut bagian Peraturan Menteri (Permen) Hukum dan HAM. Sebab itu, Jokowi bisa saja mengabaikannya lantaran menggunakan alasan kemanusiaan.
"Dokumen itu isinya macam-macam, yang paling penting adalah dokumen tidak akan melakukan tindak pidana lagi dan ustaz tidak mau mengakui telah melakukan tindak pidana. Apalagi soal terlibat latihan militer. Yang dia tahu itu latihan yang bersifat sosial," tutur Mahendra di kantornya, Jalan Raya Fatmawati, Cipete Selatan, Jakarta Selatan, Senin (21/1/2019).
Mahendra menegaskan, pembebasan Abu Bakar Baasyir murni masalah hukum dan kemanusiaan. Meski sehat, kliennya itu perlu menjalani perawatan intensif. Karena itu, pembebasan tersebut dianggap hal lumrah.
"Siapa pun presidennya, dia harus mengambil langkah itu berdasarkan hukum dan kemanusian. Dia punya hak bebas, Undang-Undang 12 Tahun 1955 huruf K. Napi berhak pembebasan bersyarat. Yang atur-atur harus tanda tangan itu peraturan menteri. Kalau Presiden mau, bisa dikesampingkan," jelas dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement