Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah memenangkan gugatan arbitrase internasional yang dilayangkan dua perusahaan tambang asing yakni Churchill Mining Plc dari Inggris dan Planet Mining Pty Ltd dari Australia.
Pakar Hukum Pertambangan dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menyambut baik apa yang sudah dilakukan Kemenhukman.
Menurutnya, yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam mengadvokasi kasus ini sekaligus menegaskan penegakan hukum sektor investasi di Tanah Air.
Advertisement
"Hal ini patut diapresiasi. Memang kita melawan perusahaan besar yang listing di Inggris sana," kata Ahmad saat dihubungi di Jakarta, Rabu (27/3/2019).
Dia mengatakan, International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) sudah cukup jernih dengan putusan yang sudah diambil. Sebab, diduga terdapat pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan oleh Churchill Mining sehingga kemudian mereka mendapat izin usaha pertambangan (IUP).
Dalam perkara itu Mahkamah Internasional menolak gugatan arbitrase dari perusahaan tambang yang terdaftar di London, yang ingin mendapat kompensasi US$ 1,3 miliar dari pemerintah Indonesia.
Menurut Ahmad, Kementerian ESDM dan Kemenkumham berperan cukup baik dalam menyelesaikan kasus ini.
"Sedangkan (dalam) kasus ini saya lihat sudah cukup baik dari Dirjen AHU, Dirjen Minerba dan Kejaksaan sudah cukup baik koordinasinya," ucap Ahmad.
Meski demikian, Ahmad melihat perlu ada perbaikan yang dilakukan pemerintah khususnya dalam mengeluarkan IUP. Sehingga tidak terjadi kasus serupa di kemudian hari.
"Karena ada 10.000 IUP yang ada di Indonesia. Dan yang dinyatakan bagus dan bersih hanya 6000. IUP dinyatakan clear and clean baik secara teknis, lingkungan dan finansial. Tetapi ada 4000 izin yang dianggap non clear and clear sehingga harus dicabut izinnya," terang Ahmad.
Sementara Kepala Pusat Bantuan Hukum Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Riyatno menyebut kemenangan pemerintah dalam gugatan tersebut memberikan kepastian hukum dan jaminan investasi bagi para investor.
"Positif. Artinya memberikan kepastian hukum, memberikan perlindungan dan hak, serta jaminan bagi para investor," ujar Riyatno.
Ia menegaskan, kemenangan pemerintah RI di arbitrase tidaklah mudah. Butuh proses panjang, namun kerja sama antar beberapa lembaga bisa memenangkan gugatan.
Kendati begitu, ia mengatakan bukan berarti Indonesia tidak bakal mendapati masalah baru lainnya. Namun ia optimis ke depan pemerintahan RI akan lebih kuat menghadapi persoalan serupa.
"Kita punya tim pemerintah yang kuat, ada Kemenkumham, ESDM, BKPM, Kemenkeu, dan lembaga lainnya. Kita bakal kuat," kata Riyatno.
Di pihak lain, Wakil Ketua Komisi Vll DPR Tamsil Linrung juga menyototi keberhasilan pemerintah dalam perkara arbitrase melawan Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd. Menurut dia, Indonesia dalam posisi yang benar dan memang berkewajiban membatalkan izin tambang itu dengan mempertimbangkan banyak aspek.
"Kita harus mengapresiasi mahkamah internasional yang telah menjalankan kewajibannya membuat keputusan yang tepat dan adil," katanya.
Politikus PKS ini juga mendorong pemerintah lebih berani untuk mengevaluasi beberapa perusahaan tambang lainnya. Caranya, dengan mengambil putusan yang sama, yakni membatalkan perizinan yang telah diberikan bila terdapat pelanggaran yang dilakukan.
Kemenangan Final
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memenangkan gugatan arbitrase internasional yang dilayangkan dua perusahaan tambang asing yakni Churchill Mining Plc dari Inggris dan Planet Mining Pty Ltd dari Australia.
Dengan begitu, pemerintah RI telah menyelamatkan dana klaim sebesar USD 1,3 miliar atau sekitar Rp 18 triliun.
Putusan tersebut telah dikeluarkan oleh Komite Pusat Internasional Penyelesaian Perselisihan Investasi atau International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington DC, Amerika Serikat pada 18 Maret 2019. ICSID menolak semua permohonan annulment of the award atau permohonan pembatalan putusan yang diajukan para penggugat.
"Kemenangan yang diperoleh pemerintah Indonesia dalam forum ICSID ini bersifat final, berkekuatan hukum tetap, sehingga tidak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan para penggugat," ujar Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly di kantornya, Jakarta, Senin 25 Maret 2019.
Dengan kemenangan ini, pemerintah Indonesia terhindar dari klaim sebesar USD 1,3 miliar atau sekitar Rp 18 triliun. Selain itu, penggantian biaya perkara sebesar USD 9,4 juta merupakan yang terbesar yang pernah diputus Tribunal ICSID.
Putusan itu tercatat sebagai kemenangan pertama yang dicapai pemerintah Indonesia di Forum ICSID di Washington DC, Amerika Serikat. Kemenangan itu bukti bahwa pemerintah Indonesia membuat perlakuan yang seimbang dan adil terhadap investor asing.
"Dan juga bukti bahwa pemerintah Indonesia memiliki kedaulatan dalam pengelolaan di bidang pertambangan," kata Yasonna menandaskan.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement