MA Minta Harkat dan Martabat Syafruddin Arsyad Temenggung Dipulihkan

Surat putusan kasasi yang disampaikan Kabiro Humas MA, Abdullah mengatakan dalam memutus perkara itu, terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinion) oleh majelis hakim.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Jul 2019, 15:42 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2019, 15:42 WIB
Syafruddin Arsyad Temenggung Jalani Sidang Lanjutan di Tipikor
Terdakwa kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung usai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/8). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Bekas Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung dinyatakan bebas dari segala tuntutan hukum atas kasus korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia BLBI. Putusan itu tertuang dalam amar putusan kasasi yang diajukan Syafruddin ke Mahkamah Agung (MA).

Surat putusan kasasi yang disampaikan Kabiro Humas MA, Abdullah mengatakan dalam memutus perkara itu, terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinion) oleh majelis hakim.

"Dalam putusan tersebut ada dissenting opinion. Jadi tidak bulat," kata Abdullah saat menggelar konferensi pers di kantor MA, Selasa (9/7/2019).

Abdullah mengatakan, hakim anggota I Syamsul Rakan Chaniago berpendapat tindakan Syafruddin merupakan tindakan di ranah perdata, bukan pidana khusus. Sedangkan hakim anggota II, Mohammad Askin berpendapat tindakan Syafruddin ada dalam ranah hukum administrasi.

Berdasarkan putusan itu, hakim meminta agar Syafruddin Arsyad dikeluarkan dari tahanan, serta memulihkan hak dan martabatnya.

"Mengabulkan permohon terdakwa membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengubah amar putusan tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan harkat dan martabatnya," jelasnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Kasus BLBI

Diketahui Syafruddin merupakan terdakwa korupsi penerbitan SKL BLBI kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim. Atas penerbitan itu, negara dianggap rugi Rp 4,58 triliun.

Pada tuntutan jaksa, ia dituntut 15 tahun penjara, denda Rp 1 miliar atau subsider 6 bulan kurungan. Sementara hakim menjatuhkan vonis penjara 13 tahun, denda Rp 700 juta atau subsider 3 bulan kurungan.

Atas putusan tingkat pertama itu, Syafruddin langsung menyatakan banding. Di tingkat kedua, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Syafruddin divonis 15 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, atau subsider 3 bulan kurungan.

Ia kembali menempuh langkah hukum selanjutnya, yakni kasasi. Di tingkat ini, hakim menyatakan Syafruddin terbebas dari tuntutan hukum.

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya