Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menuai pro dan kontra. Ketua YLBHI Asfinawati mengatakan banyak pasal-pasal karet dalam rancangan tersebut. Jika rancangan tersebut disahkan, masyarakat akan banyak terjerat dan membuat lapas penuh.
"Kira-kira kalau ini diberlakukan, maka bayangan saya akan banyak yang orang masuk penjara, harapan lapas untuk mengurangi tidak akan terjadi," kata Asfinawati saat diskusi dengan tema 'Mengapa RKUHP ditunda?' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (21/9/2019).
Dia menilai, revisi yang berbau kolonial tersebut penting dilakukan. Tetapi meski revisi kali ini buatan anak bangsa, rasanya sama seperti peraturan kolonial
Advertisement
"Apakah artinya menggantinya hukum bangsa sendiri seperti hukum kolonial rasanya juga kolonial. Itu menindas. Menindas kebebasan berpendapat seperti yang lain-lain," ungkap Asfinawati.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga menunda pengesahan RKUHP tidak dilakukan DPR pada periode ini. Dan dibahas kembali pada periode selanjutnya yang akan dilantik pada 1 Oktober nanti.
"Pengesahannya tidak dilakukan oleh DPR periode ini. Saya berharap DPR juga mempunyai sikap yang sama sehingga pembahasan RUU KUHP bisa dilakukan oleh DPR RI periode berikutnya," kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (20/9/2019).
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Dikaji Ulang
Alasannya ada 14 pasal yang membutuhkan pengkajian ulang. Tetapi Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut enggan membeberkan fokus dalam pasal yang harus dikaji.
Dia pun memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk meminta masukan dari berbagai kalangan.
"Saya saat ini masih fokus kepada RUU KUHP, yang lain menyusul. Karena ini yang dikejar oleh DPR, kurang lebih ada," kata Jokowi.
Reporter: Intan Umbari
Sumber: Merdeka
Advertisement