Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 260 musisi lokal lintas genre secara tegas menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Permusikan. Rancangan tersebut dinilai tumpang tindih dengan sejumlah regulasi lain seperti UU Hak Cipta, UU Serah-Simpan Karya Cetak, dan UU ITE.
Dengan demikian, gabungan pemusik yang menamakan diri Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan itu menyatakan bahwa RUU ini tidak perlu disahkan sebagai undang-undang.
"Kami merasa tidak ada urgensi bagi DPR dan pemerintah untuk membahas dan mengesahkannya untuk menjadi undang-undang. Sebab, naskah ini menyimpan banyak masalah fundamental yang membatasi dan menghambat proses kreasi dan justru merepresi para pekerja musik," kata koalisi tersebut dalam pernyataan tertulis, Senin (4/2/2019).
Advertisement
Mereka menilai RUU Permusikan memuat pasal karet yang bisa memarjinalisasi musisi independen, memaksakan kehendak dan mendiskriminasi, serta hanya mengatur hal yang tidak perlu.
Musisi Rara Sekar yang tergabung dalam koalisi tersebut menegaskan, penolakan ini tidak bertujuan untuk mengintervensi parlemen agar mengubah RUU Permusikan. Pihaknya menolak penuh isi dan substansi dalam rancangan tersebut.
"Kami menolak RUU ini, kami menolak full bukan merevisi, kami menolak karena kami tidak bisa melihat apa pun yang behubungan dengan tata kelola yang baik dalam RUU ini. Kalau mau, drop RUU ini sebelum masuk paripurna, lalu kita ulang dari awal melibatkan semua pihak. Baru kita bicara semua tata kelola," katanya di Jakarta, Senin kemarin.
Rara menilai, banyak sekali kejanggalan dan ketidakjelasan dalam sejumlah pasal yang ada dalam RUU Permusikan sehingga tidak menyelesaikan persoalan industri musik Tanah Air. Karena itu, dia menyebut pasal tersebut sangat problematis.
"Saya masih menanti jawaban-jawaban yang bertanggung jawab dari DPR maupun badan keahlian atau apapun yang terlibat dalam rancangan undang-undang itu," katanya menandasi.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Akan Dikaji Ulang
Polemik Rancangan Undang-Undang atau RUU Permusikan tengah ramai diperbincangkan. Pro-kontra lahir dari sejumlah musisi lantaran terikat langsung dengan rancangan tersebut.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sekaligus musikus Anang Hermansyah mengungkapkan, RUU Permusikan masih menjadi kajian di parlemen. Bersama anggota dewan di DPR, dia menunggu berbagai pendapat dari semua orang yang terlibat di industri musik Tanah Air.
"Akan dikaji ulang (RUU Permusikkan). Masukan ini kan akan berjalan terus dari teman-teman di sini. Masukan itu yang hadir di sosial media maupun di mana-mana, kita akan duduk dan membahas bersama sama, apakah memang ini akan diteruskan atau tidak. Itu pun teman-teman yang punya maksud, punya keinginan," katanya di Jakarta Selatan, Senin (4/2/2019).
Pihaknya bersama perwakilan dari pemusik juga sudah melakukan mediasi terkait hal ini. Langkah itu dilakukan agar pembahasan RUU terjalin dua arah, sehingga regulasi yang tercipta bisa disetujui seluruh pihak.
"Memang di kursi DPR ada masukan. Hari ini dari teman-teman kayak Glenn Fredly itu sudah berapa kali ke parlemen, berapa kali berdiskusi dengan saya dan tim yang ada di parlemen. Kita memiliki keinginan yang sama dengan yang Mas Glenn dan teman-teman yang sekarang ada. Saya juga bagian dari panggung musik indonesia," katanya menandasi.
Namun, Anang tak menampik kehadiran RUU Permusikan sebagai upaya posiftif guna menyejahterakan para pemusik. Ada beberapa poin yang menurutnya bagus agar bisa dipertahankan. Karena itu, dia mengajak seluruh pihak untuk bermediasi guna terciptanya suatu regulasi yang kokoh.
"Dibutuhkan duduk bersama dengan kepala dingin, memberikan masukan. Kalau engga setuju, bilang, 'ini loh aku enggak setuju'. Kalau setuju 'ini loh aku setuju'. Kalau diperbaikkin, harusnya apa? Parlemen masih menunggu," lanjut dia.
Terkait dengan Pasal 5 dalam RUU Permusikan, Anang menegaskan tidak menyetujuinya saat duduk bersama di parlemen. Menurutnya, sejumlah regulasi yang terdapat di dalamnya bisa menimbulkan perdebatan yang bisa memecah belah musisi.
"Saya bilang, saya tidak setuju dengan Pasal 5 itu, di Pappri pernah membahas itu. Saya waktu terima bahwa akan disanksi (untuk pelanggar Pasal 5), saya langsung diskusi. Ini Pasal 5 akan menimbulkan kontroversi karena saya sendiri pun nggak mau seperti itu. Pappri bicara untuk mendrop RUU atau pasal itu, atau diubah redaksionalnya," lanjut dia.
Â
Reporter: Rifqi Aufal Sutisna
Â
Advertisement