Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 554 anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) gugur dalam Pemilu 2019. Praktisi hukum Alghifari Aqsa menyoroti gugurnya KPPS dalam bertugas bukan hanya di pemilu kali ini saja, di pemilu sebelumnya pun peristiwa serupa terjadi.
Ghifari mengatakan, jika peristiwa KPPS meninggal sudah pernah terjadi di pemilu sebelumnya seharusnya KPU merubah petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak) bukan hanya sekadar evaluasi waktu pelaksanaan antara pilpres dan pileg.
"Ini bukan soal serentak tidaknya, tapi juklak-juknisnya. Dan juga juklak-juknisnya tidak menjawab persoalan masalah yang muncul," ujar Ghifari di Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Advertisement
Jika alasan dasar penyebab kematian KPPS adalah kelelahan, sedianya menurut Ghifari harus ada standar tertentu bagi KPPS di pemilihan selanjutnya. Pun kejelasan status KPPS, yang menurutnya belum jelas apakah petugas yang direkrut KPU atau sekedar relawan.
Untuk memenuhi standar pun dia mengingatkan agar pihak rumah sakit atau klinik tidak asal mengeluarkan surat kesehatan bagi KPPS. Supaya nantinya, surat tersebut bisa menjadi pertimbangan bagi KPU menerima tidaknya KPPS dengan kesehatan tertentu.
"Misalnya ada range umur rincian pra syarat jadi KPPS seperti apa. Sehat rohani dan jasmani saja itu tidak bisa," tandasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
TPF
Direkrur Eksekutif Lokataru Haris Azhar mengamini kritik Ghifari. Hampir setengah juta jiwa melayang saat perhelatan pemilu menurutnya adalah masalah sangat serius. Masalah ini menurut Haris bukan lagi ada di ranah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melainkam negara.
"Ini sudah melampaui tugas Bawaslu. Masalah yang kita hadapi bukan hanya kesalahan administrasi saja," kata Haris.
Atas dasar itulah ia mengusulkan agar kasus kematian ratusan anggota KPPS ini perlu diungkap melalui tim investigasi atau disebut juga dengan TPF (tim pencari fakta).
"Kenapa begitu KPU tahu 140 orang meninggal (pada Pemilu 2014) kok masih menggunakan standar yang sama. TPF kata kunci untuk menggambarkan bukan sekadar kelalaian teknis, dia sudah melampaui cukup rumit dan ada dampaknya," ujar Haris.
Reporter: Yunita Amalia
Advertisement