Peringati Hari Bahasa Ibu 2019, Badan Bahasa Adakan Gelar Wicara

Topik bahasa ibu di dunia internasional tetap menjadi isu penting ketika bahasa-bahasa daerah di dunia mulai banyak yang punah.

oleh Fadjriah Nurdiarsih diperbarui 21 Feb 2019, 09:56 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2019, 09:56 WIB
Kepala Badan Bahasa, Prof. Dr. Dadang Sunendar dalam Lokakarya Pemutakhiran KBBI Edisi Kelima (Foto: Dokumentasi Humas Badan Bahasa)
Kepala Badan Bahasa, Prof. Dr. Dadang Sunendar dalam Lokakarya Pemutakhiran KBBI Edisi Kelima (Foto: Dokumentasi Humas Badan Bahasa)

Liputan6.com, Jakarta Tanggal 21 Februari diperingati sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. Dalam pengantar PBB untuk Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional 2019, dinyatakan bahwa bahasa adalah instrumen paling kuat untuk melestarikan dan mengembangkan warisan  budaya benda dan takbenda.

Peringatan ini menjadi penting mengingat tak di setiap negara tercapai kesepakatan yang mudah untuk menentukan bahasa Ibu. Tragedi berdarah di Bagladesh pada 21 Februari 1952, yang menjadi titik tonggak penentuan Hari Bahasa Ibu Internasional, menyadarkan bahwa bahasa ibu penting untuk dirayakan.

PBB menyatakan, langkah untuk mempromosikan bahasa ibu tidak hanya untuk mendukung dan mendorong keragaman bahasa dan multibahasa, tetapi juga untuk mengembangkan kesadaran yang lebih optimal tentang tradisi bahasa dan budaya di seluruh dunia, serta untuk menginspirasi solidaritas berdasarkan pemahaman, toleransi, dan dialog.

Dalam perayaan Hari Bahasa Ibu 2019, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menghelat Gelar Wicara dan Penampilan Tunas Bahasa Ibu dengan mengambil tema 'Menjaga Bahasa Daerah, Merawat Kebinekaan' pada Kamis (21/02/2019) di Gedung Samudra, Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Rawamangun.

Pembicara dalam Gelar Wicara ini adalah Kepala Badan Bahasa Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum, Bupati Pakpak Barat Sumatera Utara Dr. H. Asren Nasution, M.A., ahli linguistik Universitas Indonesia Prof. Dr. Multamia R.M.T. Lauder, serta sastrawan Batak Saut Poltak Tambunan.

 

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Melestarikan Keanekaragaman Bahasa Daerah

Tema "Menjaga Bahasa Daerah, Merawat Kebinekaan" tersebut mengingatkan kita kembali perihal khazanah bahasa daerah di Indonesia yang sangat bervariasi dan tersebar dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas hingga Rote. Di sisi lain, menurut Badan Bahasa, tema itu juga mengingatkan kita untuk melestarikan keanekaragaman bahasa daerah dan menjadikannya sebagai sarana dalam proses memajukan bangsa.

Prof Dadang Sunendar dari Badan Bahasa dalam keterangan press-nya menyatakan bahwa topik bahasa ibu di dunia internasional tetap menjadi isu penting ketika bahasa-bahasa daerah di dunia mulai banyak yang punah. Keanekaragaman bahasa semakin terancam karena semakin banyak bahasa yang hilang. "Setiap dua minggu rata-rata satu bahasa hilang. Hal itu setara dengan hilangnya warisan budaya dan intelektual bangsa itu sendiri," ujarnya.

Badan Bahasa sendiri telah memetakan bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah bahasa daerah terbanyak kedua di dunia setelah Papua Nugini, Badan Bahasa telah memetakan sebanyak 668 bahasa daerah (tidak termasuk dialek dan subdialek) di Indonesia. Bahasa di wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat belum semua teridentifikasi. Oleh karena itu, jumlah hasil pemetaan tersebut tentunya akan bertambah seiring bertambahnya jumlah daerah pengamatan (DP) dalam pemetaan berikutnya.

Dari 668 bahasa daerah yang telah dicatat dan diidentifikasi tersebut, baru 74 bahasa yang telah dipetakan vitalitas atau daya hidupnya berdasarkan kajian pada 2011-2017).  Hasilnya,  diketahui 11 bahasa dikategorikan punah, 4 bahasa kritis, 22 bahasa terancam punah, 2 bahasa mengalami kemunduran, 16 bahasa dalam kondisi rentan (stabil, tetapi terancam punah), dan 19 bahasa berstatus aman. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya