Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau Direktur Utama (Dirut) nonaktif PT PLN Sofyan Basir menghormati proses hukum kasus suap PLTU Riau-1. Sofyan diharapkan memenuhi panggilan sebagai tersangka dalam kasus dengan nilai proyek USD 900 juta ini.
"Kami ingatkan agar yang bersangkutan memenuhi panggilan ini sebagai sebuah kewajiban hukum," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Minggu (26/5/2019).
Sofyan sebelumnya tak memenuhi panggilan penyidik lembaga antirasuah pada Jumat 24 Mei 2019. Sofyan Basir mengirimkan surat kepada penyidik untuk penjadwalan ulang pemeriksaan sebagai tersangka.
Advertisement
Febri mengatakan, surat panggilan penjadwalan ulang pemeriksaan tersebut telah dilayangkan penyidik ke kediaman Sofyan. Penyidikan menjadwalkan ulang pemeriksaan mantan Dirut BRI itu pekan depan.
"Surat panggilan penjadwalan ulang pemeriksaan SFB (Sofyan Basir) sebagai tersangka telah dikirim ke alamat SFB kemarin. Jadwal ulang minggu depan," kata Febri.
KPK menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1. Penetapan ini merupakan pengembangan dari kasus yang telah menjerat Eni Maulani Saragih, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Kotjo dan mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham.
Sofyan Basir diduga bersama-sama Eni Saragih dan Idrus menerima suap dari Johannes Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. Sofyan diduga mendapat jatah sama dengan Eni dan Idrus.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Sofyan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 Ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.