MPR Sepakat Mengamandemen Terbatas Pasal 2 dan 3 UUD NRI 1945

Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengatakan, saat ini ada tiga kelompok dalam masyarakat kita yang menyikapi eksistensi UUD hasil amandemen tahun 1999-2002 atau kini disebut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jul 2019, 14:50 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2019, 14:50 WIB
MPR Sepakat Mengamandemen Terbatas  Pasal 2 dan 3 UUD NRI 1945
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengatakan, saat ini ada tiga kelompok dalam masyarakat kita yang menyikapi eksistensi UUD hasil amandemen tahun 1999-2002 atau kini disebut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengatakan, saat ini ada tiga kelompok dalam masyarakat kita yang menyikapi eksistensi UUD hasil amandemen tahun 1999-2002 atau kini disebut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pertama, kelompok masyarakat yang mengatakan bahwa UUD NRI 1945 sudah kebablasan sehingga tidak lagi sesuai maksud para pendiri negara dan karenanya harus kembali ke UUD 1945 yang asli.

Kedua, kelompok masyarakat yang mengatakan UUD hasil amandemen sudah cukup baik dan tidak perlu dilakukan perubahan kembali.

Ketiga, kelompok masyarakat yang menyimpulkan bahwa UUD NRI 1945 sudah cukup baik tetapi masih diperlukan sedikit perubahan untuk mengikuti dinamika perubahan masyarakat.

Dari ketiga pendapat masyarakat tersebut akhirnya MPR telah bersepakat untuk mengambil jalan tengah yaitu melakukan amandemen terbatas dengan merubah pasal 2 dan 3 UUD NRI 1945 tentang lembaga MPR. Salah satu tujuannya adalah memberikan kembali wewenang MPR untuk menyusun dan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Jalan tengah melalui amandemen terbatas UUD NRI 1945 dinilai oleh Basarah sebagai pilihan moderat dan realistis, karena kalau pendekatannya kembali ke UUD 1945 jalan konstitusionalnya tidak tersedia kecuali melalui langkah Dekrit Presiden. Namun syarat-syarat untuk dilakukannya Dekrit Presiden untuk situasi dan kondisi ketatanegaraan kita saat ini tidak terpenuhi seperti contoh, negara dalam keadaan darurat dan lembaga-lembaga negara dalam keadaan tidak berfungsi.

Hal itu diungkapkan Ahmad Basarah dalam acara Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka 60 Tahun Peringatan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang diselenggarakan Forum Musyawarah Kebangsaan Gerakan Pemantapan Pancasila di Jakarta (10/9). Hadir juga dalam acara tersebut Wakil Presiden ke 6 Try Sutrisno, Pengamat Hukum AB Kusuma dan Laksda TNI Purn Ishak Latuconsina.

Lebih lanjut Basarah mengatakan bahwa MPR Periode 2014-2019 sudah membentuk Panitia Adhoc (PAH) yang khusus membahas tentang GBHN. Rancangan GBHN tersebut insya Allah akan menjadi rekomendasi untuk MPR periode 2019-2024.

Wakil Presiden RI ke 6, Try Sutrisno yang hadir dalam acara tersebut juga mengingatkan agar MPR bersungguh-sungguh untuk memperbaiki nasib dan masa depan bangsa melalui kaji ulang eksistensi UUD NRI 1945 yang memang perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam.

Anggota Dewan Pengarah BPIP tersebut juga mendukung rencana MPR untuk mengembalikan wewenang MPR untuk menghadirkan kembali GBHN.

"Kembalikan UUD kita sesuai cita-cita kemerdekaan dan maksud para pembentuk negara kita tahun 1945 dulu" pungkas Try Sutrisno

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya